Entah sudah berapa kali kemenangan yang selalu diraih oleh seorang Park Lisa. Untuk kesekian kalinya dia kembali mendapat piala. Tak jua merasa jengah akan kemenangannya tersebut. Menang atau kalah, Lisa tak akan mempermasalahkan itu.
Sudah banyak dia mengikuti berbagai macam mata lomba yang diikuti. Setiap itu pula Lisa selalu meraih kemenangan. Membuat nama harum sekolah tempat dia menimba ilmu. Prestasi yang dicetak Lisa terus bersinar dengan caranya sendiri, tanpa campur tangan orang lain. Kini Lisa telah menjadi seorang bintang di sekolah. Primadona yang selalu didambakan setiap orang.
“Sepertinya koleksi pialamu akan terus bertambah menyusuli piala milikku.” Lamunan Lisa buyar, tergantikan dengan kekehan karena ucapan gadis berambut blonde itu.
“Aniya, Unnie. Pialamu lebih banyak daripada piala milikku, aku bahkan merasa tidak mungkin untuk menyusulimu.” Lisa berkilah sembari mengusap piala yang baru saja dia dapat. Ucapan Rosé terlalu berlebihan.
Sebenarnya Rosé juga primadona sekolah, sama seperti Lisa. Lagi pula siapa yang tak akan kenal dengan seorang Kim Chaeyoung? Itu adalah nama aslinya. Gadis yang selalu disapa dengan nama Rosé itu selalu diidamkan oleh setiap penghuni sekolah berkat otak cerdas yang dimiliki, ketua redaksi, pandai bernyanyi disertai memiliki vokal yang unik, dan dia juga berbakat dalam berargumen. Rosé bahkan lebih bersinar daripada Lisa.
Namun, Lisa tak mempermasalahkan hal itu. Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda. Biarlah dia dan Rosé akan menjadi seorang bintang yang bersinar dengan cara mereka sendiri.
Acara pemberian hadiah kepada pemenang lomba artikel yang diadakan di sebuah kampus telah dilaksanakan dengan lancar. Mereka telah berjanji dengan kedua kakak Rosé untuk pulang bersama. Kini keduanya tengah menunggu di taman depan kampus, menikmati pemandangan beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang berlalu lalang.
“Kapan Jisoo Unnie dan Jennie Unnie datang? Ini sudah satu jam.” Lisa mulai resah setelah melihat langit kian sore. Seharusnya mereka sudah sampai di rumah sedari tadi untuk beristirahat setelah beraktivitas seharian di sekolah. Kini, mereka malah teronggok di kampus hingga sore menjelang.
“Seharusnya begitu, tapi mereka bilang tak akan lama,” ujar Rosé yang sama resahnya. Sudah beberapa kali tangannya terus mengusap wajahnya yang bercucuran oleh keringat. Setelah ini dia harus mandi. Andaikan Rosé mempunyai mobil, tak perlu untuk menunggu mereka seperti ini. Hanya saja dia belum mempunyai umur yang cukup untuk sekadar mempunyai kendaraan pribadi.
Matahari kian segera beranjak turun, bersiap-siap untuk segera meninggalkan bumi. Tak lupa untuk mengucapkan salam perpisahan melalui cahaya berwarna jingga yang tampak memukau. Sebentar lagi tugas matahari telah berakhir untuk hari ini. Kedua insan itu tampak terpesona akan keindahan yang diciptakan oleh Tuhan.
“Apakah kalian lama menunggu?” Kedua mata Rosé dan Lisa mengerjab tatkala mendengar suara seseorang yang selama ini mereka tunggu. Tampak Jennie menghampiri mereka, bersamaan dengan Jisoo yang berada di belakang dan memilih untuk menyusul gadis berpipi mandu itu.
“Ya! Kalian berdua ini lama sekali,” ujar Rosé bernada sebal, dia mengembungkan kedua pipinya yang tirus. Hal yang sering dilakukan jika gadis berambut blonde itu sedang kesal.
“Mian jika kami terlalu lama, itu karena aku menunggu Jennie yang masih mengajar di kelas.” Kali ini Jisoo yang berujar. Gadis berambut hitam itu menjitak dahi Jennie tiba-tiba. “Ya! Kau juga harus meminta maaf karena kaulah penyebabnya!”
Jennie mengusap pelan dahinya yang mulai terasa panas, disertai dengan raut wajah cemberut. “Arraseo, Unnie. Rosé-ya, Lisa-ya, mianhae. Maaf jika membuat kalian berdua terlalu lama menunggu.”
“Gwenchana, asalkan kau traktir kami terutama Lisa makan burger. Setuju?” Jennie mendengus, kemudian menganggukkan kepalanya pelan. Padahal Jennie ingin pulang, tetapi ini adalah permintaan adiknya untuk Lisa. Jika Rosé bukan adiknya, sudah pasti dia akan menolaknya mentah-mentah.
***
Sebenarnya mereka cukup jarang memakan makanan junkfood, mereka hanya makan beberapa bulan sekali saja jika ingin. Tentu saja karena tidak menyehatkan karena mengandung minyak dan lemak.
Seo Yeji sangat melarang mereka untuk makan makanan yang seperti itu. Sejak kecil mereka sudah diajarkan cara hidup yang sehat, terutama untuk makanan. Mereka sudah diajarkan mana makanan sehat yang layak dikonsumsi atau tidak. Namun, anehnya mereka malah mendatangi tempat terlarang yang sangat jarang mereka kunjungi itu.
“Apa tidak apa, Unnie? Lagi pula tidak seharusnya untuk mentraktirku,” ujar Lisa merasa tak enak hati. Jika sampai ketahuan, mereka bisa dihukum. Apalagi mengingat betapa garangnya ibu dari ketiga gadis itu.
“Ani, asalkan kita tidak sering mengkonsumsinya, tidak akan terjadi apa-apa,” jawab Rosé mencoba menenangkan gadis berambut poni itu. Lagi pula yang dikatakan Rosé memang benar, mereka cukup jarang mengkonsumsi makanan yang tidak menyehatkan itu.
Mata cokelat Lisa mulai menatap papan berisikan menu-menu yang disediakan restoran makanan cepat saji itu. Berbagai jenis makanan junkfood tersedia lengkap. Mulai dari burger, hot dog, fried chicken, dan lain-lain. Lisa menatapnya dengan tatapan tak minat, sebenarnya dia tak terlalu menyukai makanan yang seperti itu. Karena terbiasa memakan makanan yang sehat, gadis berambut poni itu jadi menyukainya. Dia beralih menatap Jisoo sejenak yang tengah asyik bermain ponsel.
“Kau ingin apa, Lisa-ya?” Tatapan Lisa beralih menatap ke arah gadis berpipi mandu itu. Jennie menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya, seolah sedang menunggu jawaban.
Lisa mengangkat bahu, “Terserah Unnie saja, aku bingung,” ujarnya dengan nada pasrah. Sedangkan Jennie terkekeh pelan, merasa lucu dengan sikap Lisa yang seperti itu. Jika merasa bingung akan sesuatu, gadis berambut poni itu memang selalu menyerahkan pilihan kepada mereka.
“Geure, aku akan membelikanmu burger, french fries, dan Cola saja, eoh?” Lisa mengangguk saja dengan pilihan Jennie. Apa pun dengan pilihan gadis berpipi mandu itu--atau Jisoo dan Chaeyoung--jika Lisa kebingungan, dia merasa tak apa. Lagi pula menu pilihan Jennie tak cukup buruk.
Sore sudah berganti menjadi malam, tetapi restoran itu menjadi kian ramai. Banyak sekali pengunjung yang datang, dari para murid sekolah seperti Rosé dan Lisa, mahasiswa seperti Jisoo dan Jennie, bahkan pekerja kantoran juga turut meramaikan restoran itu.
“Kita harus segera menghabiskan makanan ini secepatnya, hari ini Eomma akan pulang lebih awal dari lokasi syuting. Kita harus segera pulang sebelum Eomma datang.” Perkataan Jisoo membuat mereka bertiga terkejut bukan main setelah mendudukkan diri di kursi, padahal mereka bahkan belum menyentuh makanan yang baru saja dipesan sama sekali.
Gadis berambut hitam itu mulai menunjukkan ponsel mahalnya yang berisi pesan dari Yeji sebagai bukti. Di sana tertulis jika Ibu mereka akan pulang lebih awal karena hari ini adalah hari terakhir syuting yang sedang dijalaninya selama beberapa bulan ini.
“Sudah aku katakan, seharusnya kalian tidak mentraktirku,” ujar Lisa dengan nada resah. Seharusnya sepulang dari tempat menimba ilmu, keempat gadis itu sudah berada di rumah. Namun, kini mereka malah pergi ke tempat yang sangat dilarang keras oleh Yeji. Restoran cepat saji.
“Sekarang kita harus bagaimana?” Rosé juga turut merasa resah. Dia mulai panik.
Ibu mereka begitu tegas. Jika mereka melakukan kesalahan meski sedikit, hukumanlah yang akan mereka dapat. Namun, sebenarnya itu semua untuk kebaikan mereka sendiri. Yeji pasti tak ingin anaknya jatuh sakit karena melakukan hal yang tidak sehat, ataupun merasa khawatir sebab anaknya tak kunjung pulang. Meski tetap saja mereka resah jika ketahuan melakukan kesalahan.
“Lebih baik kita makan di mobil saja, eoh? Kita harus segera pulang sebelum Eomma datang.” Mereka bertiga mengangguk setuju atas usul Jisoo. Akhirnya mereka tidak jadi makan di restoran itu dan memilih memakan di mobil dalam perjalanan pulang. Setidaknya tak begitu buruk. []
Ciamis, 29 Oktober 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
With(out) You
Fiksi Penggemar[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!] Bahagia itu sederhana, sesuatu yang istimewa bukan menjadi syarat utamanya. Bahagia menurut Lisa itu sangatlah sederhana. Dia tidak ingin apa-apa lagi. Kehadiran mereka sudah lebih dari kata 'cukup' baginya. Kim Jisoo...