[°Happy Reading°]
❁
❁
❁"Mau ikut Mama ke supermarket nggak, No?" Kepala Lilia mengintip dari pintu kamar sang putra yang sedikit terbuka.
Vino yang saat itu tengah memindahkan pakaiannya ke dalam lemari, menggeleng tanda tak ingin ikut. Tubuhnya lelah setelah hampir seharian menghabiskan waktu dalam pesawat.
Lilia mengangguk, "Oke, kalo gitu Mama pergi sendiri. Kalau ada orang yang pencet bel, lihat dulu intercom, buat orang asing jangan dibuka kecuali itu Abuelita, Tía Julie dan Sophi. Mereka bentar lagi sampai kesini." tegasnya mengingatkan.
"But I can't speak Spanish, Mam."
Lilia tak kuasa menahan rasa gemasnya melihat raut lesu Vino yang merasa tak percaya diri. Dia menghampiri putra semata wayangnya itu, berjongkok menyamakan tingginya dengan Vino.
"They can speak Indonesian." jelas Lilia mencubit pelan pipi kanan Vino, "You often hear Mama talking on the phone with Abuelita, right?"
"Mhmm,"
"Okay, Mama harus pergi dulu. Sebentar doang, jam dua udah sampe rumah lagi." Lilia beranjak pergi menuju pintu sebelum terdengar suara Vino yang meralat perkataannya.
"Di sini bukan rumah, ini apartmen."
"Up to you, honey. Bye!"
Kemudian Lilia pergi, meninggalkan Vino yang masih membereskan semua pakaian dan mainan yang ia bawa dari rumah yang dulu.
Meletakkan mereka semua dengan rapi di tempat yang sesuai, Vino tak lupa menghidupkan diffuser agar suasana kamarnya sejuk dan wangi.
Vino memperhatikan setiap sudut kamar, rasanya ada sesuatu yang hilang. Dinding kamar yang terlalu polos, berbeda dengan kamarnya dulu yang penuh potret dirinya bersama Nana, Mom dan Dad, lalu terakhir kenangan bersama Papa.
Jadi di sini, dia akan memulai hidup baru berdua saja dengan Mama. Tanpa Papa, Nana, Daddy dan Mommy.
Suara bel menyentak lamunannya. Vino segera berlari keluar kamar, melihat layar intercom dekat pintu apartmen yang menampilkan tiga orang perempuan berbeda usia.
"Hellooo! Anybodies home??"
Suara cempreng anak remaja menyapanya, dia Sophi–anak Tìa Julie dan Tìo Edmund.
"Wait!" seru Vino menekan deretan password apartemen.
Pintu terbuka, dan pelukan Abuelita yang pertama menyambutnya.
"Oh my godness, my love! Lita miss u so much!" Lita menghujaminya dengan kecupan gemas di pipi.
Vino terkikik kegelian, "Me too, Lita." balasnya mengelus pipi keriput sang nenek.
Julie menelisik setiap sudut ruang tamu, tak menemukan adik bungsunya, "Mamamu kemana, Vin?" tanyanya pada Vino.
"Supermarket, belanja bahan-bahan buat makan siang."
Mengangguk mengiyakan, Tìa dan Lita duduk di ruang tamu, menyisakan Sophia dan Vino yang masih berdiri di depan pintu.
"Yo, brother. Kakak gak nyangka kamu udah segede gini, padahal dulu kamu masih bayi yang ngompol pas digendong Lita," ejek Sophi menertawakan dibalas Vino yang menatap tajam, "Eh tapi, dibanding kamu, aku lebih kangen Nana, sih, sebenernya. Soalnya dia lebih imut." Lanjutnya menambahkan.
"I don't f*cking care."
"HEH! cocote,"
Keduanya menyusul Lita dan Tìa, pun terus saling mengejek. Sophi itu musuh Vino dalam memperebutkan Nana. Sedari dulu mereka tak pernah akur.
![](https://img.wattpad.com/cover/287122631-288-k17859.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
AMICITIA [Revisi]
Roman pour AdolescentsAmicitia, atau bahasa Latin dari kata Persahabatan. Seperti yang kita tahu, sahabat itu berbeda dengan teman. Mungkin, artian dari sahabat yang sebernarnya adalah menerima apa adanya. Jika sedang dibutuhkan, ia selalu ada. Menemani maupun mendampin...