⁰⁴. empat

34.8K 3.9K 286
                                    

Jangan lupa vote ya buat yang nunggu <3




Hana mengernyitkan alis membaca sederet pesan itu. Jangan-jangan....

Cowok tadi siang?

Tapi, bagaimana mungkin? Mengapa dia mencoba mengisengi Hana?

Apa mungkin karena dia tahu kelemahan Hana? Dia ingin memanfaatkan keadaan dengan cara mengancam?

"HANAA!!" teriak Bitna lagi, dari lantai bawah. "BURUAN TURUN!"

Daripada memikirkan hal yang memusingkan kepala, Hana meletakkan ponselnya ke kasur, keluar dari kamar.

Selama menuruni tangga, terdengar suara tawa Bitna yang cekikikan, kecurigaan mendatangi Hana tentang Mamanya itu. Dengan langkah ragu dia mendekati dapur.

"Iya, Ra. Kamu tuh masih inget aja barang kesukaan aku."

"Masih inget jelas, kok. Aku nggak pernah lupa sama mantan terindah James, haha."

"Hahaha, kamu nih bisa aja."

"Ma?" panggil Hana, menginterupsi kedua Ibu yang awet muda itu.

"Anak gadis aku, ya ampun, sini nak." Bitna rempong menghampiri Hana, mengusap rambut dan wajahnya penuh kasih sayang. Dia membawa Hana ke hadapan Aera. "Kenalin, ini Tante Aera, temen Mama sama Papa waktu muda dulu."

Tersenyum kikuk, Hana memperkenalkan diri. "Hana, Tante."

Kedua sudut bibir Aera terlengkung membentuk bulan sabit, tangannya terjulur mengusap kepala Hana. "Cantik banget. Papanya Jay nggak salah pilih orang. Tunggu 5 tahun lagi ya, sayang."

"Nah, bener itu! Kamu beruntung dapetin Hana, putri aku."

Hana tidak mengerti kedua Ibu itu membicarakan apa, dia hanya tersenyum sebagai rasa hormat tanpa mencoba memahami apa yang sedang mereka bahas. Karena obrolan mereka masih berlanjut, sepertinya tidak jadi masalah jika ia makan duluan.

"Makan, Ma, Tante," katanya sambil tersenyum manis.

"Eh iya silakan, sayang," jawab Aera.

Hana menyendokkan beberapa centong nasi ke piring, mengambil lauk kemudian menyantap makanannya.

Tak sengaja dia mendengar perbincangan kedua ibu itu, tentang mereka yang tinggal di satu kompleks yang sama tapi tidak pernah tahu satu sama lain. Hingga berujung ke percakapan yang membuat Hana menghentikan kunyahan.

"Kamu punya temen yang baru melahirkan nggak, Na?" Aera bertanya kepada Bitna.

"Baru melahirkan? Kenapa, Ra?"

"Eum, sebenernya aku lagi butuhin asi."

"Asi? Untuk apa?"

"Untuk anak aku."

"Anak kamu? Kamu punya anak lagi?" Alis Bitna menyatu.

Aera tertawa kikuk, malah menjawab. "Kalau kamu punya, bisa kabarin aku, ya?"

"Hana punya, Tante." Refleks Hana berceletuk. Sedetik kemudian dia melotot dan memukul bibirnya sendiri yang asal nyelonong bicara.

"Kamu punya?"

Karena sudah terlanjur, Hana pasrah. "Iya, Tante. Temen Hana baru melahirkan beberapa minggu lalu."

"Beneran?" Dia mengembangkan senyum.

Anggukan menjadi jawaban. "Kalau Tante butuh banget, nanti langsung Hana sampein ke dia, besok pagi Hana anter ke rumah Tante."

"Makasih banyak, Hana." Dia menggenggam tangan Hana erat, tersenyum lebar.

"Bukan apa-apa kok, Tan." Hana melanjutkan kegiatan makan. Dalam hati dia berpikir bahwa asi miliknya akan diminum seorang bayi menggemaskan.

Asi memang dapat disumbangkan karena tidak semua ibu hamil dapat mengeluarkannya, semalam dia baru membacanya di google. Niatnya dia ingin menyumbangkan ke bidan di dekat rumahnya. Tapi sepertinya dia menemukan seseorang yang sedang membutuhkannya.

°°°

"Bukan gini cara pengerjaannya." Hana menggarut kepala belakangnya yang tak gatal, pusing melihat deretan jawaban asal di kertas.

Seorang cowok berusia 16 tahun itu menggedikkan bahu acuh, lanjut memainkan ponsel.

"Ulang jawabannya, Riki! Udah berapa kali Kakak ajarin tapi masih tetep salah."

"Cape ah, Kak. Bilangin aja ke Mama kalau Riki nilainya bagus."

Hari ini adalah weekend, biasanya di hari weekend Hana meluangkan waktu mengajari tetangga satunya ini belajar matematika. Atas perintah sang Mama. Tapi satu pun yang dia ajarin, tidak ada yang masuk ke dalam otak Riki.

"Kamu bisanya main game doang, kapan seriusnya, sih?"

"Pas janji suci pernikahan dong, Kak. Kalau di situ Riki bakalan serius pake banget."

Baru saja Hana bersiap marah, teriakan Mamanya dari halaman rumah menggema. "HANA!! TANTE AERA DATENG NIH NYARIIN KAMU!"

Dahinya bergelombang.

"Siapa tuh? Camer, ya?"

"Camer." Sontak Hana menoyor kepalanya. "Kerjain ulang! Kakak balik jawabannya harus bener semua." Dia berjalan menaiki tangga, mengambil berbotol-botol asi dari dalam laci, memasukkan ke dalam paperbag lalu melangkahkan kaki keluar rumah. Mendapati Aera dan Bitna mengobrol di kursi teras.

"Kok Tante dateng? Baru aja Hana mau ke rumah."

"Nggak papa, kok. Lagian Tante yang butuh, masa kamu yang dateng?"

"Rencananya Hana mau ke toko buku, sekalian mampir ke rumah. Tapi Tante udah ke sini duluan."

Aera tersenyum. "Nggak masalah. Lagian anak Tante rewel banget, kelaperan, dianya nggak bisa makan apapun."

"Oh, ya? Usianya berapa bulan, Tan?" Hana menyodorkan paperbag di genggamannya.

Anehnya Aera tidak menjawab, menerima paperbag itu sambil tertawa canggung lalu menyerahkan beberapa lembar uang. Hana ingin menolak, tapi teringat bahwa dia mengatakan asi itu punya temannya, akan aneh jika dia bilang tak perlu membayar. Alhasil dia menerima uang itu penuh kekikukan.

"Kalau gitu Tante pulang dulu ya, sayang. Bilangin ke temen kamu Tante berterima kasih banget." Dia tersenyum sambil mengusap pipi Hana lembut. Lalu beralih menatap Bitna. "Aku pulang ya, Na. Makasih banyak."

"Sama-sama, hati-hati di jalan ya, Ra. Jangan sampe nginjek semut."

"Haha, bisa aja kamu."

Aera menghilang dari pandangan, pada saat itu Bitna mencolek pundak Hana. "Baru beberapa menit loh kamu bicara ke Aera semalem, udah keliatan akrab aja."


°°°

Vote juseyo✓

Ayo vote, hargain dong🌃


Breastfeeding Prince✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang