Hari demi hari tak terasa sudah Raiden lalui di pesantren ini, Ia melaksanakan tugas dari Mamanya dengan baik. Raiden banyak berkontribusi dengan melakukan pengarahan dan selalu mengawasi proses pembangunan pesantren seperti sekarang ini, meski kini sedang memasuki jam istirahat. Raiden duduk disuatu pendopo dekat dengan lokasi pembangunan, Ia menatap bangunan yang baru tiga puluh persen jadi itu dengan seksama.
Ia berharap agar pembangunan dapat segera selesai dengan baik. Ia pun sudah sangat ingin pulang ke kota. Bukannya disini tak nyaman, hanya saja, Raiden muak dengan keberadaan Zea dan Anak kecil yang beberapa waktu lalu baru Ia temui.
"Ck, mengingat mereka berdua membuat Mood ku jelek saja. " Ujar Raiden mengusap leher belakangnya dengan kesal. Mereka berdua sudah menodai ketenangan otaknya itu.
Dasar penganggu.
Berbicara tentang kedua pengganggu itu, Raiden sudah sangat jarang melihat mereka berdua. Sepertinya Zea melakukan apa yang dikatakan olehnya, Ternyata Raiden sudah berhasil menancapkan bendera peringatan dikepala Wanita jalang itu. Dengan begitu, hari-harinya dapat Ia jalani dengan baik, Meski tetap saja Raiden harus mengawasi pergerakan Zea, takut wanita licik itu melakukan sesuatu yang merugikan dirinya. Jika hal itu terjadi, maka detik itu juga Raiden akan menghabisi Zea dan anak kecil itu.
Ditengah lamunannya, Raiden memunculkan seringai disudut bibirnya dengan tajam. Pikirannya memainkan imajinasi yang sedikit membuatnya merasakan kesenangan.
Benar, aku akan menghabisi anak itu dihadapan mu, jika Kau berani bermain-main dengan ku
Raiden akui bahwa apa yang ada Dibayangkannya itu bisa Ia jadikan salah satu rencana, jika saja terjadi penggertakan dari Zea. Entah kenapa, tapi hatinya amat sangat mengharapkan hal itu terjadi, sepertinya Raiden akan sangat menikmati menyaksikan Zea yang menangis histeris memohon ampunan kepadanya. Betapa Raiden sangat ingin melakukannya, entah kenapa rasa kebencian yang mendalam terhadap wanita itu semakin mengakar dihatinya.
Namun, jika dipikir-pikir akan lebih merepotkan bagi diri ketika hal yang dipikirkannya terwujud. Pasti akan menimbulkan masalah baru baginya. Memang Ia akan memusnahkan masalah mengenai Zea, tapi selanjutnya masalah yang lebih besar akan muncul. Mamanya akan mengamuk jika mengetahui kelakuan Raiden yang terlibat suatu kasus, Ia mengetahui karakter mamanya tersebut dengan sangat baik.
Raiden rasa Ia hanya perlu bersabar dan menikmati kenyamanan saat ini, toh tidak ada pergerakan apa pun dari Zea dan anak kecil itu. Saat ini yang perlu Raiden lakukan adalah fokus terhadap pekerjaannya saja.
Ya, pekerjaan adalah prioritas ku saat ini.
Hingga tak terasa waktu tiga minggu terlewatkan dengan damai oleh Raiden. Pembangunan kini sudah mencapai empat puluh lima persen. Ternyata para pekerja cukup baik dalam melakukan pekerjaannya, Raiden merasa sangat puas. Oleh karena itu Ia tak perlu memberikan alasan apa pun untuk menutupi permasalahan disini, toh pekerjaannya berjalan dengan sangat lancar.
Hujan sore itu mengguyur bumi dengan cukup deras, Raiden berteduh di pendopo yang berdekatan dengan lokasi pembangunan seorang diri, Ia terjebak disana ketika akan kembali ke kamarnya. Memang hari ini pekerjaan sedikit terlambat dan akhirnya baru bisa dibereskan ketika hari menuju sore.
Udara dingin menusuk pori-pori kulit nya, Raiden mengeratkan tangannya didepan dada untuk mencari kehangatan. Ia berdecak dengan kesal, apa tidak ada seorang pun yang lewat dan bisa Ia mintai tolong? Memang benar, selain dingin tempat di sekitar pendopo juga sangat sepi.
Raiden dengar dari Pak Hendra, bahwa setelah Melaksanakan ujian kemarin, biasanya para guru dan peserta didik yang mondok akan kembali ke rumahnya masing-masing. Hitung-hitung pesantren memberikan waktu liburan untuk anak-anak setelah melewati beratnya pelajaran di pesantren ini, karena tentu saja pelajarannya berbeda dengan sekolah-sekolah umum biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESILIUNT
Non-FictionRaiden yang memendam kekesalan akan kekasihnya yang ternyata telah menduakannya dengan pria lain, akhirnya menerima permintaan mamanya untuk pergi kesebuah desa terpencil untuk mengawasi pembangunan pesantren yang didanai oleh Bundanya tersebut. Nam...