Gone

507 92 1
                                    

Aku sudah kembali ke rumahku dengan kabar duka yaitu ketulian ku tak akan pernah bisa sembuh lagi alias permanen. Sebenarnya aku sudah menduga hal itu sih. kehidupan baru, penderitaan baru. Bagus sekali. 

Ibu dan ayah yang sangat tak terima fakta bahwa anak bungsunya ini jadi tuli, naas sekali harapan mereka memiliki anak yang sempurna hancur haha.

Untungnya aku pernah belajar bahasa isyarat dikehidupanku yang sebelumnya karena persyaratan untuk bekerja menjadi kasir, jadi aku masih bisa berkomunikasi dengan lancar.

Ibu masuk ke kamar ku dan tersenyum, lalu duduk di samping ku.

N): Tanda miring berarti lagi pakai bahasa isyarat ya, untuk mempersingkat waktu penulisan.

"Ada suatu hal yang ingin ibu sampaikan."

"Apa?"

"Mulai dari sekarang kamu akan home schooling, okay? Ayah dan ibu juga akan menambahkan pelajaran bela diri."

Home schooling, ya? Mereka sepertinya berniat untuk menyembunyikan fakta bahwa aku tuli dari semua orang....

Berarti aku tidak akan bertemu dengan Katsuki lagi? Baguslah ... Suarany yang keras itu akan mengganggu telingaku...

Lalu aku akan belajar bela diri? Hmm ... Itu bagus sih untuk bekal ku bertahan hidup di dunia yang busuk ini dimana banyak 'villain' berkeliaran.

"Ya, baiklah."

Setelah itu ibu pergi dari kamar ku sembari meninggalkan makanan di atas laci.

Tak berselang lama, kakak masuk ke kamarku dengan mengangkat sebuah kotak besar dan menyimpannya di bawah.

Kakak melirik ku sembari tersenyum, kemudian ia membuka kotak itu yang ternyata berisi banyak alat pendengar. Tunggu, itu sama seperti yang kakak berikan dalam kotak kecil kemarin.

Aku tidak mencobanya karena ku pikir alat pendengar tidak akan membantu pendengaran ku yang sudah rusak total. Maksudku- memang ada ya alat yang benar-benar bisa membantu ketulian total? Kalaupun ada, pasti sangat tidak nyaman untuk dipakai.

"Kakak, apa itu benar-benar bisa membantu ku kembali mendengar?" tanyaku penasaran.

"Tentu saja! Ini buatan kakak sendiri kau tahu! Apa yang kemarin belum kau coba?"

Aku menggelengkan kepalaku perlahan.

"Tidak apa, kau bisa mencobanya kapan pun. Dan kakak membuat sebanyak ini untuk mu, karena kakak tidak tahu ketahanan alat itu sampai kapan."

"Terimakasih, kak."

Sikap dinginnya yang kemarin-kemarin seakan-akan tak pernah terjadi. Ia kembali bersikap hangat padaku, pasti karena ia merasa kasihan padaku. Setidaknya kakak yang disini masih memiliki rasa simpati seperti seorang manusia pada umumnya.

Kakak merogoh sakunya dan mengambil sebuah cip biru lalu menyerahkannya padaku.

"Itu adalah susunan pembuatan alat ini. Kau bisa membuatnya sendiri ketika yang di dalam kotak ini sudah habis."

"Aku tidak yakin aku bisa melakukannya."

"Kau pasti bisa."

Ayolah?! Kau menyuruh anak kecil sepertiku membuat alat yang hebat itu?! Dia pikir aku sama berbakatnya dengan dirinya?

Kakak tidak mengatakan apapun lagi setelah itu. Ia berdiri dan mengacak-acak rambutku dengan lembut. Lalu ia berjalan menuju pintu keluar

Sebelum ia keluar dari kamarku, kakak berbalik dan tersenyum lembut. Ia menggerakan bibirnya seperti mengatakan sesuatu, itu terlalu panjang. Kali ini aku tak bisa menerkanya.

Setelah mengatakan hal itu, kakak pun keluar dari kamarku. Kira-kira ... Apa ya yang dikatakan kakak tadi?

•••

Hilang.

Kakak menghilang dengan hanya meninggalkan sepucuk surat bertuliskan 'Aku pergi, aku sudah tak tahan' di kamarnya.

Padahal ... Tadi kakak baru saja datang ke kamarku. Sejak kapan ia pergi? Pergi kemana? Apa maksudnya ia sudah tidak tahan? Dia ... meninggalkan ku di neraka ini?

Bukannya sedih, ayah dan ibu malah marah besar dan terus saja mengumpat bagaimana kakak ku tidak bersyukur. Aku sedikit menyesal karena memakai alat pendengar. Mereka sangat berisik. Padahal mereka seharusnya berhenti marah-marah dan mulai berusaha mencari kakak.

Entahlah, aku hanya kaget dan tidak terlalu sedih dengan kepergian kakak. Tapi apa yang membuatku kesal adalah ayah dan ibu melampiaskan amarahnya padaku. Mereka ini tak tahu caranya melapor pada polisi atau bagaimana?

"Sialan! Anak tak tahu diuntung!" teriak ibu.

Suara ibu sangat tinggi sehingga menimbulkan suara dengungan yang keras ditelingaku. Ahh seharusnya aku tak memakai alat ini, lebih baik tak bisa mendengarkan semua keributan ini. Ternyata menjadi tuli tidak terlalu buruk.

Ibu mencekram bahuku dengan kuat. Tatapan ibu kini sangat mengerikan sehingga membuatku sedikit merinding. Wanita tua ini sudah gila!!

"(Name) ... Katakan pada ibu nak, bahwa kau tidak akan seperti Kakak mu, kan?" ucapnya dengan suara yang gemetaran.

"Kau tidak boleh seperti itu, kini cuman kamu yang kami punya ... Jadi, mana boleh kamu pergi ... Iya kan? Kan? Kan?" ibu tersenyum lebar yang malah membuatnya terlihat seperti psikopat.

Setiap ibu buka suara, bulu kuduk ku langsung berdiri. Sepertinya ibu sudah benar-benar menjadi gila! Ibuku yang ini bahkan sepertinya lebih gila daripada yang dulu! Dia sudah kehilangan akal dan empati manusianya!

"Sekarang kau harus menuruti semua perintah ibu dan ayah oke? Tidak boleh ada penolakan ya, sayang."

Setelah itu ayah mengantarkan ku ke kamar tanpa mengatakan apa-apa. Aku pun tak berani untuk buka suara, mereka sedang tidak berpikir dengan baik. Lebih baik jangan mengganggu mereka terlebih dahulu. Atau mereka akan semakin menggila...

Saat ini, aku belum tahu bahwa ... Nasib yang lebih buruk akan menimpaku lagi.

•••

Keesokan paginya ibu membangunkan ku dengan kasar. Raut wajahnya menjadi serius, tak ada lagi senyuman yang terpasang diwajahnya begitu pula dengan ayah.

Ah, mereka sudah kembali ke sifat alami mereka. Topengnya sudah dilepas haha.

Aku berjalan menuju meja makan yang sudah ada ayah di sana. Aku duduk tepat di depan ayah, ayah hanya menolehku sekilas dan kembali membaca koran yang ada di tangannya.

Tak ada lagi sambutan selamat pagi yang hangat dari ayah.

"Lepaskan alat pendengar itu," titah ayah.

"Jangan pernah menggunakannya jika aku tidak menyuruhmu," lanjutnya.

Aku menurut tanpa mengatakan apapun dan melepaskan alat pendengarku. Mereka tidak mau aku mendengar obrolan mereka, ya? Siapa yang menyangka kepergian kakak akan mengakibatkan hal buruk padaku. ini benar-benar mengesalkan.

Rasa benciku semakin besar pada anak itu. Beraninya dia melarikan diri tapi tidak membawaku dan melimpahkan penderitaannya padaku?!Apa alat bantu dengar ini sebagai kompensasi?!

Tak berselang lama ibu melempar piring yang berisikan sayur mayur padaku. Mereka benar-benar gila ya? Menyuruhku sarapan hanya dengan sayur mayur mentah seperti ini?! Memangnya aku mau diet?!

"Ibu, apa aku benar-benar harus makan ini?"

Ibu hanya menatapku dengan tatapan tajam lalu bibirnya bergerak mengatakan sesuatu dibalas oleh ayah. Aku tak bisa menebak apa yang mereka katakan.

Bajingan.

Happiness? [Bnha X M! Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang