"Pak, mohon maaf. Saya izin pulang duluan karena kakak saya lamaran malam ini."
Dinata, Victor, dan Lia mengalihkan tatapan pada Doni yang membereskan laptop dan beberapa buku referensi untuk di masukkan ke dalam tas.
"Ya, silahkan. Besok lagi kalau kalian ada acara keluarga silahkan izin penuh, tidak perlu datang jika ada acara penting seperti itu. Saya memaklumi, keluarga kalian juga penting."
Doni tersenyum canggung. "Baik, Pak. Saya sebenarnya ingin izin. Tapi orangtua saya memaksa untuk tetap mengikuti bimbingan walau hanya sebentar."
Victor mengangguk paham. Semua orangtua ingin segera anaknya di wisuda. Selain tidak buang uang, juga waktu bagaimanpun tetap lebih baik dipergunakan untuk mencari pengalaman bekerja lebih luas. "Ya sudah. Semangat orangtuamu memang harus ditanamkan juga dalam diri kamu, Don."
Doni menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Baik, Pak." Lalu berpamitan pada ketiganya sebelum melenggang pergi.
Tersisa dua mahasiswi cantik dan dosen tampan di ruang tamu kediaman Victor. Sang istri yang mendengar seseorang berpamitan, akhirnya mencari tahu. Berjalan ke arah ruang tamu dengan apron yang masih setia terikat di perutnya.
"Siapa yang pulang, Mas."
Victor menolehkan pandangan pada asal suara. "Itu si Doni pulang duluan ada acara keluarga."
"Oh. . . padahal udah masak banyak, sebentar lagi waktunya makan malam."
"Ngga masalah, sayang. Kan masih ada Lia dan Dina, ya, kan?" Victor beralih pada kedua mahasiswi bimbingan skripsi yang tengah memandanginya dengan tatapan penasaran. "Selesai mengerjakan revisi kalian berdua sekalian mengisi perut di sini saja. Istri saya sudah terlanjur memasak untuk kalian."
"M-maaf, Pak. Tapi saya ada janji dengan kakak saya makan bersama." Lia mengutarakannya dengan perasaan sungkan karena secara tidak langsung ia baru saja menolak ajakan makan bersama oleh sang pembimbing. Tapi apa boleh buat? "Kami sudah lama tidak bertemu, jadi mumpung kakak saya bisa pulang satu hari maka kesempatan itu tidak mungkin saya lewatkan."
"Ya sudah, nggak apa-apa kok, Mbak. Silahkan dilanjutkan, saya kok malah mengganggu waktu kalian," kata Eliana, istri Victor sambil berlalu.
Selesai dengan tatanan meja makan, Eliana mendudukkan diri di kursi. Bertopang dagu sembari melihat sang suami dan dua anak bimbingnya. Pria tampan itu sudah menjadi miliknya, seluruh hati dan perhatian yang ditorehkan dalam memorinya takkan pernah pupus. Hal paling indah dalam hidup sepertinya ada pada Victor, sang belahan jiwa yang menerima banyak kekurangan dari dirinya. Serta sosok yang begitu tabah menerima fakta bahwa Eliana wanita mandul.
Victor pernah menyarankan untuk mengadopsi anak. Namun sang istri enggan melakukannya karena ia ingin darah daging dari hasil mereka berdua. Tentu saja hal itu menjadi pertanyaan besar bagi Victor yang merasa aneh dengan kalimat sang istri.
"Aku butuh anak kandung, Mas. Bukan anak angkat."
"Bagaimana caranya?" Victor mendengus. "Jangan mengada-ngada, Eliana." Ia tentu tidak perlu memperjelas karena wanita itu bisa sakit hati. Ia tidak ingin istrinya bersedih. "Lagipula, selama kita bersama tanpa ada sosok anak, kita tetap bahagia."
"Aku butuh pewaris, Mas!"
Victor mengusap wajahnya kasar. Jangan sampai ia turut emosi jika terus-terusan berdiri. "Anak adopsi juga bisa kau warisi, sayang. . ." ucapnya sembari mendudukkan diri di pinggir ranjang.
"Secara hukum, anak angkat hanya mendapat 10% dari warisan. Saat kita telah tiada nanti, anak kandungmu menerima seluruh warisan keluargaku, Mas. Pewaris sah!"
"Aku tidak mengerti maksudmu." Victor berdiri dan melangkah keluar kamar lalu mengambil kunci mobil. "Jefry mengajakku bertemu, aku pamit."
Victor memandang Eliana yang tengah berdiri di teras rumah megah mereka dengan jari tertaut. Sejak saat itu, ia mengerti bahwa sang istri memiliki rencana terselubung.
.
.
.
👇Pencet bintangnya! jangan pelit kalean!
KAMU SEDANG MEMBACA
Enggan
FanfictionDinata menyesali keengganannya untuk menolak permintaan Eliana. Ia tidak berpikir secara matang kala menandatangani surat persetujuan yang disodorkan malam itu. Dinata lengah untuk menyadari kehidupannya dipertaruhkan, begitu pula masa depannya yang...