Part 3

945 139 9
                                    

Kafe Akasuna, 20:30 p.m

"Kau terlihat tidak baik-baik saja. Apakah ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu, Sakura? Tidak biasanya kau minum sebanyak ini." tanya Sasori yang khawatir dengan kondisi Sakura.

"Entahlah, aku hanya merasa sedih saja." Sakura kembali meneguk segelas alkohol di tangannya. "Apakah aku tidak pantas untuk bahagia, Sasori?"

"Hei, kenapa kau berkata seperti itu? Tentu saja kau berhak bahagia."

Sakura tersenyum miris. "Tapi kenapa mereka tidak suka melihatku bahagia?"

"Sakura--"

"Yang mereka bisa hanyalah menyalahkanku dan menyuruhku mati. Padahal mereka adalah keluargaku sendiri." Kedua mata Sakura mulai memerah dan berkaca-kaca menahan tangis.

Sasori hanya bisa diam mendengarkan Sakura mengeluarkan semua beban yang selama ini ia pendam seorang diri.

Sakura yang biasanya terlihat kuat di luar, sekarang ia terlihat semakin rapuh. Padahal sebelumnya keadaan Sakura mulai membaik, tapi kenapa hari ini emosinya kembali memburuk seperti tiga tahun yang lalu?

Tentu saja Sasori mengetahui permasalahan yang dialami Sakura. Tak jarang ia merasa kesal dengan tingkah keluarga Sakura yang tidak punya hati.

"Aku yakin semuanya akan berakhir indah, ini hanyalah soal waktu, Sakura."

"Begitukah?" Sakura terkekeh. Kedua matanya sayu dan wajahnya mulai memerah. "Tapi bagaimana kalau tidak ada akhir bahagia untukku?"

"Percayalah padaku, kau akan bahagia." Sasori memajukan tubuhnya, lalu memeluk Sakura erat. "Setidaknya kau masih punya aku di sini. Aku akan selalu ada untukmu dan menjadi tempatmu bercerita."

Dan andai saja takdir tidak berkata lain, aku pasti sudah merebutmu dari Uchiha sialan itu, Sakura.

Sakura mulai nangis sesenggukkan di dalam pelukan Sasori. Dadanya terasa begitu sesak, kenapa takdir begitu kejam terhadapnya?

Setelah menangis dalam waktu yang cukup lama, akhirnya Sakura tumbang tak sadarkan diri akibat efek alkohol yang ia minum.

Lantas, Sasori berinisiatif menghubungi Sasuke guna mengabari keadaan Sakura.

"Halo? Aku sedang sibuk. Jangan menghubungiku."

"Ini aku," ucap Sasori dingin. "Sakura ada di kafeku. Dia mabuk."

"Lalu? Apa urusannya denganku?"

"Kau benar-benar brengsek ya? Sakura itu istrimu, bagaimana bisa kau mengabaikannya seperti ini?!"

"Siapa kau yang berhak mengaturku?"

Sasori menggerutukkan giginya menahan emosi yang tertahan di dadanya, ia tidak habis pikir dengan sikap Sasuke.

"Mungkin aku memang hanya sekadar teman curhat Sakura. Tapi setidaknya aku tidak brengsek sepertimu."

"..."

"Apa kurangnya Sakura bagi kalian? Dia baik dan tulus. Tapi hanya karena satu kesalahannya, kalian malah menyudutkannya dan menyuruhnya mati? Otak kalian di mana?"

"..."

"Dengar, apa yang terjadi dengan Ino adalah kecelakaan dan sudah menjadi takdirnya. Jadi kalian salah besar kalau menyalahkan Sakura atas kejadian itu!"

"Andai Sakura tidak bersikap pengecut, pasti dia bisa menyelamatkan saudaranya saat itu juga. Secara tidak langsung, Sakura sudah membiarkan saudaranya meregang nyawa."

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Sasuke." Sasori tersenyum pahit. "Tapi aku bisa pastikan, suatu hari nanti kau akan menyesali ucapanmu itu."

"..."

"Sakura akan tidur di kafeku. Terserah kau mau datang menjemputnya atau tidak."

Sasori langsung menutup ponsel Sakura, lalu menidurkan wanita itu dengan hati-hati di salah satu sofa kafenya.

Sasori tidak bisa menahan senyumnya ketika melihat Sakura yang tertidur seperti bayi polos.

"Tidurlah yang nyenyak, Sakura. Maka dengan itu kau bisa melupakan sedihmu sejenak."

*
*
*

Cahaya matahari yang muncul dari sela-sela jendela Kafe Akasuna membuat Sakura terbangun. Sambil menahan pusing di kepalanya, Sakura berusaha duduk dan mengumpulkan kesadarannya.

"Ugh, sudah jam berapa sekarang?" Sakura menatap jam dinding di kafe Sasori dengan terkejut. "Astaga, aku terlambat!"

Sakura berdiri dari sofa dengan terhuyung. Sasori yang melihatnya langsung menahan Sakura.

"Apa yang kau lakukan?! Kau masih belum sadar sepenuhnya."

"Sasuke ... aku harus menyiapkan sarapan untuknya."

"Tapi kondisimu sendiri tidak memungkinkan, Sakura. Jangan memaksakan dirimu," ujar Sasori khawatir.

"Aku harus pergi sekarang." Sakura ngotot.

Sasori menghela napasnya. "Baiklah, biar kuantar."

"Kau pulang saja, Sasori. Matsuri pasti mencemaskanmu," ucap Sakura tidak enakan.

Sasori tersenyum lembut. "Matsuri sudah tahu kalau aku ada di sini untuk menjagamu. Ayo cepat siap-siap, aku antar kau pulang ke apartemen."

Tidak punya pilihan lain, akhirnya Sakura menerima tawaran Sasori untuk diantar pulang. Yang ia khawatirkan saat ini adalah Sasuke yang pasti sudah menunggunya di apartemen.

Untung saja jarak kafe Sasori dan apartemen Sasuke tidak begitu jauh, sehingga hanya memakan waktu 10 menit saja.

"Terima kasih sudah mengantarku, Sasori," ucap Sakura setelah sampai.

"Hm! Sama-sama. Jangan lupa minum obat pengar. Kau terlihat sangat kacau," pesan Sasori.

Sakura mengangguk. "Akan kuingat itu. Aku masuk dulu."

Tanpa membuang waktu lagi, Sakura berlari memasuki apartemen dengan kencang, seolah-olah ia sedang dikejar anjing.

"Aku pulang!" ucap Sakura dengan terengah-engah sesampainya di kamar apartemen Sasuke.

Sasuke menatap Sakura sinis. "Oh, masih ingat pulang rupanya."

"M-maaf." Wajah Sakura setengah tertunduk. "Kau pasti belum sarapan ya? Biar kusiapkan."

"Tidak usah. Aku mau berangkat," tolak Sasuke cepat.

"Kalau begitu biar kurapihkan dasimu," tawar Sakura yang kebetulan melihat dasi Sasuke yang tidak begitu rapi.

Sasuke langsung memundurkan tubuhnya dari Sakura. "Tidak perlu. Biarkan saja seperti ini."

Setelah mengatakan itu, Sasuke berjalan menjauhi Sakura, meninggalkan wanita itu dalam seribu diam.

"Bisakah kau melihatku sekali saja, Sasuke?" ucap Sakura yang tidak dapat menahan lagi sesak di dadanya. "Aku tidak butuh apapun lagi di hidupku, tapi tolong jangan abaikan aku seperti ini."

Sasuke menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menatap Sakura dingin.

"Kau ingat kata-kataku saat kita menikah dulu? Jangan berharap lebih dalam pernikahan ini."

Mata Sakura mulai berkaca-kaca. "Apakah kau tidak ingin memberiku kesempatan kedua?"

"Tidak," jawab Sasuke dingin. "Ah, satu lagi. Lain kali bilang pada pria itu, jangan sok ikut campur dalam urusanku."

*
*
*

TBC

[SASUSAKU] I Fell In Love With You, With The PainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang