"Krist."
Pria yang tengah duduk dengan wajah tak tenang itu menoleh saat namanya disebut. Dia berdiri untuk menyambut seorang pria paruh baya yang masih menuruni tangga dan berjalan ke arahnya.
"Apa kau sudah menghubungi semua teman Ziya?" Arya bertanya. Dia menatap Krist penuh harap dan siap mendengar kabar baik tentang putrinya.
"Mereka bilang tidak ada, Om. Bahkan teman dekat Ziya bilang mereka tidak mendapat kabar dari Zi sudah sekitar dua hari."
"Astaga, anak itu." Arya mendudukkan tubuhnya di atas sofa. Dia sangat khawatir pada putrinya, bahkan semalam dirinya pingsan saat mencari Ziya. Beruntung, Krist sudah bisa mengendarai mobil, jadi semalam Krist yang membawa Arya pulang.
"Apa kau yakin sudah menghubungi semua teman Ziya, Krist?" Arya bertanya memastikan.
"Sudah, Om."
"Semuanya, Krist?" Arya memastikan lagi. Nada bicaranya cukup tinggi membuat Krist kembali berpikir.
"Sud—"
"Om bilang semuanya. Teman sekelas, teman ekstrakukikuler, teman SMP, mau perempuan ataupun laki-laki, terserah. Yang terpenting, apa kau benar-benar sudah menghubungi mereka?" Arya terlihat sangat marah melihat Krist yang terlihat ragu untuk menjawab pertanyaannya.
"Jangan menjawab pertanyaan Om. Cepat hubungi mereka, semuanya, tanpa terkecuali!"
"Baik, Om." Krist langsung beranjak pergi. Dia kembali memeriksa ponselnya dan memastikan sudah menghubungi semua teman Ziya dan temannya di sekolah.
Ting ....
Notifikasi pesan masuk berbunyi setelah Krist memakai helm. Satria, itu nama yang tertera paling atas di laman pesan.
"Bangsat!"
Krist mengumpat setelah membaca pesan dari temannya. Secepat kilat dia menjalankan motornya dan melesat begitu saja.
Satria
Semalem gue liat Ziya sama Juan, Bro. Di apartemen tempat gue tinggal. Gue liat Ziya pingsan, Juan gendong dia.◕◕◕
Seorang gadis cantik tampak tengah tertidur dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya. Matanya sedikit bengkak karena semalaman menangis, wajahnya pun terlihat sedikit pucat dengan sebuah kompres di keningnya.
"Siapa yang kau sembunyikan di dalam, hah?!" Samar-samar suara bising itu terdengar.
"Apa pedulimu! Tidak ada urusan apapun denganmu!"
Suara ribut-ribut di luar sana terdengar semakin jelas dan mengusiknya. Mata itu ingin tahu siapa yang membuat keributan, tapi sangat berat walau hanya untuk di buka saja. Membuatnya tetap terlelap meski suara bising itu sudah semakin nyata di telinganya.
Bruukk ....
Sampai suara pintu dibanting itu terdengar sangat nyaring, barulah Ziya terbangun dan langsung menengok ke arah pintu.
"Oh, jadi ini yang kau sembunyikan." Seorang pria paruh baya menatapnya di ambang pintu, dia berkacak pinggang. "Kau mau jadi seorang bajingan seperti itu, hah!" sentaknya setelah membalikkan badan.
"Juan," lirih Ziya. Dia menatap Juan yang berdiri bersama pria itu.
"Keluar dari sini!" Juan menarik lengan pria itu dengan kasar. Mata tajamnya sangat nyata, tapi tak kalah tajam pula dengan tatapan si pria berjas hitam.
"Siapa gadis itu? Kenapa dia—"
"Bukan urusanmu!" sentak Juan dengan tajam. Membuat Ziya yang mendengarnya membualatkan mata dan merutuki Juan yang sudah berlaku tidak sopan pada orang tua.
KAMU SEDANG MEMBACA
MISSING
Teen Fiction"Aku cuma mau ngerasain bahagia kayak Kak Ziya. Apa nggak boleh?" Kalimat yang sudah tidak asing bagi Ziya ini keluar dari mulut adiknya. Adik perempuan satu-satunya yang beberapa bulan lalu datang dan tiba-tiba tinggal bersama mereka. "Kak Zi, aku...