6. Tidur Seranjang

6.3K 288 29
                                    


“Bibik bisa ceritakan kepada saya, ada apa ini sebenarnya?” tanya Angkasa pada Bik Susi yang tengah duduk melantai sambil memilin ujung bajunya karena gugup. Rumi duduk di seberang Angkasa dengan wajah menunduk malu. suatu kecerobohannya karena tidak mengunci pintu, sehingga Angkasa tanpa sengaja melihat tubuhnya yang hanya memakai bra saja.

“Begini, Tuan, tadi siang ada Non Tiara, katanya Kakak dari Non Rumi. Kata Mbak Tiara mulai hari ini Mbak Rumi tinggal di sini karena sudah sah menjadi istri Tuan. Maaf, Tuan, karena saya pun diperlihatkan foto ijab qabul di rumah sakit kemarin, saya jadi mempersilakan Non Rumi untuk menempati kamar Tuan. Mana saya berani membiarkan majikan saya tidur di kamar tamu,” terang Bik Susi mencoba menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. 

Angkasa hanya bisa menghela napas berat sambil memijat pelipisnya. Tidak mungkin juga dia meminta Rumi untuk pindah ke kamar tamu malam ini. apalagi di depan Bik Susi. Angkasa tidak ingin Bik Susi tahu bahwa pernikahan ini adalah pernikahan yang aneh baginya.

“Pa, apa saya pulang saja? saya bisa naik taksi online,” tanya Rumi dengan wajah masih menunduk, tetapi tubuhnya sudah berdiri dari duduk dan bersiap kembali ke kamar.

“Tidak, bukan seperti itu. Gak papa kamu tidur di kamar,” sahut Angkasa dengan perasaan tidak enak hati.

“Tuan, mohon maaf, kamar tamu sedang bocor. Apa boleh besok saya panggil tukang?” sontak Angkasa menoleh pada Bik Susi dengan wajah pias. Baru saja ia akan menggunakan kamar tamu mala mini, tetapi malah tengah bocor. Hujan pun sudah turun dengan derasnya, sehingga ia tidak punya pilihan lain selain untuk tidur bersama Rumi. Matanya tidak terlalu jelas melihat jalanan saat hujan deras apalagi waktu malam seperti ini. Jika ingin kembali ke rumah sakit, tenaganya sepertinya sudah tidak sanggup. Beberapa hari bergadang, membuat Angkasa amat kelelahan.

“Ya sudah, Bik, besok panggil saja tukang. Ayo, Rumi kita istirahat.” Angkasa bangun dari duduknya, lalu berjalan terlebih dahulu masuk ke dalam kamar. Disusul Rumi yang berjalan bagaikan siput. Bik Susi hanya bisa menggelengkan kepala sambil mengulum senyum. 

“Jika Tuhan sudah berkehendak, yang tidak mungkin menjadi mungkin. Yang lamar anaknya, malah nikahnya sama bapaknya,” gumam Bik Susi sambil berjalan ke dapur. Sebelum mematikan lampu dapur, Bik Susi sekali lagi menoleh ke atas. Rumi masih berada di anak tangga dengan wajah merah antara malu dan juga takut.

“Majikan saya gak ada yang galak, Nyonya. Gak papa, masuk aja. Hujan ini, pas banget untuk pengantin baru,” sindir Bik Susi membuat wajah Rumi semakin bak kepiting rebus. Rumi mempercepat langkah, lalu berhenti sejenak di depan pintu.

Tok! Tok! 

“Masuk saja, Rumi,” ujar Angkasa dari dalam kamar. Dengan tangan gemetar, Rumi menekan knop pintu, lalu mendorong pintu kamar agar terbuka. Wanita itu bernapas dengan lega, saat melihat lampu kamar sudah mati dan hanya menyisakan lampu tidur saja. Suaminya juga sudah berbaring menghadap tembok, memunggungi dirinya.

Rumi masuk, lalu menutup pintu. Ia kembali berjalan bagaikan siput untuk naik ke atas tempat tidur besar nan empuk milik Angsaka. Setelah merasa kepalanya berada di atas bantal dengan nyaman, Rumi pun menutup mata. Sejujurnya ia pun teramat lelah sepekan ini karena persiapan pernikahannya. Oh, tidak! Tiga hari lagi pestanya dan ia hampir saja melupakan hal itu.

“Mengenai pesta pernikahan yang tinggal tiga hari lagi, kita tetap akan melangsungkannya. Masalah ke depannya nanti seperti apa, yang penting kita jalani saja dulu. Tidak apa-apa’kan?” kata Angkasa dengan suara parau karena menahan kantuk.

“Baik, Pa,” jawab Rumi singkat. Wanita itu tidak tahu harus berkata apa lagi pada lelaki yang sudah ia aggap sebagai orang tuanya ini, tetapi tiba-tiba harus menjadi suaminya dan tengah satu tempat tidur dengannya.

“Selama kita menikah, saya akan tetap menjalankan tugas dan kewajiban saya sebagai suami. Saya harap kamu pun sama. Kamu paham’kan?” 

“Maksudnya, Pa?” tanya Rumi dengan wajah mendadak tegang.

“Akan sangat berdosa jika saya mengabaikan nafkah lahir dan batin kamu. Mungkin untuk di awal saya akan memberikan waktu pada kita untuk beradaptasi, namun selanjutnya saya harap kamu siap jika saya meminta hak saya. Saya pria dewasa dan sudah lama menduda. Kamu paham’kan?”

Bersambung

Ha ha ha ... orang tua mesum minta jatah 🤣🤣🤣

Apakah Rumi akan memberikannya? Baca versi lengkap ke-uwuan, gemes, kesel, semua jadi satu ada di ebook google play store ya. Jangan lupa screenshoot bukti bayar kalian ke nomor WA 088223846747 karena ada give away spesial untuk pembaca yang beruntung.


DILAMAR ANAKNYA. DINIKAHI AYAHNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang