5 - Rencana

32 3 0
                                    

𝓚𝓪𝓾 𝓪𝓭𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓪𝓴𝓱𝓲𝓻 𝓭𝓪𝓻𝓲 𝓼𝓮𝓵𝓾𝓻𝓾𝓱 𝓴𝓲𝓼𝓪𝓱𝓴𝓾, 𝓼𝓮𝓶𝓮𝓷𝓽𝓪𝓻𝓪 𝓪𝓴𝓾 𝓱𝓪𝓷𝔂𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓼𝓪𝓵𝓪𝓱 𝓼𝓪𝓽𝓾 𝓫𝓪𝓫 𝓭𝓪𝓵𝓪𝓶 𝓴𝓲𝓼𝓪𝓱𝓶𝓾.

________

____

__



Situasi apa lagi ini. Bukankah beberapa menit yang lalu aku masih damai mengurus gaun di butik?

Aku memang menunggu Ernest menjemputku, sih. Tapi yang aku maksud adalah datang sendiri dengan menyamar. Kenapa dia malah datang sebagai putra jenderal, beserta empat penjaga dan Royah? 

Iya, Royah. Sang putri.

Aku dan Noir menyambut mereka, lalu melempar tatapan kepada satu sama lain. Merasa heran dengan kedatangan yang tiba-tiba ini. Sedangkan Putri Royah dengan wajah kagumnya melihat gaun-gaun di sini. Sama seperti reaksiku di awal tadi. 

"Noir! Aku tidak tahu kau pemilik butik seindah ini!" Seru Putri Royah dengan wajah cerahnya. Sementara aku tetap tersenyum di samping Noir, memasang ekspresi palsu. Padahal aslinya aku sangat ketakutan, tahu?

Bagaimana kalau mereka datang untuk menghukumku? Jangan-jangan Ernest berkhianat. Dia memberitahu sang kaisar tentang asal-usulku, dan aku akan dibunuh karena bukan warga asli negara ini.

AKU BELUM MAU MATI.

Apalagi melihat empat penjaga yang berada di belakang mereka. Jangan-jangan penjaga itu yang akan memenggal leherku nanti? Mati aku. Seharusnya dari tadi aku kabur saja ke tempat sang peramal itu. Memaksanya untuk mengirimku pulang ke tahun 2021.

Aku sadar dari lamunan ketika Noir tiba-tiba menyenggol lenganku. Ternyata pandangan Putri Royah sudah tertuju padaku. 

Noir melirik diriku yang hanya tersenyum kikuk dan tidak tahu harus bagaimana. Jadi dia menyelamatkanku. "Putri Royah, perkenalkan ini Ana. Dia satu-satunya pegawaiku di butik ini."

Putri Royah yang mendengar itu sedikit terkejut. Lalu pandangannya kembali kepadaku. "Noir yang kukenal tidak mudah mempercayai orang. Kau pasti berbeda." Senyumnya mengembang. Berbeda? Ya, tuan putri. Aku manusia yang harusnya berada di masa depan, bukan di sini.

"Sepertinya dia agak pendiam, ya." Putri Royah menambahkan. Mungkin karena aku hanya tersenyum dan tidak mengatakan apa-apa. Yah, pernyataan itu tidak salah juga sih. Aku jarang bicara kecuali diperlukan.

Tiba-tiba Ernest bersuara. "Bagaimana kalau ktia bicara sambil duduk? Berdiri di ambang pintu bukanlah tempat yang baik."

Sang putri dan Noir mengangguk, lalu berjalan ke arah ruang tamu butik. Sementara aku di belakang mengikuti mereka, dengan Ernest di sampingku. Dia kemudian menahan tanganku. Tentu saja aku menoleh.

"Bagaimana harimu di sini?" Dia berbisik.

Mendengar itu aku tersenyum. "Tidak buruk. Noir mengajarkanku banyak hal." Aku kembali berbisik menjawabnya.

Ernest mengangguk-angguk. Kami pun kembali berjarak saat menginjak ruang tamu. Sang putri tentunya tidak boleh melihat kami dekat. Bisa-bisa muncul pertanyaan yang sangat tidak mungkin untuk dijawab.

Aku duduk di samping Noir dan Ernest duduk di samping sang putri. Ya Tuhan, ini terasa seperti pertemuan keluarga. Hal yang sangat kubenci sejak kecil. 

"Apa yang membawa kalian kesini?" Kalimat itu tertuju kepada Ernest dan Putri Royah, dari Noir.

Putri Royah menjawab, sementara Ernest yang duduk di hadapanku malah menatapku. Bikin khawatir saja. Apa benar aku akan dipenggal?

Namun jawaban Putri Royah membuatku bernapas lega. "Untuk mempersiapkan pernikahan kami."

Fiuh. Mereka datang bukan untuk memenggal kepalaku. Baiklah, berarti aku hanya overthinking. Tidak mungkin juga Ernest berkhianat, dia kan membutuhkanku sebagai jalan keluar.

Kuperhatikan lagi Ernest yang sekarang masih menatapku. Aku pun menaikkan alis, seakan bertanya ada apa. Namun dia malah tersenyum, lalu kembali menatap Putri Royah yang sedang menjelaskan tema pernikahan. Aneh. 

Apa dia merencanakan sesuatu? Huh, lagi-lagi aku overthinking. Hentikan!

"Ernest bercerita sedikit tentang pegawaimu, Ana. Dia bilang dia ingin pakaian pernikahan kami dirancang oleh Ana." Kalimat dari Putri Royah membuat mata sayuku melotot. 

AKU?!
MERANCANG PAKAIAN?
APA ERNEST SUDAH GILA?

Terdorong oleh perasaan, aku spontan menjawab. "Maaf Putri Royah, bukankah acara penting seperti ini sebaiknya diurus oleh orang yang terpercaya?"

Sang putri menoleh ke arahku. "Akhirnya aku mendengar suaramu." 

Dia melanjutkan, "Kau benar, memang sebaiknya diurus oleh orang terpercaya. Dan orang itu adalah kau, Ana. Ernest percaya kepadamu, jadi aku pun begitu." 

Meskipun dia tersenyum, tapi aku justru jantungan. Apa-apaan ini, aku tidak terpercaya sama sekali untuk merancang busana pernikahan! Memang sih aku suka menggambar desain pakaian di kamar saat waktu luang. 

Tapi itu hanya untuk mengisi waktu luang! Aku sama sekali tidak berpengalaman untuk terjun langsung.

"Betul. Ditambah dengan Noir. Mereka akan menghasilkan busana yang luar biasa." Ernest tersenyum, tapi aku mengerutkan dahi kepadanya. Aku rasa dia sedang menyusun sebuah rencana.

Aku yakin seratus persen.

Semoga saja bukan rencana menaruh hal aneh ke dalam gaun sang putri. Karena itu pasti akan membatalkan acara pernikahan.

Dan tentunya akan mengeliminasi nyawaku.



__

____

________

To: 1920Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang