3. Rainy Day

327 54 8
                                    

**********



Di siang hari yang cerah ini, tiba tiba saja hujan turun saat sekolah sudah membubarkan para murid murid. Cuaca akhir akhir ini memang sering berubah ubah, padahal Raga pikir hari ini matahari akan lebih menyengat dari pada kemarin tapi ternyata malah dingin yang menyengat hari ini.

"Sial, gua gak bawa jas hujan," batin nya.

Mau tak mau Raga harus menunggu sampai hujan reda, jika ia nekat pergi pulang sekarang juga ia takut jalanan yang licin akan membuat motornya oleng, sangat berbahaya untuk membawa motor di hujan lebat ini. Lagi pula Raga tidak ingin cepat cepat pulang ke rumah, jadi lebih baik ia menunggu saja di sekolah.

"Mama, dingin," oceh anak kecil yang sedang berjalan dengan ibunya.

Sang ibu pun berjongkok dan membuka mantel putih miliknya, "Yaudah pake mantel mama dulu ya, maaf ya mama lupa bawain jaket buat kamu."

Anak kecil itu tampak senang, ia tersenyum lebar menatap ibunya, "Terima kasih mama," ucapnya sambil memeluk sang ibu.

Ibunya tampak senang dan memeluk balik anaknya. Mereka pun lanjut berjalan sampai sebuab taxi berhenti tepat disebelah mereka dan mereka berdua pun masuk kedalam.

Raga hanya terdiam dan ikut senang juga melihat interaksi ibu dan anak itu, ia menghela nafasnya lalu segera mengambil buku yang ada didalam tas sekolahnya.

Hujan lebat ini mengingatkan Raga pada kenangan yang masih membekas di memori nya. Tidak, bukan kenangan indah yang Raga ingat, melainkan kenangan menyakitkan. Tidak seharusnya Raga mengingat memori itu dan kembali larut dalam kesedihannya. Ia pun mengambil buku yang ada di tasnya sambil menunggu hujan nya segera reda.

Dan tiba tiba gadis berambut panjang datang berdiri dihadapannya. Raga tau siapa yang berada didepannya dan pasti tidak salah lagi.

"Pasti nunggu hujan reda, bener kan?" tebak Lia.

Raga tak menghiraukan nya, ia lagi lagi mengacuhkan Lia.

"Kebiasaan deh, trus aja diemin gue," Lia pun akhirnya duduk disebelah Raga, ia sempat memperhatikan sejenak sampai akhirnya buku yang dibaca Raga menarik perhatian nya.

"Jangan ganggu, gua lagi fokus baca," sahut Raga.

"Siapa yang ganggu, cuma liat gini doang," bela Lia.

"Ya itu namanya lo ganggu konsentrasi gua, emang nya gua gak ngerasa risih diliatin gitu?" ujar Raga.

Lia pun memberi ekspresi wajah datar, "Bener sih, tapi kan gue liat nya cuma secuil doang, cuma ngelirik gitu aja," balas nya.

"Secuil apa? Jelas jelas lo noleh terus deket deket, itu yang lo sebut lirik doang?" pungkas Raga yang langsung menutup bukunya.

"Yaudah iya maaf," Lia pun mengalihkan pandangannya, "Sensi banget kayak cewek lagi pms," gumam Lia.

Raga yang lanjut membaca jelas bisa mendengar suara Lia yang sangat ia kenali itu, "Makanya kalo jadi cewek jangan banyak bertingkah," cibir Raga.

"Siapa yang bertingkah?"

"Lo."

Lia menyipitkan matanya sambil menatap ke arah Raga, "Gue dari tadi diem kok."

"Jelas lo, siapa lagi?" jawab Raga.

"Ihh, nuduh-nuduh orang sembarangan, hati hati loh kualat nanti," kata Lia dengan nada mengejek.

Raga menggulirkan matanya lalu menatap ke arah Lia yang juga masih menatapnya sedari tadi, "Lo bukan Tuhan, apa yang gua bilangin juga fakta."

"Skenario Tuhan itu tak terduga, bisa aja lo yang kena. Lagian gue juga gak ngerasa banyak bertingkah jadi hati hati aja ya ntar," ucap Lia dengan nada yang seolah olah memberi bisikan di kalimat terakhir.

Kali ini Lia menang, Raga tidak bisa berkata kata lagi. Tapi tetap saja, Raga tetaplah Raga yang selalu cuek dan tidak peduli dengan apa yang dikatakan Lia.

"Baca apa sih? Serius banget kayaknya," tanya Lia, karena tadi ia tak sengaja sedikit mengintip buku yang sedang dibaca Raga.

"Bukan urusan lo," jawab Raga dengan sinis matanya.

"Gitu banget, gue kan cuma nanya," ucap Lia.

"Tetep aja, bukan urusan lo," akhirnya Raga pun langsung berdiri dan pergi meninggalkan Lia seorang diri disana. Ia berlari menuju parkiran motor untuk segera pulang, hujan memang belum sepenuhnya reda.

"Loh Raga? Raga mau kemana? Ragaa!!!!!" teriak Lia sambil berdiri melihat Raga yang pergi bergitu saja.

Lagi dan lagi, Lia harus mendapatkan perlakuan cuek dari Raga. Lia membuang nafas nya lalu menyisir kasar rambut panjang nya, ia melihat jalanan sekitar dan hujan memang sudah cukup reda tapi Lia tidak berani membawa motor dijalanan licin.

Memang susah melelehkan hati lelaki yang hatinya terbuat dari es batu yang berasal dari kutub Utara, benar benar keras, tapi Lia yakin suatu saat gunung es yang ada dihati Raga pasti akan meleleh tapi membutuhkan waktu yang lama juga menunggu hatinya luluh.

Mungkin 2 abad lagi.

JIWA RAGA & LIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang