Hai, selamat datang!
Kalian yang ke sini, habis selesai baca MUNAJAT. Absen dulu, heh! Main masuk nyelonong aja. Nggak sopan tau sama tuan rumah. 😂
Dan yang ke sini jalur mandiri. Semoga betah ya bacanya, Kak!
Selamat Menikmati!Happy Reading Gaes (!) 😉
_______________________
__________________________Kepada: Qatrun Nada (Vokalis Band Al Qana'ah)
Prihal: Undangan Acara PHBI UIN Sunan Ampel Surabaya
Muhsin melipat secarik kertas undangan itu lagi. Memasukkannya ke dalam saku baju. Menyisir poni rambutnya dengan jemari. Mengambil secarik kertas yang tadi. Membukanya lagi, mengamati nama yang tertulis di undangan. Terus terulang konstan beberapa kali. Seolah banyak keraguan tersirat di guratan wajah lelaki berumur dua puluh tiga tahun itu.
Ahsan tak sengaja melirik aktivitas Muhsin. Jahil menghampiri saudaranya yang berdiri dekat dandang raksasa berisi nasi yang sudah mengepulkan asap tanda tanak dan bertanya, "Opo iku (Apa itu)?" Muhsin buru-buru memasukkan secarik kertas tadi ke saku bajunya lagi. Menggeleng. Membuat benteng pertahanan agar kakak kembarnya tidak semakin kepo. "List daftar utangmu?" Ahsan menelisik, tapi gagal karena kedatangan mbak-mbak santriwati yang mulai datang untuk piket mengambil jatah makan dengan membawa wadah-wadah.
Muhsin yang kebagian mengambilkan nasi dalam dandang raksasa untuk diisi ke wadah-wadah itu agar bisa dibawa ke kamar. Sejak dulu, kegiatan tiga kembar Ahsan, Ihsan, Muhsin itu yang mencegah santri putri dan santri putra berbaur di dapur pondok. Ahsan yang kebagian menuangkan sayur dan Ihsan yang menghitung jumlah lauk.
Mereka bertiga adalah pahlawan pembela perut kelaparan para santri. Tiga orang bujang yang selalu bantu memasak Ibu Koki Dapur Pondok dan mengantar jatah makanan ke depan pondok putri untuk dibawa masuk, sementara santri putra lebih gampang, mereka tinggal pergi ke dapur pondok membawa piring masing-masing. Tugas Ihsan adalah memastikan tidak ada yang curang mengambil dua lauk atau jatah makan pondok akan kurang. Ahsan yang bertugas mencuci peralatan dapur kotor setelah selesai membantu Muhsin mengangkut wadah berat berisi nasi ke depan pondok putri. Muhsin yang mengantarkan wadah lauk sisanya yang ringan.
Ada mbak-mbak santriwati sendiri yang akan mengangkut ke dalam. Mana boleh lelaki masuk ke pondok putri. Aduh, nanti kaget soalnya bisa lihat pemandangan surgawi. Para santriwati yang tidak pakai kerudung, indah menggerai atau menguncir rambut mereka. Ada juga yang lebih ekstrem, jemuran daleman berupa bra atau celana dalam yang digantungkan suka-suka, pokok ada sesuatu yang berpotensi jadi centelan, di situ pasti ada dua barang keramat tersebut.
Seseorang berkerudung pink sedang berdiri memastikan jatah makanan setiap kamar diambil. Gadis yang amat jelita dengan jubah berwarna merah maroon. Seolah punya kendali atas semua aktivitas. Benar, dia memang ketua pondok putri. Selalu bantu mengawasi jalannya kegiatan ambil jatah makanan ini tiap pagi.
"Mbak Nada?" Panggil Muhsin membuat sosok itu menoleh lantas tersenyum. Dua gigi kelincinya terlihat. Kemudian mendekat karena tahu suara Muhsin agak lirih.
"Eh? Iya, Kang? Jatah lauknya kurang lagi hari ini?" Wajahnya bersih lagi menyenangkan jika dilihat. Cantik khas gadis jawa pada umumnya, tegas, dan penuh wibawa. Gadis itu juga suka berbicara dengan Kang Muhsin. Siapa yang tidak suka, Akang satu ini jarang sekali bicara jika dibandingkan dengan dua saudara kembarnya. Dan tentu saja keduanya suka sekali menggoda Nada, tapi Muhsin berbeda. Bicara hanya bila benar-benar penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐃𝐚𝐩𝐮𝐫 𝐏𝐨𝐧𝐝𝐨𝐤 ✔
Short Story𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐇𝐨𝐫𝐨𝐫 ______________________ Hanya kumpulan cerita pendek tentang kehidupan tiga anak bujang kembar kesayangan Abi Hasan dan Umi Fatma. Ahmad Ahsan Al Muzayyin (AHSAN), si orang nyebelin yang banyak tingkah nyeleneh. Ih...