7. tujuh

88 20 79
                                    

Bel pertanda berkhirnya kegiatan belajar mengajar telah berakhir beberapa saat yang lalu. Hampir semua siswa Mawija sudah berada di asrama mereka masing-masing untuk beristirahat. Hanya menyisakan beberapa saja yang memang ada urusan atau mereka yang memang malas pergi ke asrama.

Dara lebih memilih kembali ke asrama, mata pelajaran olahraga tadi sungguh menguras tenaganya, dia merasa capek sekarang. Sesampainya di asrama gadis itu langsung membersihkan diri.

Setelahnya dia merebahkan tubuhnya di atas kasur. Dia memejamkan mata, tapi bukan tidur. Kila yang melihat kelakuan Dara langsung mencibirnya. "Payah banget lo, Ra!"

Dara membuka matanya, melirik ke arah Kila, sebelum kemudian memejamkannya lagi. "Kan udah gue bilang, gue anti banget sama yang namanya olahraga."

"Eh tapi seru tau, daripada sama rumus-rumus gitu. Gue pengin muntah rasanya," jawab Kila sambil membuka mulutnya dan memegang leher, berlebihan.

Vinda tahu-tahu datang tanpa salam dan langsung mendorong pintu dengan kencang, menimbulkan suara yang tidak kalah kencang.

"Pelan-pelan dong, Nda. Kayak dikejar setan aja." Kila kini berada di meja belajarnya, bukan untuk belajar melainkan membuka laptop untuk menonton drakor.

Vinda tidak menjawab, malah dia buru-buru ke kasur. Menenggelamkan wajahnya di antara bantal. Gadis itu berucap, "Eh, Kil. Nanti jam lima lo bangunin gue ya, ngantuk banget gue."

Kila hanya berdehem. Sebab ia sebentar lagi akan menyelami dunia drakornya dan itu tidak dapat diganggu.

Kila mulai menyetel drakor yang baru-baru ini dirilis. Suaranya yang keras mulai sampai ke telinga Dara. Dengan mata terpejampun Dara sudah tahu pasti itu ulah Kila.

Dara membuka matanya, lalu menengok Kila yang sedang tertawa sendiri, sedikit penasaran dengan apa yang Kila tonton. Gadis itu lantas mendekat ke arah laptop dan ikut menontonnya sebentar.

Dara berjengit saat merasakan getaran di sakunya. Dara merogoh sakunya dan mengambil ponsel. Matanya menyipit saat ia menemukan nomor asing yang mengirimkan pesan kepadanya. Kini atensinya beralih pada ponsel.

Dara kembali menormalkan raut wajah saat tahu bahwa yang mengiriminya pesan adalah Delta.

+62***********
Jangan kabur bsk
Delta.

Kila ternyata sedari tadi mengamati raut wajah Dara. Gadis itu mencondongkan badannya ke ponsel Dara, dia membaca deretan huruf yang ada di ponsel temannya itu.

Jeda beberapa saat sebelum akhirnya Kila berteriak. "OMG!"

Vinda yang sedang terlelap pun bangun dan gelagapan karena teriakan dari Kila. Dara yang berada di dekatnya langsung menutup telinga dan menjatuhkan ponsel karena refleks. Untung dia dalam posisi duduk, jadi ponselnya tidak terjun terlalu tinggi.

"Ada apa, Kil?!" tanya Vinda dengan jantung yang berdebar-debar matanya dipaksa bersiaga.

"OMG DARA! LO---LO ADA APA SAMA DELTA?!" seru Kila dengan nada yang masih sama tingginya dengan tadi. Mendengar nama Delta, tentu Vinda tidak mau ketinggalan. Gadis itu langsung meringsut ke lantai, bersebelahan dengan kursi yang diduduki Kila.

"Stt! Bisa pelanin gak suara lo," ucap Dara dengan jari telunjuk di bibirnya. Takut semua penghuni asrama akan mendengar teriakan Kila, takut salah paham saja.

"Ra! Lo ada sesuatu sama Delta? Jangan-jang—" Dara langsung memotong omongan Vinda yang sudah pasti tidak mungkin.

"Gue cuman mau ganti buku Delta aja, besok gue mau pergi ke toko buku sama dia," terang Dara meluruskan.

Kila kini melotot bersiap mengeluarkan suara kerasnya kembali. "YA AMP—pff." Vinda menyumpalkan kue bolu yang ada di atas meja.

Vinda memutar bola matanya. "Bisa jangan berisik gak, sih?"

Kila nyengir kuda sambil mengunyah bolu di mulutnya. Enak.

Dara membalas pesan Delta yang sudah terabaikan beberapa menit yang lalu.

Oke.

"Dara! Inget kan tadi siang gue ngomong apaan sama Ryn. Dia itu monster! Jadi hati-hati ya, Ra." Kila berujar setelah menelan bolu di mulutnya. Sebagai seorang teman gadis itu mengkhawatirkan keselamatan Dara.

Dara hanya membalas dengan anggukan, dia tidak terlalu yakin dengan rumor yang ada. Namun, ia demi keselamatannya nanti ia akan selalu bersiaga saat di dekat Delta besok.

"Nah! Jangan sampai pulang-pulang lo tinggal nama doang, kan gak lucu, Ra." Vinda berjalan ke arah lemari, mencari sesuatu di sana. Gadis itu mengambil cutter dan gunting lalu menyerahkannya ke Dara.

Dara mengernyit.

"Ini, kalo Delta macem-macem dan lo gak bisa lari. Gores lengan Delta pake cutter, kalo gak lo bisa tusuk pake gunting. Lo bisa bikin dia berhenti sebentar, lo bisa lari buat selamatin diri," jelas Vinda panjang lebar. Sementara Kila hanya melongo sambil mengangguk-anggukan kepalanya.

Dara yang mendengarnya tersenyum lalu mengacungkan jempol, temannya ternyata benar-benar mengakhawatirkannya, tetapi yang benar saja! Masa Dara harus menggores tangan seseorang, Dara tidak seberani itu.

.

Di pagi hari saat akhir pekan, Dara membeli cokelat hangat di kantin untuk menghangatkan tubuh. Sedangkan Kila dan Vinda akan melakukan olahraga pagi, mereka masih bersiap di asrama. Dara sengaja tidak ikut. Dia tidak menyukainya.

Setelahnya Dara berniat langsung pergi ke asrama, mengingat hari ini dia belum mandi. Dia berjalan melewati taman sekolah. Namun, kali ini Dara berubah pikiran. Gadis itu ingin menikmati udara pagi.

Udaranya sangat sejuk dan segar. Membuat otak dan pikirannya seketika segar kembali. Dara duduk di bangku taman sambil meminum cokelat hangat.

Saat tangannya mengenai permukaan bangku, dia tidak sengaja merasakan sesuatu. Netranya dialihkan untuk memeriksanya, sesaat dia terbelalak. Sebuah ponsel tergeletak di taman.

Dara meraih ponsel itu, dia celingak-celinguk. Mencari orang pemilik ponsel tadi. Dara mencoba membukanya, tetapi sayangnya ponsel itu terkunci. Dara mendengkus, dan berniat menyerahkannya ke guru untuk ditindak lanjuti.

Dara menyeruput kembali cokelat hangatnya. Namun, atensinya kini teralih saat suara teriakan seseorang mulai memasuki gendang telinganya.

"Lo sih, naruhnya sembarangan!"

"Enggak! Lo juga gak ngingetin gue." Si laki-laki menjawab dengan tenang. Suaranya tidak terlalu kencang.

Terlihat dua orang berlawanan jenis sedang mempeributkan sesuatu. Mereka berjalan mendekat ke arahnya.

"Permisi, liat ponsel di si---"

"Wah! Ini, ponsel lo dicolong sama anak ini." Si gadis mulai berteriak kembali sambil menunjuk ke arah Dara sebagai pelaku pencurian ponsel.

"Eh, enggak. Tadi gue temuin ini di bangku," jawab Dara seadanya.

Si gadis berujar kembali, "Alah boong, tadi pasti mau lo ambil, kan? Ngaku aja deh lo."

Si laki-laki itu tampak tidak enak dengan kata-kata si gadis. "Maafin temen gue, ya."

Dara menyerahkan ponsel tadi ke pada si laki-laki. Cowok itu mengenakan almet Osis Mawija sedangkan si gadis hanya mengenakan hoddie putih polos. Dara dengan tanpa sengaja melihat bordiran nama di sisi almet.

"Terima kasih." Cowok itu tersenyum.

Arion Derlangga.

Mungkin ini bukan kali pertamanya bertemu, tetapi pertemuan pertamanya tidak terlalu jelas karena saat itu jaraknya sangat jauh. Kali ini, sedekat ini Dara dapat melihat dengan jelas seorang Arion.

Entah mengapa tiba-tiba jantungnya berdenyut tidak normal.

Clandestine (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang