12. Dua belas

58 12 31
                                    

"Udah lama nunggunya?"

Dara memutat tubuh. Menghadap seseorang yang mengeluarkan suara, dibelakangnya. Itu Delta. Sudah hampir dua puluh menit Dara menunggu cowok itu.

Sebenarnya Dara sudah berniat pergi saja karena dikira Delta berbohong. Namun, ia terlena pada menit ke sepuluh oleh banjaran novel di rak perpustakaan. Dan sekarang saat ia sudah nyaman dengan novelnya kini malah Delta datang.

"Gue kira nggak jadi." Dara menjawab sedikit jutek. Dara memandangi Delta, dari atas sampai bawah. Penampilannya biasa saja. Pakaiannya hanya baju santai.

Ya, memang harunya pakai baju apa? Dara berbicara sendiri, di dalam hatinya.

Delta melirik sekitar. Mencari-cari sesuatu. Setelahnya dia melirik Dara yang masih membaca novel. "Dari tadi lo di sini?"

Dara menutup novelnya. Membatasi halaman terakhir yang ia baca menggunakan jari. "Iya, lah."

"Ya udah. Cepet." Delta berjalan duluan. Menyadari Dara tidak mengikutinya, Delta berhenti di ambang pintu. Dia memutar kepala. "Ayo."

Dara mendengus. Malas, tapi harus. Tidak ada yang mengharuskannya, sih. Tapi dia kan sudah janji. "Iya, iyaa."

Dengan langkah terpaksa Dara berjalan mengekori Delta yang berjalan cepat. Agar tidak tertinggal, mau tak mau Dara jadi harus berjalan cepat juga.

Dari perpustakaan sampai gerbang depan terlampaui Dara terus memikirkan hal-hal tidak masuk akal. Seperti yang dikatakan temannya, yang katanya Delta itu seorang monster. Ya, Dara sedikit penasaran akan hal itu.

Sejak kecil Dara memang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Demi menghilangkan rasa ingin tahunnya, dia mau saja saat disuruh mengganti buku Delta yang rusak. Walaupun sebenarnya rasa malas telah menyerang tubuhnya.

Dara berpikir, jika nanti Delta akan berubah menjadi monster. Apa yang akan dilakukannya pada saat itu. Memotretnya, memvidionya, atau malah Dara lari tunggang langgang karena ketakutan.

Dia juga sempat memikirkan tentang bagaimana mereka akan menuju toko buku. Apakah mereka akan naik bus seperti orang biasa? Atau mungkin Delta akan terbang, sedangkan Dara akan ditinggalkan Delta di dalam bus.

Atau mungkin sebenarnya Delta itu bukan monster. Dia hanya bisa mengeluarkan kekuatan dari tangannya. Tangannya bisa menyeluarkan cahaya.

Dara mendongak menatap punggung Delta. Dia terkejut saat menemukan sehelai bulu burung kecil yang tersangkut di baju belakangnya. Apakah mungkin ....

Jdug

Karena terlalu banyak berpikir, Dara jadi tidak fokus dengan jalannya. Ia sampai tidak menyadari kalau Delta telah menghentikan langkah. Mereka sudah sampai di dekat halte bus.

Dara mengelus hidungnya yang bertumbukan dengan punggung kekar Delta. Cukup sakit. Delta yang ditabrak tidak sama sekali menunjukkan raut wajah kesakitan. Dara jadi berpikir Delta adalah monster sungguhan.

"Bisa jalan nggak, sih?" Delta tampak kesal. Mungkin dia merasakan sedikit sakit.

"Lagian lo berhenti mendadak. Kan gue gak tahu."

"Kan udah sampai halte. Masa ditabrak." Tanpa menunggu jawaban Dara, Delta duduk di kursi halte. Dara ikut duduk di sampingnya.

"Ngapain ikutan duduk?" Delta bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Kan gue capek." Memangnya menurut Delta, Dara tidak capek apa? Jalan dari perpustakaan ke halte depan sekolah cukup jauh.

"Lagian, ngapain sih jalan ke sini dulu. Mending terbang aja, cepet sampenya." Dara kelepasan, ngomong nggak jelas.

Delta melirik Dara, heran. Apa maksud cewek ini, terbang?

"Lo ngomong apa, sih?"

"Lo pikir gue gak tahu? Lo kan bisa terbang."

Delta semakin bingung. Apakah gadis ini sedang berhalusinasi gara-gara membaca novel tadi?

"Nggak waras." Delta jadi prihatin. Sebaiknya Delta menyarankan psikiater untuk Dara sebelum gadis itu semakin parah.

Clandestine (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang