3 - Sebuah Awal yang Baru

35 3 0
                                    

𝓚𝓪𝓵𝓪𝓾 𝓻𝓲𝓷𝓭𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓼𝓮𝓫𝓾𝓪𝓱 𝓭𝓸𝓼𝓪, 𝓪𝓴𝓾 𝓼𝓾𝓭𝓪𝓱 𝓫𝓮𝓻𝓪𝓭𝓪 𝓭𝓲 𝓷𝓮𝓻𝓪𝓴𝓪.

________

____

__


Sangat elegan dan indah. Itu yang pertama kali muncul di benakku saat melihat pintu masuk sebuah butik.

"Ini adalah satu-satunya butik di kota, milik sahabatku." Ernest tiba-tiba bicara, membuatku melirik.

Saat melihatnya, aku tidak bisa menahan senyum. Bukan karena apa, tapi sekarang dia sedang menyamar. Pakaiannya berganti dari yang berwibawa sebagai putra jenderal, menjadi seperti pelawak di panggung opera. Aku bahkan tidak khawatir jika ada yang menangkap kami, karena itu tidak mungkin terjadi. Dia sungguh tersamarkan.

"Aku menyamar seperti ini demi dirimu, tahu? Berhenti mengejek." Aku tertangkap basah lagi olehnya.

Ya, dia menyamar karena diriku. Aku bukan orang penting di sini. Aku hanyalah orang dari masa depan yang tidak memiliki peran di masa lalu. Bayangkan jika orang-orang melihat putra jenderal berdampingan denganku. Seorang perempuan yang tidak jelas asal-usulnya.

Pasti akan ada gosip-gosip yang nantinya sampai ke telinga para bangsawan. Kalau sampai ayah Ernest tahu, diriku pasti akan diincar. Apalagi mengingat bahwa Ernest ingin dijodohkan. Mana mungkin mereka membiarkan Ernest berinteraksi dengan perempuan lain selain calon istrinya?

Aku menghela napas dan mengangguk. "Baiklah, baiklah. Demi diriku."

"Kurasa posisiku saat ini lebih rendah dari pelayan. Mereka setidaknya memiliki peran. Sementara aku tidak seharusnya berada di sini." Ucapku lagi, dengan memasang ekspresi pasrah.

Kurasakan Ernest menatapku, seakan sedang berpikir harus merespon apa. Aku pikir dia akan diam saja dan tidak menjawab apapun untuk membuatku merasa lebih baik. Tapi aku salah.

Dia menggeleng sambil tersenyum. "Bagiku tidak seperti itu. Bagiku, kau memiliki peran besar dan kau penyelamatku."

Jawaban yang sebenarnya sudah kuduga, sih. Aku pasti berperan penting bagi Ernest, karena sang peramal mengatakan bahwa aku adalah jalan keluarnya.

"Kalau ternyata aku tak bisa menggagalkan perjodohanmu, bagaimana? Apa aku tetap berperan besar bagimu?" Sambil menatapnya, kumainkan kuku jari dengan gugup. Menunggu kira-kira respon apa yang akan dia berikan kali ini.

Jantungku berdegup ketika senyum Ernest memudar. Apakah ini rasanya kecewa?

Padahal aku tahu betul, kalau Ernest tidak tahu asal-usul diriku, dia pasti masih memperlakukanku seperti pelayan. Mengusirku dengan kasar dan tidak peduli.

Baginya, aku hanya sekedar jalan keluar.

Aku mengalihkan pandangan darinya. Sudah tidak berharap lagi.

Ernest melangkah mendekati pintu. Tapi sebelum membukanya, dia menoleh ke belakang dan menatapku. "Jika kau gagal, aku akan tetap bersyukur karena takdir mempertemukan kita."

Senyum tulusnya terpancar lagi. Membuatku membatu di tempat, sementara dia sudah membuka pintu.

Sadar akan diriku yang masih diam, dia memanggil. "Ana?"

Aku yang salah tingkah langsung mendongak. "Y-ya?"

"Ayo masuk."

Ku anggukan kepala dengan cepat dan menyusul di belakangnya.


________

____

__


"Selamat da--- oh. Kau." Seorang lelaki dengan pakaian elegannya sedang menghias sebuah manekin, menyambut kami. Sepertinya dia sahabat Ernest, dilihat dari bagaimana dia mengenal Ernest yang sedang menyamar.

To: 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang