[4/10]

4.4K 792 61
                                    

Wanita yang tengah mengenakan blazer berwarna hitam itu berjalan tergesa-gesa masuk ke dalam mobil. Menghembuskan nafas secara kasar, kemudian mulai menancapkan gas menuju markas Bonten.

"Cuan," [Name] tertawa memandangi secarik kertas cek bertuliskan sepuluh miliar, kemudian kembali fokus dengan jalan raya kota Tokyo yang tidak terlalu padat akan lalu lalang kendaraan lain.

Berdecak sebal, kala kesenangannya terganggu oleh dering ponsel yang berada di atas dashboard. Mengambil benda pipih itu menggunakan salah satu tangannya, [Name] menatap sekilas nama yang tertera di layar. Kemudian memencet icon terima dan mendekatkan benda tersebut ke daun telinganya.

"[Name]!!" Seorang di seberang telepon memanggil dengan nada bicara tinggi. Sudah lelah dengan tingkah sang wanita yang tidak pernah tepat waktu. "Kenapa—"

*tut*

[Name] kembali menyunggingkan senyum, suasana hatinya tengah berbunga-bunga akibat baru saja mendapat keuntungan yang sangat besar tidak boleh di ganggu oleh panggilan unfaedah. "Laki-laki brengsek. Memangnya tujuan ku hidup di dunia ini hanya untukmu, huh?"

Tangan kiri nya meraih botol bir. Setelah meneguk isinya hingga tenggorokan sedikit terasa panas, [Name] langsung menambah kecepatan mobilnya. Hingga mobil miliknya seperti membelah jalanan Tokyo.

Lagi-lagi [Name] mengumpat saat ponselnya kembali berdering. Tetapi ia bersikap acuh seolah tidak pernah mendapatkan panggilan telepon dari sang bos. Toh, sekitar sepuluh menit lagi, mobilnya akan sampai di markas.

Baru selangkah setelah keluar dari mobil, tetapi [Name] langsung di sambut oleh wajah kesal Mikey. "Kenapa tidak mengangkat teleponku?"

[Name] tertawa bak anak kecil yang baru saja berbuat salah sembari menggaruk tengkuk lehernya. "Aku kebut-kebutan di jalan, sembari minum."

Mikey menggelengkan kepalanya sembari memijat pangkal hidungnya. "Sudah berapa kali ku bilang, jangan melakukan hal seperti itu lagi."

[Name] yang tidak tahu menahu justru hanya mengedikkan bahu dan berjalan mendekati Ran, Rindou, juga Koko. Padahal sosok sang suami sudah melarangnya pagi tadi. "Dimana Sanzu?" tanyanya seraya menelusuri seluruh penjuru ruangan—bermaksud mencari keberadaan pria itu.

Pertanyaan [Name] dijawab oleh seorang pria yang memiliki model rambut seperti ubur-ubur. "Sibuk dengan dunianya." Dunia yang dimaksud adalah mengeksekusi pengkhianat Bonten seraya mengkonsumsi sabu.

[Name] kembali melangkahkan kakinya menuju belakang markas Bonten—tempat biasanya Sanzu melancarkan aksinya.

Sanzu yang sadar akan kedatangan sang istri mengulurkan beberapa pil di tangan kirinya ke arah [Name], sedangkan tangan kanannya memegang pistol yang sudah diarahkan ke kepala bagian belakang para pengkhianat. "Wanna try?"

[Name] menganggukkan kepala dan langsung menelan beberapa pil yang Sanzu berikan. Kemudian mengambil pistol yang selalu ia bawa kemanapun perginya. "Let's say goodbye!" ujarnya sebelum menarik pelatuk, hingga terdengar bunyi tembakan peluru mengudara serta darah yang mulai berceceran mengotori ruangan tersebut.

Sanzu tersenyum saat melihat cara kerja wanitanya. Ia mengacak rambut [Name] secara kasar. "Good girl."

Benar-benar pasangan suami istri gila.

𝐖𝐈𝐅𝐄 » sanzuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang