8. Lucy and Her Feeling

270 36 2
                                    

**********



"Jadi? Papa sama mama mau dinas diluar kota? Satu bulan?"

Leonard dan Aliyah mengangguk. Tak lain dan tak bukan, mereka adalah orang tua Lia.

Lia sebenarnya tidak masalah jika orang tua nya akan dinas diluar negeri sekali pun. Yang ia permasalahan sekarang adalah, siapa yang nanti akan menjemput dan mengantarkan adiknya ke sekolah? Tidak mungkin dirinya harus mengantarkan terlebih dahulu karena masalah motornya masih belum teratasi.

"Kamu gak masalah kan? Maaf ya papa sama mama jarang ada di rumah," kata Leonard sambil memeluk sang anak.

Lia memeluk erat sang ibu, jujur saja ia sangat merindukan keharmonisan keluarga kecil mereka. Tapi setelah jabatan mereka diangkat lebih tinggi, mereka berdua jadi jarang berada dirumah.

"Aku sih gak masalah, tapi nanti yang anterin sama jemput Leo siapa? Gak mungkin aku kan?"

"Kamu nanti tinggal aja di rumah sepupunya mama."

"Ohh... Yaudah kalo gitu."

Kedua orang tuanya pun menghela nafas lega, "Kalau gitu, habis pulang langsung kemasin baju ya, kemasin juga punya Leo."

"Iya pah, ya kali anak segede dia bisa kemasin bajunya sendiri?"

Leonard pun terkekeh, "Iya-iya, papa tau. Kecuali kalau jiwanya ketuker sama kamu."

"Apa deh pah, garing banget jokesnya."

"Haha... Iya yaudah kalau gitu, makasih ya anak gadisnya papa udah besar ternyata bisa ngurusin adiknya dengan baik," puji Leonard sambil mengecup puncak kepala Lia.

"Masa Lia kecil terus? Aneh dong!"

"Kalau menurut papah sih iya, menurut mama gimana?" tanya Leonard kepada istrinya yang sedari tadi diam membisu melihat interaksi sang suami dan anaknya.

"Menurut mama juga, kamu itu princess kecil nya mama," balas Aliyah sambil mengusap pelan rambut Lia.

Jujur, Lia senang sekali jika kedua orang tuanya berada dirumah seperti ini. Rasanya deja vu, mengingat keadaan rumah yang dulu ramai sekarang menjadi sunyi senyap, hanya ada dirinya, adiknya, ART dan supir dirumah sebesar ini. Andai saja Lia bisa memutar waktu, Lia ingin kehidupannya seperti dulu lagi.

Walaupun memang sejak dulu ibunya tidak seseru ayahnya yang selalu mengajaknya becanda dan berbincang-bincang kecil. Ibunya selalu diam dan fokus ke komputer nya, sangat berambisius untuk mencapai sesuatu yang ia inginkan. Persis seperti Raga.

"Ohh iya, Leo udah tidur?"

Lamunan Lia pun buyar, ia langsung menoleh kaku ke kamar Leo dan seingatnya ini memang jam tidur adik kecilnya, "Udah kayaknya, biasanya jam segini Leo emang udah tidur."

"Ohh... Kalau papa bangunin marah gak menurut kamu?"

"Semua juga bakal marah kali pah, mana ada orang yang lagi enak tidur dibangunin malah seneng?" jelas Lia, jujur ia cukup lelah mendengar jokes bapak-bapak dari ayahnya.

"Bisa aja, kalau dibangunin karena dikasih THR pasti bakal seneng," jawab Leonard.

Kali ini Lia tertawa, walaupun kecil tapi bisa terdengar sampai sudut ruangan, "Itu mah Lia juga bakal seneng kalau dibangunin buat di kasih THR, tapi Leo pasti capek pah, mending jangan diganggu."

"Bener juga, tapi papah kangen sama Leo."

"Tidur aja sekalian di kamar Leo pah."

"Ya jangan, nanti mama tidur sama siapa?"

JIWA RAGA & LIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang