Suasana di dapur begitu hening saat malam hari karena para pembantu yang bertugas di sana sudah pulang sedari tadi. Kini hanya Lisa seorang diri yang saat ini tengah berkutat membersihkan gelas yang sempat berisikan susu cokelat buatan Jisoo lima belas menit yang lalu.
Gadis berponi itu tampak termenung sesekali saat berusaha mencuci gelas hingga bersih. Dia berusaha fokus agar tak ada kejadian yang tak diinginkan terjadi.
Gelas itu kini sudah bersih seperti semula. Lisa meletakkan gelas berukuran sedang tersebut ke lemari yang terletak di atas kepalanya. Namun, gadis itu tampak mengeluarkan gelas kembali, kali ini dengan ukuran yang sedikit lebih kecil daripada sebelumnya. Dia haus, jadi dia akan mengisi gelas kecil itu dengan air putih.
“Apa kau akan menunjukkan piala itu kepada Eomma?”
“Jangan lakukan.”
“Apa kau tidak sadar, Lisa-ya?”
“Eomma tidak pernah ... menghargaimu,” lanjut gadis itu. Kedua mata Lisa mulai bergetar.
Lisa meminum air putih itu hingga tandas, lalu mengisi gelas itu dengan air putih kembali untuk kali kedua. Dia menghela napas mengingat percakapan antara dirinya dan Jisoo lima belas menit yang lalu. Hanya pertentangan kecil, tetapi cukup membuat Lisa terus memikirkan itu dalam benaknya.
“Aku tahu itu, Unnie. Tapi, mianhae aku akan tetap melakukannya,” ujar Lisa dengan mantap.
Jisoo menghela napas sejenak, “Geure, aku tidak akan memaksa.”
Lisa tahu apa yang akan dia lakukan nanti akan berakhir sama seperti sebelumnya seperti perkataan Jisoo. Yeji tidak akan menghargai usahanya, lalu kembali menghancurkan piala untuk kali kesekian.
Memang menyakitkan, tetapi tak apa. Setidaknya yang dia dilakukan hanya sebagai bentuk terima kasih kepada Yeji. Wanita itulah yang memasukkannya ke sekolah bergengsi dengan guru berkompeten. Membuat kini Lisa menjadi siswa berprestasi baik akademik maupun non-akademik.
Setidaknya dia harus menjadi anak yang berguna karena Lisa tahu, dia hanya menumpang tinggal dengan mereka karena sebuah alasan.
Perkataan Yeji yang menusuk kembali terngiang di benak gadis berponi itu.
“Buatlah dirimu jadi berguna selama kau tinggal di sini.”
“Kau sedang apa, Lisa-ya?” Lisa tersentak saat tiba-tiba Rosé bertanya. Padahal sebelumnya dia hanya seorang diri di dapur untuk minum air putih karena merasa haus. Namun, Rosé datang mengejutkannya dengan sebuah pertanyaan.
“Ya! Kau mengagetkanku, Chaeyoung-ah.” Lisa berkata dengan wajah sedikit tertekuk. Dia masih kaget dengan tingkah gadis berambut blonde itu.
“Ya! Panggil aku dengan Unnie.” Bukannya meminta maaf, Rosé malah melayangkan protes. Lisa memang lebih sering memanggilnya dengan nama saja saat berada di rumah, hanya di sekolah saja sesekali dia memanggilnya dengan Unnie, itupun jika dia tidak lupa.
Lisa mendengus kesal. “Umur kita sama,” ujarnya dengan nada kesal yang masih tersisa. “Lagi pula apa yang kau lakukan malam-malam begini? Seharusnya kau tidur.”
"Seharusnya aku yang menanyakan itu padamu." Wajah gadis berambut blonde itu juga sama tertekuk, dia mengembungkan pipi tirusnya. Hal yang sering dia lakukan.
“Aku haus.” Lisa menunjukkan gelas transparan berbahan kaca berisi air putih yang dia pegang, lalu meminumnya beberapa teguk. “Itu sebabnya aku ke sini.”
“Aku juga haus.” Tiba-tiba tangan Rosé langsung merebut gelas berisi air putih yang masih tersisa dari tangan Lisa, lalu langsung meneguk hingga tandas. “Itu juga yang membuatku datang ke sini,” ujarnya setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) You
أدب الهواة[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Bahagia itu sederhana, sesuatu yang istimewa bukan menjadi syarat utamanya. Bahagia menurut Lisa itu sangatlah sederhana. Dia tidak ingin apa-apa lagi. Kehadiran mereka sudah lebih dari kata 'cukup' baginya. Kim Jisoo...