4. empat

106 30 164
                                    

Avena melebarkan pandangannya di antara rerumputan lapangan, gadis itu berselonjor di atas rumput yang letaknya dekat dengan pohon belimbing di pinggir lapangan. Iris gelap itu mengerling, mencari pemandangan aestetik untuk dijadikan background postingannya.

Gadis itu menengadah. Matanya menangkap bulan yang tampak bulat penuh.

Sangat cantik.

Avena mengeluarkan ponsel dari saku almamater khas Mawija. Tangannya mulai mengatur posisi kamera ponsel agar hasil jepretan gambarnya bagus maksimal. Dia tampaknya sangat lihai dalam mengurus hal semacam itu, pantas saja dia 'kan selebgram.

Setelah dirasa cocok, Avena mulai mengambil gambar yang ada di depannya. Jempolnya menekan tombol bulat di pojok bawah ponsel.

Satu gambar berhasil didapatkan.

Jemarinya membalik ponsel. Avena memeriksa hasil jepretannya. Dia mengernyit, tidak puas dengan hal yang ia potret.

"Ada yang kurang."

"Kurang yang fotoin, maksudnya," gumamnya sendiri.

Avena berdiri, memandang sekitar bermaksud mencari seseorang. Netranya menangkap sosok jakung yang sudah tidak asing lagi baginya. Avena langsung melambaikan tangannya, dia jingkrak-jingkrang sembari berteriak. "Woy!"

"Lo, sini bentar!" Avena mengibaskan tangannya ke udara. Nada suaranya dikencangkan, mungkin naik empat sampai lima oktaf dari nada bicara normal.

Orang yang bernama Arion itu menoleh, menatap Avena dari kejauhan. Cowok itu menunjuk dirinya sendiri. "Gue?" Suaranya tidak jelas tapi dari gerakan mulutnya Avena bisa memahami apa yang cowok itu katakan.

Avena berdecak. "Lo lah, siapa lagi?"

"Ngapain?" tanya Arion tak kalah keras. Mungkin lebih keras dari Avena tadi.

"Sini!"

Arion bergegas mendekati Avena, dia takut kalau ada hal-hal penting atau apapun itu. Jangan-jangan mau dikasih rezeki kan?

Setelah sampai di depan Avena, Arion bertanya. "Ngapain?"

Avena menyerahkan ponsel membuat Arion mengernyit. "Fotoin gue dong." Avena berjalan mundur. "Bulannya keliatan ya!"

"Lah, tapi kan gue—"

Avena memotong kalimat Arion, sembari mengibas-ibaskan tangannya. "Udah-udah, tenang nanti gue follback kok."

"Siapa yang pengin di follback, sih?"

"Ya, lo lah," jawab Avena sambil merapikan rambutnya yang memang sudah sangat rapi.

Avena memandang Arion jumawa. "Siapa sih yang gak pengin difollback sama princess Avena?"

"Idih, gue gak pengin tuh," tutur Arion dengan nada menggoda, kerjaan dan kebiasaan cowok itu dari dulu. Kedua tangannya ditekuk di depan dada.

"Halah, dulu aja lo sering banget ngemis-ngemis biar gue jawab dm-an lo," jawab Avena tidak mau kalah. Lihat saja pasti Arion akan kalah, siapa dulu lawannya.

"Kapan tuh?" Arion mengetuk-ngetuk jari telunjuknya ke dagu, dia berpura-pura berpikir seakan-akan dia lupa atas kejadian dimana dirinya benar-benar menurunkan harga dirinya saat meminta jawaban dm dan terus-terusan meminta Avena untuk menjadi temannya.

Tapi, pada akhirnya mereka juga berteman dengan sendirinya. Jika waktu dapat diputar kembali, Arion pasti akan mengulang waktu dan tidak akan melakukan hal bodoh semacam itu lagi.

Avena tertawa receh. "Dasar pikun, please fotoin gue. Bentar doang gak nyampe lima menit."

Arion berdecak. "Ceritanya princess Avena tidak punya teman selain pangeran tampan Arion?"

Avena menatap Arion tajam, dia mengerucutkan bibirnya karena kesal. Bisa-bisanya Arion berkata seperti itu. Padahal dari dulu Arion tahu kalau Avena mempunyai banyak teman. Ya walaupun aslinya gadis itu memang sedikit nakal, tapi ada beberapa anak dengan sifat yang sama akan sangat mau berteman dengannya.

Satu lagi, kata tampan sama sekali tidak cocok untuk dipasangkan dengan wajah songong Arion. Bagi Avena, Arion adalah cowok sok ganteng dan sangat menyebalkan. Ia tidak peduli bagaimana orang-orang memandang Arion sebagai cowok tampan, anak osis pintar kesayangan guru, intinya Arion itu songong!

"Lo mah gak tampan, tapi kayak nampan!" Gadis itu berkacak pinggang. "Eh, by the way Nafta di mana, ya? Lo liat?"

Arion berjalan, memperpendek jaraknya dengan Avena. Mengembalikan ponsel milik Avena. "Gak tau, dan gak mau tau." Cowok itu bergerak menjauhi Avena. "Gue ada rapat osis, bye!"

Belum banyak jarak yang Arion tempuh Avena menggetarkan pita bersuara. "Nanti gue traktir makan deh!" cetus Avena setelah beberapa saat, dia berharap Arion mau berbalik dan membantunya.

Belum. Dia belum berubah pikiran.

Diam-diam Arion tersenyum, yang Avena tidak dapat melihatnya.

Avena kembali bersuara. "Umm ... gue traktir sampai besok, gimana?"

Arion memutar balik badannya, menghadap Avena. Wajahnya dibuat datar, sengaja untuk menutupi senyumnya yang hampir merekah jika tidak ditahan. "Bohong muka lo jerawatan!"

Avena memutar bola matanya malas. Padahal sudah sering dia mentraktir cowok itu tapi masih saja menanyakan kejujurannya. "Beneran lah, mau gak?"

Cowok itu tertawa, dia menarik dasinya sehingga kain itu terlepas dari kerah bajunya. Omong-omong soal rapat osis, sebenarnya tidak jadi rapat hari ini. Tadi Arion berbohong agar tidak jadi memfotokan Avena. Tapi setelah mendengar kata traktiran, jiwa-jiwa penolongnya langsung bangkit 100%. Kata orang rezeki jangan ditolak, kan?

"Nah gini dong dari tadi, gue jadi gak perlu bolak-balik lapangan."

"Ya udah, sini gue fotoin." Arion merebut benda pipih yang dicengkeram Avena. Cowok itu bergerak mundur, memastikan tubuh Avena terlihat keseluruhan di kameran ponsel.

"Okyuu, harus bagus ya!" Avena mengangkat kedua jempolnya dan tersenyum pulas. Lihat, sangat mudah bukan untuk mempengaruhi Arion? Hanya dengan sogokan kecil cowok itu berubah pikiran. Dasar manusia!

Cowok itu hanya mengangguk sebagai jawaban dari perintah gadis yang berada di depannya.

"Oke, siap-siap. Satu ... dua ... tiga!"

Avena mulai berpose. Mulai dari menangkup wajah, tersenyum lebar dengan tangan direntangkan ke atas, berpose cool, sampai duduk sambil tersenyum dan menyipitkan matanya.

Setelah lima belas menit ponsel Avena bolak-balik memotret gambar. Avena menyudahi sesi foto-fotonya. Gadis itu merebut ponsel miliknya dari tangan Arion. "Coba sini gue liat hasil kerja lo. Awas kalo gak bagus, gak ada traktiran-traktiran lagi."

Avena mulai mengscroll hasil jepretan dari temannya. Memang bagus, Avena tidak salah memilih orang. Arion memang sudah berpengalaman, hanya saja cowok itu kurang mendalami bakatnya itu, sungguh disayangkan.

Gadis berabut sepunggung itu mulai membuka aplikasi instagram dan memilih satu di antara banyaknya foto untuk diposting di instastory miliknya.

"Post." Satu foto berhasil di upload. Belum satu menit dia memposting beberapa notifikasi mulai berdatangan. Banyak di antaranya juga memberi tanda love dan sebagian memberinya sebuah direct massage.

Akun itu! Akun yang sering sekali mengiriminya pesan tidak penting, ya maksudnya hanya berisi celaan tentang dirinya. Dasar haters kurang ajar! Tapi hanya haters yang satu ini yang sering mencari masalah dengan Avena.

ghs.tw_
modal uang korup aja bangga.

"Gimana? Bagus ye gak? Iya dong kan Arion yang fotoin." Arion menepuk dadanya bangga. Senyuman tercetak jelas di wajah tampannya.

Avena mengepalkan jemarinya. "Maunya apa sih?"

"Hah? Gue," tanya Arion bingung, memang apa salahnya?

"Gak. Fotonya b aja sih."

Clandestine (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang