9. sembilan

66 16 78
                                    

"Eh, masa? Gue tadi liat kaya ada orang di dalem ...."

Dara belum selesai bicara dan tiba tiba ada suara benda jatuh dari dalam kamar mandi. Atensi Dara dan Vinda kini teralihkan pada pintu kamar mandi yang tertutup.

Tak selang beberapa lama, lengkingan suara mulai merasuk menerobos gendang telinga bersamaan dengan terbukanya pintu kamar mandi serta badan Kila yang keluar.

"Aaa! Tikus! Anjirt, bisa-bisanya ada tikus di kamar mandi?!" Kila berteriak, buru-buru keluar dari kamar mandi. Wajahnya sesaat menjadi pucat pasi.

Tikus. Hewan menjijikkan, Kila sangat takut dengan hewan berbulu lebat itu. Bukan takut, sih. Geli lebih tepatnya. Pernah sekali waktu bersekolah di SD, dia pernah melihat tikus got yang berukuran besar.

Besok paginya Kila tidak berangkat sekolah karena takut berjumpa dengan tikus kembali. Begitu takutnya Kila dengan tikus sampai-sampai satu kelas menjenguk Kila karena dikira sakit. Padahal aslinya tidak.

Dara dan Vinda mendelik ke arah Kila. Asalkan Kila tahu, Dara dan Vinda sudah mempertaruhkan kesehatan jantung dan juga gendang telinya gara-gara teriakan Kila tadi.

"Cuman tikus, jangan teriak kayak gitu dong! Kalo gue jantungan gimana?!"

Kila ngos-ngosan. "Cuman? Ini tikus, Vin. Lo gak tahu ya? Tikus tuh hewan paling iwh sedunia!"

Daripada mendengarkan pertengkaran Vinda dan Kila, Dara lebih memilih untuk menilik kamar mandi dengan hati-hati. Dara juga geli tikus, kan.

Dara mendorong pintu kamar mandi dengan perlahan, kepalanya ia condongkan ke dalam. Matanya meneliti setiap inci dari ruangan itu. Karena dirasa tidak ada dan dia belum yakin, akhirnya gadis itu masuk untuk memeriksanya lebih teliti.

Setalah menelitinya dengan seksama, Dara berteriak. "Udah gak ada, Kil!"

Dara keluar kamar mandi, mengeringkan kakinya menggunakan keset yang ada di depan pintu.

"Tikusnya udah kabur, kali aja takut sama teriakan lo tadi, Kil," ujar Vinda yang langsung mendapatkan pelototan dari mata yang bersangkutan.

Kila melempar handuk yang semula tersampir di lengan sebelah kiri ke wajah Vinda. "Sialan, lo!"

Vinda menyingkap handuk di kepalanya. "Handuknya gue sita!"

"Heh! Sini kembaliin, gue mau pake apa nanti!"

Vinda berlari, mengindari Kila yang hendak menarik handuknya. Dan bermulailah drama tarik-menarik handuk, diselingi teriakan-teriakan berisik.

Padahal hari masih menunjukkan pukul 07.00, tetapi temannya itu sudah berulah.
Dara menyambar headset dari nakas. Lalu menyumbatnya pada kedua telinganya. Berharap suara merdu kedua temannya tidak akan lolos ke dalam telinga.

Delta
Nanti tunggu gue di perpus

.

Setelah selesai menepelkan nomor-nomor peserta ujian, serta menata meja dan kursi serta keperluan ujian besok, Arion bergegas menuju perpustakaan.

Kaki jenjangnya mulai menapaki jalanan berpaving. Matanya menyipit saat seorang gadis berjalan melewatinya ke arah gedung belakang. Mau apa dia?

Arion berseru, "Hei!"

Gadis itu berbalik. Gadis itu bukannya yang tadi pagi? Yang dituduh Avena mencuri ponselnya.

"Eh, lo. Ngapain ke gedung belakang?" tanya Arion.

"Loh? Ini ke gedung belakang, ya? Gue gak tahu," jawabnya sambil menggaruk rambutnya yang tidak gatal.

"Lo anak baru?" Rasanya aneh, jika anak Mawija tidak tahu di mana letak gedung-gedung di sana, padahal kan dulu sudah MPLS.

Gadis itu mengagguk.

"Lo---" Arion bingung ingin memanggil siapa, namanya saja Arion tidak tahu.

"Dara."

"Oke. Dara, lo mau ke mana? Nanti gue bantu."

"Ke perpustakaan. Gue lupa jalannya," jawab Dara. Dia benar-benar lupa. Padahal beberapa hari yang lalu, dia pernah datang ke sana.

"Kebetulan sama. Ya udah, ayo bareng aja." Arion mengajak Dara. Yang kemudian diangguki oleh lawan bicaranya. Mereka berjalan berdampingan menuju perpustakaan.

Tidak butuh waktu lama. Mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Arion bergerak masuk ke dalam perpustakaan diikuti Dara di belakangnya.

Arion memang seorang yang easy going. Tidak mengherankan dirinya begitu mudah akrab dengan Dara, padahal baru saja bertemu.

Arion memilih-milih buku, Dara mengamatinya dari samping. Jika dikira Arion mencari buku pelajaran, kalian salah. Ternyata cowok itu mencari novel-novel fantasi.

Fakta yang baru Dara ketahui.

Karena sadar diperhatikan, Arion menoleh. Dara jadi gelagapan.

"Lo mau cari buku apa?" Arion bertanya guna memecah keheningan.

"Gue gak nyari buku, lagi nungguin Delta."

Arion mengerutkan kening, apakah dia tidak salah dengar?

"Ngapain?"

Dara belum menjawab. Namun, Arion sadar kalau dia terlalu terkesan Kepo. "Apa pun itu, hati-hati, ya."

.

Avena menunggu Nafta dari pangkal tangga. Dia tidak ingin mencampuri urusan pribadi sahabatnya itu. Bukan dia tidak peduli, tetapi Nafta terlalu tertutup, bahkan kepadanya yang dibilang sudah cukup dekat.

Avena sebenarnya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Nafta. Namun, Nafta lebih memilih untuk memendamnya sendiri, apa boleh buat.

Avena tidak akan menanyakan privasi Nafta, karena setiap orang punya privasi sendiri, kan?

Avena akan menunggu, sampai sahabatnya itu akan menceritakan semuanya. Kapan pun itu.

Sembari menunggu, dia memainkan ponselnya untuk menghilangkan bosan. Avena membuka akun sosial media miliknya. Banyak sekali postingan yang sudah ia kirimkan.

Begitu banyak pula like dan komen di sana. Lebih banyak diantaranya memuji dirinya. Namun, ada beberapa akun yang menghujat Avena tidak ambil pusing soal itu.

Kini Avena membuka Dm. Ada beberapa yang baru saja mengiriminya pesan.

ghs.tw_
Pergi ke gudang belakang jam 9.
Jgn smpe telat, klo rahasia lo mau aman.

Avena mengepalkan tangan. Sebenarnya siapa pemilik akun itu. Belakangan ini akun itu gencar mengiriminya pesan-pesan menyebalkan. Tentang rahasia inilah, itulah. Memangnya benar akun itu punya rahasianya? Jika benar, mungkin hidupnya tidak akan baik-baik saja.

Lalu sebenarnya apa? Apa yang akan dia minta dari Avena?

Clandestine (revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang