01 ~ Namanya...

305 29 12
                                    

Hai... Hai... Haiiiii
Ketemu lagi dengan author sok asik iniii😀😗

Karya baruu nihh, ramaikan yok 👉🏻👈🏻

Oke, tanpa berlama-lama lagi.

Silahkan atuh dibaca 👇🏻

Happy reading! <3



❄️❄️❄️





Helcia Veddira Xeenia.
Umur 24 tahun dan masih lajang. Beberapa kali menjalin hubungan dengan pria namun tak ada yang berhasil membawanya sampai ke jenjang pernikahan.

Helcia adalah tipe orang yang santai dalam hidup. Tak terlalu memusingkan sesuatu hal, dalam arti lain dia begitu acuh. Putus dengan kekasihnya? Owh, Helcia tak sampai nangis kejer karena hal itu.

Helcia lulusan dari salah satu universitas ternama di kotanya dan mendapat gelar sarjana hukum. Tapi sampai sekarang ia tak punya pekerjaan tetap. Kegiatannya sehari-hari hanya menjadi kasir di minimarket milik orangtuanya.

Tringg...

Lonceng pada pintu berbunyi, pertanda seorang pembeli datang.

Helcia menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada handphonenya.

Tak berselang lama, terdengar suara cempreng khas bocah yang tiap hari menjadi pelanggan tetap di minimarket ini.

"Kak, chiki yang biasa kosong?!"

"Lo liat?"

"Nggak ada," jawab anak kecil berusia 6 tahun itu.

"Ya berarti habis, lagian lu jangan makan chiki mulu ihh. Tuh badan entar tambah ngembang."

Bocah itu memandang Helcia kesal. "Bodoamat," cetusnya lalu berjalan mendekati peti es krim.

"Dasar bocah, dibilangin yang bener kaga didengerin." Dumel Helcia.

"Kak Ci, uangnya kurang. Ngutang ya, nanti minta sama Bang Aldi yang bayar."

"Ck, dasar bocah." Helcia men-scan es krim yang bocah bernama Adit itu letakkan diatas meja kasir.

Tringg...

"Nahh, pas banget. Di, adek lo ngutang dua rebu." Cetus Helcia menatap cowok bertubuh jangkung yang masih berdiri di depan pintu.

Aldi menatap Adit malas, sedangkan Adit menatap sang abang dengan tatapan memelas.

"Pulang sana, dicariin bunda entar," ujar Aldi.

"Okhey." Balasnya lalu berjalan melewati Aldi keluar dari minimarket.

"Baru pulang sekolah lu? Lama banget?"

"Ada eskul," jawab Aldi sembari berjalan mendekati kulkas yang ada disudut.

Tak lama cowok itu datang ke meja kasir dengan sebotol minuman kaleng.

"Ini aja? Biasanya pake kuaci."

"Habis, karyawannya makan gaji buta sihh. Makanya barang udah pada habis tapi nggak nyadar." Sindir Aldi.

Helcia mendengus, "totalnya sebelas ribu lima ratus mas."

"Bukannya cuman 9 rebu?"

"Kan utang adek lo 2 rebu. Lagian Nescafe sembilan ribu lima ratus mas."

"Ck, iya-iya. Galak amat mbak."

Setelah menerima kembalian, Aldi malah bergabung dengan Helcia dibalik meja kasir. Memang ia bekerja disini juga sih. Dari sore sampe malem.

"Cari kerja sana kak," ujar Aldi kemudian meneguk minuman kopinya itu.

"Kagak, enakan disini. Adem, kagak ada bos yang gertak-gertak."

"Ck, emang Nek Risty kagak gertak lo pas nggak becus jaga toko?"

"Yakan beda, kalau emak dibujuk dikit aja mahh langsung baikan. Coba kalau bos di kantor atau perusahaan, ck jangan harap. Auto dipecat malahan."

"Serah lu deh kak."

"Sana pulang lo, entar biar gantian. Gue entar sore mau ketemuan sama temen."

"Temen apa temen?" goda Aldi.

"Mau ditabok?" tanya Helcia jengah.

Aldi langsung berdiri dan perlahan mundur. "Kak, semangat. Moga yang ini lanjut sampe pelaminan. Jangan kaya yang kemaren, udah nyaman eh malah ngilang. Kasian dehh,"

"ALDIIIIII"

Aldi dengan perasaan senang telah membuat Helcia kesal pergi dari sana.

"Awas aja lo, gue sumpahin jadi bujangan tua!"

Tring...

Helcia dengan terpaksa harus menghentikan ekspresi kesalnya, karena seorang pelanggan datang. Ia tersenyum ramah pada orang tersebut walau sebenarnya amat berat. Tapi jika ia tak melakukan itu, CCTV yang ada di toko itu selalu menjadi pantauan ibunya untuk memastikan apakah Helcia becus bekerja.


❄️


"Bu, Pak!" Helcia yang baru saja memasuki rumah langsung berteriak memanggil kedua orangtuanya heboh.

"Cia, anak gadis nggak boleh teriak-teriak." Peringat Benny, ayah dari Helcia.

"Pak, ibu mana?"

"Ada apa?" sahut Risty yang baru keluar dari kamar.

"Bu, coba liat." Helcia memperlihatkan kertas berisi lowongan kerja yang sebelumnya ia dapatkan dari temannya saat bertemu tadi.

"Nggak boleh," larang Risty langsung.

"Kok nggak boleh?"

"Ibu nggak setuju, apalagi itu kerjanya diluar kota. Intinya ibu nggak setuju, titik!"

"Yahh pak, ayolah." Rengek Helcia meminta bantuan sang ayah untuk membujuk ibunya.

"Betul kata ibumu Cia, kalau di daerah sini bapak pasti izinin tapi kalau diluar kota," Benny menggeleng pertanda menolak. "Bapak nggak setuju, siapa yang bakal jaga kamu disana nantinya?"

"Pak, percaya deh sama Cia. Cia bisa jaga diri sendiri. Lagian kan, kotanya deket sama kota Om Zul. Jadi kalau ada apa-apa, Cia bisa minta tolong kesana."

"Tetap saja, ibu nggak kasih izin."

"Ihh, padahal Cia udah punya tekad yang besar loh Bu, Pak. Cia mau coba merantau, hidup mandiri. Biar tetangga nggak pada julid lagi."

"Ngapain kamu mikirin omongan tetangga, Ibu sama Bapak masih mampu biayai hidup kamu sampai kamu dilamar orang." Ujar ibu dari Helcia.

"Iya Cia tau, tapi bu..."

"Udah, sampai disini saja. Jangan dibahas lagi." Sang ibu berdiri dari duduknya meninggalkan Helcia dan sang ayah.

"Pak," Helcia melengos kepada ayah tercintanya itu. Bukannya mendapat kalimat penyemangat, Helcia malah menerima tepukan pelan dipundak kanannya.

Hal itu lantas membuat Helcia menghela nafas berat. "Apapun alasannya, Cia bakal berangkat." Tekadnya dalam hati.





❄️








Vote dulu dong<3







THANKS FOR READERS ❤️

KRYOSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang