CH. 04

134 20 1
                                    

"Hei... ca, kenapa ini tak sembuh?"
Hayam Wuruk mengoleskan salep yang diberikan Salesya sebelumnya.

"Kau harus sabar..." Salesya membalik lembar buku di mejanya.

"Tapi kemarin kau bilang-"

"Maksudmu aku bohong?" Salesya menatap tajam ke arah Hayam Wuruk.

"Bu... bukan begitu" gugup Hayam Wuruk.

Salesya kembali fokus pada tumpukan buku di depannya, "Bisakah kau kembali ke kemarmu?" Salesya membalik lembar selanjutnya  "aku harus belajar"

"Aku akan membantumu" Hayam Wuruk mendekat ke arah bangku yang sedari tadi diduduki Salesya.

"Kau? Haha... apa yang akan kau bantu?" Salesya terkekeh pelan.

"Aku bisa semua hal.."

"Jangan terlalu percaya diri"
Salesya kembali menatap ke tumpukan bukunya, "aku pasti akan naik ke kelas XII" ia benarkan kaca mata yang sedari tadi dipakainya "besok adalah penentuannya" senyumnya mengembang.

"Ca... boleh aku melihat bukumu?" Hayam Wuruk mengambil satu buku di meja Salesya.

Salesya mengangguk.

"Ini... mirip majapahit"  Hayam Wuruk menatap fokus ke buku itu.

'Ya emang... kerajaanmu kan ada di Indonesia, lebih tepatnya di Jawa Timur, dan itu buku sejarah' pikir Salesya.

"Hei, bisa ceritakan tentang kerajaanmu?" Salesya tersenyum ke arah Hayam Wuruk.

"Kau mau mendengarnya?" Lelaki itu kegirangan.

"Tentu"

"Baiklah... kita mulai dari diriku. Kau pasti tak asing denganku. Haha..."
Hayam Wuruk menyombongkan dirinya  "aku ini begitu hebat"

"Aku raja ke empat Majapahit bergelar Sri Rajasanagara...  aku itu sangat terkenal, aku terkejut melihatmu tak mengenaliku saat pertama kali aku ke rumahmu"

"Oh soal waktu itu, kenapa kau mengikutiku" tanya Salesya penasaran.

"Itu... aku tiba-tiba saja ada di bawah pohon mangga yang di depan itu, aku melihatmu lewat, jadi aku mengikutimu" ujarnya cengegesan.

"Lain kali, jangan sembarangan mengikuti orang, bisa saja dia orang jahat"

Hayam Wuruk mengangguk.

"Ah- apa kau tahu mahapatih Gajah Mada? Dia itu sangat cerewet.."

"Hah... bahkan dia selalu menuntutku untuk menyelesaikan semua pekerjaan pada hari itu juga, dia sangat tegas..."

"Kau mungkin mengenal adikku, namanya Nertaja. Dia itu sangat baik, dia ramah ke semua orang... aku benar-benar merindukannya" ucap Hayam Wuruk dengan nada sendu.

"Apalagi ibunda Tribhuwana aku begitu rindu padanya, dan ayahan-"

"Hayam Wuruk, cukup" Sahut Salesya ketika melihat Hayam Wuruk menundukkan wajahnya.

"....ya..." lirihnya.

"Ini sudah malam, pergilah ke kamarmu" Salesya menutup semua buku di depannya.

"Baiklah... selamat malam, Aca" ujar Hayam Wuruk sebelum pergi.

.

Seperti biasa, suara alarm membangunkan Salesya pagi ini, ia sibak selimut di atasnya dan menuruni ranjang luasnya.
Ia menoleh sekilas ke arah jam dinding, pukul 06.00, dan melangkah ke kamar mandi.

Tak butuh waktu lama, Salesya segera keluar dari kamar mandi dan mengenakan seragam abu-abu putih miliknya. Ia sisir pelan surai kecoklatan miliknya, tak lupa ia mengikatnya dengan tali kesayangannya. Tak banyak bedak yang ia pakai, karna pada dasarnya, Salesya itu cantik. Ia ambil salah satu koleksi parfumnya dari lemari di depannya. Wangi harum tercium di hidungnya.

Dimensi LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang