³⁶. tigapuluh enam

12.3K 2.4K 1K
                                    

Akhirnya bisa update hehe:")

1k komen, next??

Jangan lupa vote sebelum membaca 🌻

~𝙝𝙖𝙥𝙥𝙮 𝙧𝙚𝙖𝙙𝙞𝙣𝙜~




Di pagi weekend biasanya Hana membantu Mama membuat kue atau membuat makanan ringan untuk mereka santap saat menonton bersama. Siangnya dia mengajari Riki belajar atau mengerjakan tugas, setelah itu mengurusi bunga-bunga Bitna di taman. Biasanya yang Hana lakukan hanya begitu. Berbeda dari hari ini.

Gadis berambut panjang itu sekarang sedang duduk di teras rumah, menunggu kedatangan Jay dengan sorotnya yang cerah. Terdapat paperbag di genggamannya, ada yoghurt yang ia buat semalam, juga sandwich dan beberapa camilan yang dia buat tadi pagi.

Tidak butuh waktu lama sosok yang Hana tunggu tiba. Mengayuh sepeda seperti yang Hana pinta. Wajahnya datar seperti biasa namun terkesan lucu apalagi saat dia menghentikan sepeda di depan gerbang kemudian menoleh pada Hana. Dia tidak mengatakan apapun namun sorot matanya menyiratkan 'ayo'.

Dengan langkah ringan Hana menghampiri cowok itu. "Telat lima menit," ucap Hana setiba di hadapan Jay.

"Sepedanya lumayan macet, gue benerin bentar." Jay harus menyipitkan mata melihat Hana karena sinar matahari semakin terik.

"Macet?" Hana menelisik sepeda berwarna hitam yang Jay naiki itu, masih terlihat baru.

"Iya. Punya gue dulu." Jay mengambil alih paperbag, meletakkan di stang sepeda lalu menarik pergelangan tangan Hana duduk di kursi belakang. Setelah melingkarkan kedua lengan Hana di pinggangnya, Jay mengayuh sepedanya menyusuri kompleks perumahan yang sepi.

Senyum Hana mengembang, aroma tubuh Jay dapat ia hirup dengan leluasa. Aroma yang belakangan ini sangat dia sukai. Semilir angin juga menyentuh kulitnya menambah suasana lebih menenangkan.

"Kenapa nyuruh gue bawa sepeda?" Jay membuka percakapan, terik matahari sedikit membuatnya berkeringat namun tidak membuatnya kesulitan mengayuh.

"Pengen dibonceng sama lo. Gue gak mau naik motor. Jadinya sepeda aja."

Jay mengulum senyum, sesekali menoleh ke belakang untuk menatap Hana walau akhirnya Hana menyuruhnya fokus mengayuh sebelum hilang kendali.

"Ngurus apa aja semalem sampe gak bisa sekolah?" tanya Hana, melirik wajah Jay dari samping yang sekarang berpeluh keringat.

"Setiap pertemuan besar pasti ada beberapa hal yang harus diurus. Salah satunya perusahaan. Gue dikenalin ke beberapa kerabat yang derajatnya sama kayak Oma."

"Oh, ya? Terus gimana?"

"Cuma pertemuan biasa, ngebahas keunggulan perusahaan masing-masing."

Hana terdiam sejenak. "Lo udah paham urusan begitu?"

"Gue udah dituntut belajar perusahaan sejak SD. Jadi, udah terbiasa."

Hembusan angin menerbangkan rambut keduanya, Hana tidak menyahut ucapan terakhir Jay yang pasti cowok itu sudah mengalami kesulitan di usia kanak-kanak. Tidak hanya kekurangannya tapi situasi pasti menekan perasaannya sampai sekarang. Hana tidak bisa membayangkan betapa sulitnya menjadi Jay.

Jay menepikan sepedanya di sebelah pohon rindang. Hana lebih dulu berdiri, memperhatikan pemandangan sungai berair jernih yang menampakkan puluhan ikan berenang. Tidak ada siapa pun di tempat itu, hanya mereka.

"Keluarga lo suka sama gue, gak?" Tiba-tiba Hana bertanya.

"Maksudnya?" Alis Jay berkerut. Dia turun, mengambil paperbag tadi.

Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang