Hai, ketemu lagi sama cerita Kang Ahsan. Aya make sudut pandang dia. Hehe, biar lebih ngena aja perasaannya.
Happy Reading Gaes (!) 😉
____________________
________________________~Ahsan
"Selama janur kuning belum melengkung, masih boleh ditikung, Kak!" Ihsan mengatakan itu dengan semangat membara, mengorek fakta diriku yang menyedihkan. Enteng sekali melontarkan kata 'menikung' seolah semuanya mudah saja dilakukan.
Kami bertiga seperti biasa, ngopi di warung kopi Kang Rizal malam ini. Membahas hal-hal yang sepatutnya dibicaran para bujang di warung kopi. Hidup, gadis, dan masalah pribadi. Apalagi teman bicaraku adalah Ihsan, saudara kembarku sendiri.
Muhsin sedang libur kerja di kafe milik Pak Bram. Jadilah adik kami memainkan gitarnya bersama bapak-bapak di pojokan ruangan sana. Muhsin selalu begitu, piawai memetik dawai demi dawai alat musik yang satu itu hingga tercipta alunan melodi yang tak asing di gendang telinga kami masing-masing. Dia punya kecerdasan di bidang musik, aku dan Ihsan sangat yakin.
Aku mengabaikan ocehan Ihsan dan fokus memperhatikan Muhsin bermain gitar. Lebih menyenangkan mendengarkan lagu itu daripada nasehat-nasehat unfaedah Ihsan. Coba dia di posisiku, pasti merasakan dilema ini juga. Dia sendiri bahkan hampir menyerah melamar Lail di saat-saat terakhir. Mark, Juan, dan Devan yang cerita. Mereka mengintip usaha Ihsan melamar Lail dulu. Jahil memang, tapi lucu saja bila jadi saksi hidup momen berharga itu.
Ah, melamar. Aku sudah berniat menutup bab-bab tentang cintaku pada Anya, menyerah pada takdir. Biarlah Allah yang mengatur baiknya bagaimana.
Aku pamit pada Ihsan, sudah jam tujuh malam dan jadwalku narik taksi malam ini.
Jalan raya Kota Pahlawan sedang ramai, beberapa kendaraan pekerja kantor yang pulang memenuhi tiap jengkal aspal. Di pinggir jalan, beberapa orang merokok sambil nongkrong di warung-warung. Kami bertiga tidak ada yang merokok, karena Abi sendiri tidak merokok. Jadi, siapa yang akan mengajari kami jadi perokok? Haha.
Aku merapatkan mobilku ke bahu jalan. Mengecek aplikasi. Satu notifikasi, baiklah waktunya meluncur. Penumpangku yang satu ini wanita cantik. Oh, ASTAGHFIRULLAH. Pakaiannya minim sekali. Aku terus mengindari kontak dengan wanita di belakangku. Ada juga yang betah berpakaian seperti itu di malam yang begitu dingin.
Wanita dengan gaun merah pendek dan belahan dada menyembul berani itu turun di sebuah hotel ketika aku selesai menyebutkan harga argo taksinya. Dia membayar dengan uang cash dan waktunya aku pergi. Seperti biasa. Namun, yang membuatku tak mampu menginjak gas adalah sebab kedua netraku secara sadar melihat sosok orang yang ditemui wanita tadi di depan hotel. Mereka berpelukan begitu mesra, seolah sepasang kekasih. Aku memang tidak terlalu pintar, tapi untuk sekedar mengingat muka orang yang ditunjukkan Anya di fotonya, aku cukup mampu. Apalagi dia orang yang akan bertunangan dengan Anya. Dan tentu saja, pacar Anya selama dua tahun belakangan.
Astaghfirullah, urusan ini menekanku. Apa aku harus bilang pada Anya? Aku tak mungkin diam saja membiarkan Anya bertunangan dengan pria sebrengsek itu. Dia berselingkuh di belakang tunangannya dengan wanita murahan. Aku bahkan tak perlu berbaik sangka, menebak kalau wanita itu saudara atau bibinya. Mana ada saudara berciuman bibir dan saling peluk seperti tadi, MENJIJIKKAN!
Sepanjang perjalanan pulang, hanya satu yang terus kupikirkan dan itu Anya. Hanya Anya. Bagaimana memberitahunya kalau tunangannya itu pria brengsek! Dia menyewa l*nte di hotel. Ya ampuuun. Pening sekali kepalaku. Bahkan aku tak mampu menjawab dengan benar tiap orang-orang bertanya.
Malam ini, aku tak bisa tidur nyenyak.
***
"Mas Ahsan bohong!"Itu yang dikatakan Anya ketika aku mengajaknya bertemu di sebuah rumah makan berdua. Menelan ketir, membeberkan fakta menyakitkan. Wajahnya sedih. Benar-benar kecewa padaku, seolah berkata, tega sekali mengatakan hal buruk tentang tunangannya. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Itu yang bisa terus kukatakan untuk meyakinkan Anya. Dia tetap tidak percaya. Sampai seseorang masuk ke dalam rumah makan tempat kami duduk.
Bagus sekali. Terima kasih banyak, Ya Allah. Engkau sendiri yang menunjukkan kebenaran ini ke mata Anya. Lelaki itu kembali menggandeng wanita l*nte-nya untuk makan di sini juga. Aku meminta Anya menunduk. Menyembunyikan eksistensi kami berdua supaya tidak ketahuan. Aku tak sengaja melihat mata Anya berkaca-kaca memergoki tunangannya begitu mesra dengan wanita lain yang ... aduh, dengan pakaian kurang kain tersebut. Ya ampun, aku bahkan tak berselera memandang wanita semurah itu mengumbar auratnya untuk dipamerkan ke lelaki lain. Mau disentuh-sentuh, diajak ke hotel, dan dijamah tanpa dinikahi.
Aku hampir menyentuh pergelangan tangan Anya. Menghentikannya meransek mendekat ke lelaki berengsek yang ia sebut tunangan.
Anya sangat marah. Melempar cincin tunangan mereka ke muka pria yang juga bos di kantornya. "Aku akan bilang ke Kak Rolvie. Kerja samanya dibatalkan saja. BRENGSEK!" Akhirnya Anya sadar sifat asli lelaki itu.
Wanita l*nte yang ada di sebelahnya bertanya-tanya, kenapa ada yang melemparkan cincin ke pacarnya, terus Mencari jawaban. Malang, ia malah dibentak oleh mantan tunangan Anya. Saat lewat, kupandangi lelaki itu sinis, sepuas yang kubisa. Berani-benarinya dia mengecewakan gadis sebaik Anya demi l*nte ini.
Aku mengejar langkah Anya yang terus berlari, mengabaikan apapun di sekitarnya. Ya ampun! Ada truk barang dengan kecepatan tinggi melaju di depannya.
"ANYAAAAA!" Aku berlari dan berteriak sekecang yang kubisa. Memeluk Anya yang justru seolah mematikan semua fungsi indranya. Kami berhasil lolos dari maut. Dia sekarang ada di pelukanku. Menangis. Tak tahu bagaimana ceritanya, Anya justru tak mau berdiri. Aku membiarkan dia menangis sepuas yang ia bisa. Beberapa pejalan kaki memandangi kami, bahkan ibu-ibu penjual es yang bertanya apakah ada yang terluka atau tidak.
Aku menggeleng. Kami baik-baik saja. Mungkin ada, tapi bukan luka fisik. Satu-satunya yang terluka mungkin hati Anya. Yah, mereka berdua memang pacaran bertahun-tahun. Alasan itulah yang membuatku hanya berani menjaga hubunganku dan Anya sebatas teman saja.
Aku sekarang lega, Anya bebas dari lelaki brengsek itu.
Dan waktuku mengambil langkah lebih berani.
__________________________
______________________Sampai jumpa di EPILOG!
Nanti akan Aya tunjukan cast tokoh trio akang kembar dan pasangan mereka, eheheheh~
Nggak biasanya Aya nyari cast buat tokoh ceritaku. Tapi, semoga kalian nggak kecewa yah.
See ya! Jangan lupa tinggalin vote dan komen❤

KAMU SEDANG MEMBACA
𝐏𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐃𝐚𝐩𝐮𝐫 𝐏𝐨𝐧𝐝𝐨𝐤 ✔
Storie brevi𝐁𝐮𝐤𝐚𝐧 𝐂𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚 𝐇𝐨𝐫𝐨𝐫 ______________________ Hanya kumpulan cerita pendek tentang kehidupan tiga anak bujang kembar kesayangan Abi Hasan dan Umi Fatma. Ahmad Ahsan Al Muzayyin (AHSAN), si orang nyebelin yang banyak tingkah nyeleneh. Ih...