13. tiga belas

51 10 17
                                    

Dengan langkah panjangnya, Arion mengejar Avena yang pergi beberapa saat yang lalu. Arion meruntuki kebodohannya saat ia tidak langsung mengejar sahabatnya itu dari awal. Mengapa ia biarkan Avena tadi pergi.

Selain itu dia juga menyesal telah mengikuti jejak orang misterius yang memakai hoodie tadi. Jika saja ia tidak mengikuti jejak orang itu, mungkin saja Avena tidak akan salah paham begini. Dan persahabatan mereka akan tetap seperti dulu, tidak berubah.

Omong-omong soal itu, apakah sebenarnya pelaku dibalik semua komentar-komentar buruk di instagram Avena adalah orang misterius itu?

Jika itu benar, Arion janji akan memberinya pelajaran karena sudah berani mengganggu Avena, dan dia juga sudah membuat persahabatannya menjadi rusak. Arion tidak akan memberinya ampun.

Arion memilih menuju asrama Avena, berharap gadis itu berada di sana. Tanpa mengetuk pintu Arion mendorong knop pintu asrama milik Avena.

Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, dia tidak akan mengetuk pintu dan langsung asal masuk. Sangat tidak sopan.

Saat pintu terbuka, bukan Avena yang ia dapati, melainkan sosok Nafta yang sedang duduk ranjang asrama. Nafta dan Avena memang tinggal satu kamar.

Cahaya matahari mulai memasuki ruangan kamar Avena. Membuat kamar yang semula temaram menjadi lebih terang. Kontrasnya perubahan penerangan membuat fokus Nafta teralihkan.

Gadis itu langsung menoleh ke arah sumber cahaya, dia sedikit menyipitkan mata untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke indra penglihatannya.

"Ngapain ke sini?" tanyanya saat matanya sudah beralih kembali pada buku tebal yang berada di pengakuannya. "Katanya lo ada acara.

Arion memboyong tubuhnya untuk masuk ke kamar. Dia ikut duduk di samping Nafta. "Acaranya udah selesai."

Arion menarik napas. Jika tidak berada di asrama lantas Avena berada di mana? Arion benar-benar khawatir sekarang. Bagaimana jika ....

"Lo kok ngalamun, sih?" Ucapan Nafta membuyarkan renungan singkat Arion.

"Lo tau di mana Avena?"

Nafta mengernyit, kenapa tiba-tiba Arion menanyakan Nafta?

Gadis dengan rambut dicepol itu menutup buku bacaannya. Menatap intens cowok yang ada di depannya. "Kenapa? Emangnya Avena ke mana?"

Arion berdecak. Sudah ia duga. Nafta pun tidak tahu keberadaan Avena di mana. Beberapa tahun belakangan ini mereka bertiga memang kurang dekat. Dia tidak tahu tempat favorit Avena akhir-akhir ini. Arion mengacak rambutnya frustrasi.

"Arion! Jawab gue." Nafta penasaran. Ia benar-benar ingin tahu soal Avena.

"Avena marah sama gue, Naf."

...

Setelah lima belas menit menaiki bus, Dara dan Delta akhirnya sampai juga di toko buku. Dara baru tahu ada toko buku sebesar ini di sini.

Setahu Dara, dulu waktu ia kecil belum ada toko buku di depan sana. Dulunya tempat ini hanya berisikan pohon-pohon mangga yang sering ia lempari batu supaya mangganya jatuh. Pantas saja, itu sudah bertahun-tahun lamanya kota tempat kelahirannya sudah berubah pesat.

Dara merogoh sakunya saat ia menyadari sejak tadi banyak sekali getaran dari benda pipih itu.

Matanya melotot saat melihat betapa banyaknya panggilan dan juga pesan dari Kila. Apa-apan anak itu, bisa-bisanya dia menelepon Dara sampai ratusan kali. Bahkan sempat-sempatnya juga dia mengirimi ribuan pesan dengan huruf 'p' saja.

"Jangan mainan ponsel di jalan." Delta memperingati Dara yang sejak tadi bermain ponsel sambil berjalan. Delta kesal. Bukan karena suatu hal apapun. Tapi kalau Dara kenapa-napa nanti Delta juga kan yang harus direpotkan.

"Iya, iya."

Setelah berjalan sedikit, mereka sudah sampai di depan toko buku. Tanpa menunggu lama dan tidak menunggu Dara, Delta berjalan duluan dan masuk ke dalamnya.

"Nanti lo yang bayar." Delta berucap. Tidak menunggu jawaban dari Dara. Karena dia juga sudah tahu Dara akan menurut.

Clandestine (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang