7. Happiness

257 45 3
                                    

**********



Dengan berjalan kaki, Raga berjalan masuk ke dalam rumahnya yang sepi. Motor vespa hitam yang biasa Raga pakai telah ia bawa ke bengkel, karena ia nekat menjalankan motor nya ditengah hujan lebat beberapa hari yang lalu dan mengakibatkan ban motornya bocor. Raga juga sudah biasa berjalan kaki karena jarak sekolah dan rumahnya tidak terlalu jauh.

Di seberang rumah Raga, terlihat wanita paruh baya yang sedang menjemur pakaian. Raga membuka kedua tali sepatunya dan matanya tak sengaja menangkap kedua orang yang sedang duduk di teras rumahnya.

Raga kembali berdiri dan berjalan menuju rumah bernuansa putih sederhana itu. Entah kenapa wajahnya terlihat senang melihat kedua pasangan lansia itu berada didepan matanya.

"Raga? Baru pulang sekolah?" sapa wanita paruh baya itu.

Raga berhenti lalu mencium tangan wanita itu, "Udah, Bu Dina sama Pak Fajar kapan datang kesini?"

"Tadi pagi, nak Raga udah makan?" tanya Bu Dina.

"Belum."

"Yaudah makan disini aja, kebetulan ibu udah siapin makanan buat makan siang."

Raga sekilas tersenyum lalu duduk lanjut membuka tali sepatunya, Bu Dina sendiri lanjut menjemur pakaian sembari bersenandung kecil. Siang hari ini tampak cerah, Bu Dina berharap jemurannya bisa cepat kering. Jemuran kering dengan cepat adalah hal sederhana yang membuat para ibu rumah tangga senang :).

Lelaki berjaket hitam itu langsung masuk ke dalam, suasana rumah Bu Dina tetap sama seperti saat Raga pertama kali datang ke sini. Hangat dan menenangkan, seperti hari hari biasanya bersama keluarga kecil yang sudah Raga anggap sebagai orang tuanya sendiri, Raga akan menumpang makan siang di rumah Bu Dina sebelum pergi bekerja.

Raga melangkahkan kakinya menuju dapur dan mendapati Pak Fajar yang sudah duduk di meja makan sambil melahap makanan yang tersedia di meja. Perlahan Raga berjalan mendekat pada meja makan, ia tidak mau mengganggu konsentrasi pria yang lebih tua darinya yang sedang mengunyah makanan.

"Ohh... Aw," pekik Raga, tiba-tiba.

Ternyata jari-jari kakinya terpentok kaki kursi. Raga meringis merasakan rasa aliran listrik yang menyengat di jari manis kakinya, sungguh ini lebih sakit daripada ia terjatuh dari motor.

Pak Fajar yang sedang makan pun teralihkan perhatiannya oleh remaja lelaki yang tiba-tiba memekik keras itu.

"Loh? Raga? Kenapa nak?" ujar Pak Fajar sambil memegang punggung remaja lelaki yang sedang mengurut bagian kakinya.

"Kepentok kursi tadi gak sengaja," sahut Raga.

"Kepentok bagian mananya?" tanya Pak Fajar sambil ikut berjongkok.

Raga pun menunjuk ke arah jari manis kakinya.

"Pijet aja pelan-pelan, pasti nanti gak bakal sakit lagi."

Bu Dina pun masuk membawa ember yang tadi ia gunakan untuk membawa pakaian basah. Saat hendak berjalan ke arah kamar mandi, langkahnya terhenti di dapur melihat Raga yang berjongkok dilantai sambil memegang kakinya.

"Raga kenapa? Pa, Raga kenapa?" tanya Bu Dina.

"Kakinya kepentok kursi," jawab Pak Fajar.

"Waduh, masih sakit nak? Mau ibu bantu pijitin?"

Raga menggeleng cepat, "Nggak usah bu, gak apa apa cuma kepentok doang," tolak nya.

Raga pun perlahan berdiri diikuti oleh Bu Dina dan Pak Fajar yang ikut berdiri.

JIWA RAGA & LIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang