9. Ulah Pengantin Baru

5.9K 279 30
                                    

"Pa, boleh saya cium tangan ibu sambung saya?" tanya Bari dengan begitu formal pada Angkasa.

"Boleh saja, tetapi jangan gunakan perasaanmu," sela Bulan tegas membuat semua mata memandangnya.

Wajah Angkasa mendadak membeku begitu pun Rumi. Suasana meja makan yang harusnya hangat, mendadak begini hening dan mencekam. Bari mengambil tangan Rumi, lalu mencium punggung tangan wanita itu dengan begitu hikmat.

Rumi gemetar dan bergetar. Tidak bisa ia membohongi hatinya, bahwa hanya Bari yang mampu membuat seluruh saraf di tubuhnya melemah seketika. Bagaikan baru saja tersengat listrik bertegangan tinggi. Bari mencium punggung tangan Rumi bukan dengan hidungnya, melainkan dengan bibirnya. Angkasa tak bisa berbuat banyak, selain memijat pelipisnya yang mendadak sangat sakit.

"Rumi, ambilkan Angkasa nasi dan ikan. Angkasa suka sekali ikan. Emak rasa kamu tahu itu," titah Bulan mencairkan suasana yang masih saja mencekam.

"Baik, Mak," jawab Rumi patuh. Namun sungguh sayang, Rumi tidak bisa menyembunyikan rasa gemetarnya saat punggung tangannya dicium Bari tadi, sehingga piring yang ada di atas tangannya ikut bergetar.

"Duduklah, biar saya saja yang ambil," kata Angkasa lagi dengan begitu dewasa. Rumi tidak ingin memaksa daripada ia membuat insiden yang lain lagi. Ia memberikan piring masih kosong pada Angkasa, lalu suaminya pun mengisi piring dengan nasi dan juga lauk pauk.

"Rumi suka banyak kuah, Pa," seru Bari yang duduk di seberang mereka. Bulan dan suaminya; Xander memutar bola mata malas sambil menggelengkan kepala.

"Bari, Opa mau bicara nanti ya. Kamu sepertinya sudah benar-benar sehat," ujar Xander sambil menatap tajam cucunya. Angkasa mengulum senyum, begitulah kedua orang tuanya yang selalu membelanya dalam suasana apapun. Walau dirinya sudah sangat dewasa, tetap saja bagi mereka, Angkasa yang dulu dan yang sekarang adalah sama.

"Ini, makanlah." Di luar prediksi, Angkasa malah menyodorkan sendok yang berisi nasi dengan kuah yang banyak ke depan mulut Rumi. Dengan wajah malu-malu Rumi membuka mulutnya dan menerima suapan dari Angkasa. Semua anggota keluarga berseru dan bertepuk tangan.

Rumi dan Angkasa makan dalam diam dalam satu sendok yang sama. Jika yang melakukan semua ini adalah Bari, tentu saja rasanya berbeda dan sangat manis, tetapi karena yang melakukannya adalah lelaki yang seharusnya menjadi calon mertuanya, Rumi berusaha menelan nasi dengan sangat berat, karena merasa sangat sungkan dengan semua saudara yang menjadikannya pusat perhatian.

"Angkasa, setelah ini baiklah ke kamar. Jangan berlama-lama di sini," kata Bulan lagi sambil melirik Bari. Angkasa mengangguk patuh, lalu ia pun memberikan minum untuk Rumi setelah nasi di dalam piring habis.

"Dad, Emak, saya naik dulu ya," kata Angkasa sambil berdiri dari duduknya. Suara siulan menggoda dan riuh tepuk tangan ramai mengantar kepergian Angkasa dan juga Rumi yang keluar dari ruangan makan.

Keduanya masih saling mengunci mulut, hingga masuk ke dalam kamar yang sudah dihias sangatlah cantik dan romantis. Kelopak bunga mawar berserakan di atas tempat tidur super besar dan sangat mewah. Rumi masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih dan mengganti baju dress-nya dengan piyama yang lebih nyaman.

Matanya melotot menatap lemari kecil berkaca yang ada di dalam kamar mandi. Piyamanya tidak ada di sana, padahal sebelum turun makan sore tadi, ia sudah menaruhnya di dalam lemari. Rumi mengambil sehelai kain satin warna merah menyala yang amat sangat kekurangan bahan. Wanita itu bergidik ngeri. Sejak kapan lingeri super seksi seperti ini ada dalam kamar mandinya?

Rumi memutuskan keluar dari kamar mandi, lalu berjalan cepat menuju lemari. Wanita itu membuka lebar pintu lemari dan semakin terkejut saat melihat isi di dalamnya. Tidak ada baju lain selain lingeri dan bikini super seksi. Tidak mungkin yang melakukan ini adalah Angkasa. Lalu siapa yang sengaja mengerjainya seperti ini?

"Pa, ada yang masuk ke dalam kamar kita ya?" tanya Rumi pada suaminya. Angkasa yang tengah menatap ponsel, menoleh dengan kening berkerut.

"Sepertinya tidak. Kunci kamar ada pada saya sejak tadi," jawab Angkasa tidak paham. Pria dewasa itu turun dari ranjang, lalu mendekat ke arah lemari.

"Ya ampun, kenapa bajunya seperti ini semua?" gumam Angkasa dengan wajah sudah sangat merah.

"Saya tidak usah ganti baju deh, pakai baju ini saja gak papa," ujar Rumi, lalu berjalan meninggalkan Angkasa yang masih berdiri mematung di depan lemari. Lelaki itu tengah mengingat siapa pelaku dari semua ini dan ia yakin emak terbaiknya yang sudah melakukannya.

Angkasa pun berjalan kembali menuju ranjang, lalu ikut berbaring di sebelah Rumi yang sudah menutup mata.

"Kita tidak ada adegan pengantin baru ya, Rum?" tanya Angkasa sambil menahan tawa. Walau ia mendengar, tetapi Rumi enggan menyahut. Rasanya sangat aneh harus bermalam pengantin bersama Angkasa.

Pria itu tersenyum hangat, lalu berbalik badan memunggungi Rumi. Ia pun sangat lelah dan mengantuk, sehingga tidur adalah pilihan paling tepat untuk melepas lelah.

Rumi yang tidak terbiasa tidur dengan dress, hanya bisa bolak-balik di atas ranjang dengan gelisah. Sudah pukul dua belas malam ia belum bisa menutup mata karena baju yang ia pakai sungguh tak nyaman. Memainkan tali guling seperti kebiasaannya pun sudah tak terhitung berapa lama sudah ia lakukan, tetap saja matanya tidak mau terpejam.

Setelah memastikan Angkasa pulas, Rumi pun tidak punya pilihan lain, selain  mengganti baju dress dengan baju tidur seksi yang ada di kamar mandi. Baju dengan dada rendah dan penampakan leher jenjang, serta bagian ketiak yang terbuka lebar, sangat terpaksa ia pakai agar bisa tidur dengan nyaman.

Rumi naik ke atas tempat tidur dengan perlahan menggunakan dengkulnya, namun sayang, lingeri yang ia kenakan, malah tersangkut di dengkul kanannya, sehingga tubuh Rumi limbung dan jatuh tepat di dada Angkasa yang tengah tertidur telentang.

Bugh!

"Aw!" Angkasa membuka mata dengan terkejut, lalu melihat ke arah dadanya.

"Rumi, ada apa?" tanya Angkasa masih setengah tak sadar. Wanita itu bangun dari posisinya tanpa berani melihat ke arah Angkasa, namun lagi-lagi kakinya tersangkut, kali ini tersangkut tali guling yang tadi ia mainkan.

Bugh!

Rumi kembali terhempas di atas tempat tidur dengan sebelah tali sphagetti yang meluncur turun dari sebelah pundaknya.

"Kyaa!" pekik Rumi sangat malu saat Angkasa sudah benar-benar sadar dan menatap dadanya yang setengah terbuka.

****
_Bersambung_

Apakah bab 10 mereka akan benar-benar malam pertama ? Ha ha ha .... Nampaknya Angkasa akan selalu beruntung🤣🤣

Baca aja langsung versi ebooknya di google play store ya

Baca aja langsung versi ebooknya di google play store ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DILAMAR ANAKNYA. DINIKAHI AYAHNYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang