🌳6| Salah Pintu!🌳

891 122 5
                                    

[°Happy Reading°]


Malam ini Harsa merenung di sofa ruang tengah. Dia terus memikirkan Vino. Nana tadi sudah menjelaskan tentang Nono yang pindah ke rumah yang sangat jauh dan meninggalkannya. Bohong jika ia tak sedih. Vino teman sebangku nya, bagaimana ia tidak sedih ditinggalkan teman sebangku yang sudah ia anggap kakak sendiri? Memang baru beberapa minggu mereka kenal, tapi Harsa rasa Vino punya sikap ke abangan seperti Bang Malik.

Dia juga marah karena Vino pergi tiba-tiba tanpa berpamitan. Tapi kata Nana, Vino berangkatnya juga mendadak. Ia menggeram kesal, ingin marah tapi pada siapa.

"Oy, Gembul!"

Sebuah bantal sofa mendarat di wajahnya. Oke, mungkin sasaran kemarahannya akan ia luapkan pada sang Abang.

Kepalanya cepat menoleh ke arah suara, "MALIKA!!!" teriaknya kesal.

Dia langsung bangkit dan mengejar Malik yang sudah ngacir duluan ke arah kamar. Sedikit lagi kerah pakaiannya Harsa dapatkan, namun—

BRAK

"AW!!" Jemarinya terjepit, sontak dia berteriak kesakitan dan langsung menangis histeris, "HUAA!! SAKIT!!"

Dengan terburu-buru Malik berbalik arah berjongkok menghampiri Harsa, meniup-niup jari sang adik yang terjepit pintu. Ulahnya yang malah ingin menutup pintu padahal tangan Harsa tepat akan meraihnya.

"Asa, maafin Abang," ujar Malik penuh sesal.

"Abang tangan Asa sakit, hiks ..."

Tubuh Harsa yang tadinya terduduk di lantai langsung melayang saat sang Ayah datang langsung menggendongnya. Raut wajah khawatir Joan begitu ketara, pria itu ikut melihat bengkaknya jemari sang putra.

"Udah Panda jampi-jampi, nanti nggak sakit lagi kok." Masih dengan menimang sang putra bungsu, Joan membawa dua anaknya itu masuk ke dalam kamar.

"Asa mau Manda..." lirih si kecil mengeratkan pelukannya pada leher sang Ayah.

"Manda kan masih sakit. Asa bobonya sama Panda, ya? Manda tadi udah tidur sama Grandmama." Bujukannya membuahkan hasil, Harsa mengangguk dan menurut.

Malik menunduk dalam. Merasa bersalah karena dia yang menutup pintu terlalu kencang, "Maafin abang ya Panda, Asa jadi sakit ulah abang." akunya.

"It's Okay, Abang. Tapi lain kali kalau main kejar-kejaran gak boleh langsung tutup pintu. Apalagi kalau di belakang masih ada orang yang lagi lari juga. Mengerti, jagoan?"

Ucapan menenangkan sang Ayah membuat Malik mendongkak dan tersenyum, "Eum, abang ngerti, Panda."

Harsa menghentikan tangisannya, dia menatap penuh harap Joan, "Pintunya yang salah. Nanti Panda marahin pintunya banyak-banyak, ya?"

Joan mengangguk dan merebahkan si kecil yang masih terisak lirih. Dirinya ikut terbaring di kasur lebar kedua buah hatinya, diikuti oleh Malik yang tidur di sebelah kiri Harsa.

Anak itu memeluk sang adik, "Jari Asa masih sakit?" Yang lebih muda mengangguk mengiyakan. Tangan Malik melingkar di perut sang adik, dia merapatkan tidurnya pada Harsa. "Nanti biar abang marahin pintunya."

"Eung!"

Senyuman Joan terbit saat melihat Malik mencium pipi Harsa, yang langsung dibalas oleh tabokan si bocah gembul.

"Mulut abang bau susu stroberi!"

Walau seringkali bertengkar karena masalah sepele, Malik tidak pernah benar-benar marah pada adik tersayangnya itu ataupun sebaliknya. Harsa itu gemas bila sedang kesal, ia suka melihat pipi gembul Harsa yang akan mengembung jika marah.

AMICITIA [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang