"HAH.. Hah... Hah.."
Raiden tersentak bangun dalam tidurnya yang lelap dan nyaman. Sudah hampir satu minggu lamanya Ia tak bisa tidur dalam tenang. Mimpi, Ia selalu terbangun karena mimpi yang sama.
Ia dudukan dirinya di sandaran tempat kasurnya, menatap jam dimeja samping yang menunjukkan pukul dua dini hari, bahkan mentari pun belum berani mengambil singgasana langit dan dirinya sudah terbangun saja.
Mimpi Sialan!
Pria tinggi itu pun bangkit berjalan keluar dengan jemari menenteng sebatang roko yang Ia nyalakan sebelumnya. Berdiam diri menatap gemerlap lampu-lampu dari gedung-degung pencakar langit, menikmati angin yang membelai kulit. Dingin yang menusuk pori-pori tubuhnya terhalau dengan hangat nya nikotin yang Ia hirup, hingga menimbulkan asap kelabu yang terbang ke langit bebas.
Memejamkan mata mencari cara keluar dari rasa prustasi yang kini Ia alami, jujur saja Raiden tak menyukai keadaannya saat ini. Sudah seminggu lebih Ia tak bisa tidur dengan tenang karena mimpi bajingan yang kerap hinggap ke alam bawah sadarnya setiap malam. Mimpi yang amat Ia benci, mimpi yang membawa sosok wanita yang selalu membuatnya muak.
" Arrgh..." Raiden mengacak surai rambutnya dengan kacau.
Zea Alzena
Ya perempuan itu selalu mengusik malam tenangnya, malam yang seharunya Ia lalui dengan damai dihancurkan dengan sosoknya yang selalu bertamu dalam mimpinya, kenapa harus wanita itu? Apa sebenarnya yang terjadi? Mungkin lebih tepatnya, apa yang telah wanita itu perbuat padanya?
Sejak bertemu kembali dengan Zea, Raiden selalu terusik dengan kehadirannya, merasa jiji dengan senyumnya, bahkan rasanya Raiden ingin menghilangkan raga wanita itu. Entah apa yang terjadi kepada dirinya.
Aku benar-benar berharap Kau mati.
Dengan mengingat wanita itu saja sudah membuat darah Raiden mendidih, ingin rasanya Ia kembali menyakiti wanita itu. Kejadian dirumah sakit terakhir kali itu belum membuat dirinya merasa puas. Wanita licik itu haru menerima hukumannya, karena tidak lebih menolong dirinya saat itu. Sudah berapa perintah yang Zea langgar.
Tepat tujuh tahun yang lalu, wanita itu telah menerima sejumlah uang darinya dengan syarat Ia melenyapkan anak yang Ia kandung. Anak yang tercipta karena kelalaiannya dalam satu malam, atau mungkin anak yang tercipta karena kebodohan wanita itu sendiri. seharusnya Ia meminum pil pencegah kehamilan. Raiden pikir, Akan lebih baik jika wanita yang Ia tiduri bukan wanita jalang itu. Terlebih, wanita itu ternyata berkhianat dengan tetap melahirkan anak yang seharusnya Ia lenyapkan.
Benar-benar bodoh,
Raiden memijat ujung pangkal hidungnya, sedikit menghilangkan kepenatan dikepalanya. Dan hal paling gila tiba-tiba terbesit dalam benaknya. Benar, jika Anak itu lahir, maka seharusnya Wanita jalang ini mengembalikan Uang yang Ia berikan bukan?
Raiden kembali kedalam kamarnya dan langsung menghubungi seseorang melalui handphonenya, menitah orang disebrang sama untuk melakukan apa yang diperintahnya. Setelah sambungan telefon terputus, seringai muncul di bibir pria itu.
Raiden berencana untuk berkunjung kerumah wanita jalang itu, menagih uang yang dulu Ia berikan yang kini sudah berubah menjadi hutang. Membayangkan wajah Zea yang berurai air mata sangat membuncah rasa senangnya. Wanita jalang itu harus menderita karena berani mengusik hidupnya, bahkan telah melanggar perintahnya, itu adalah hal yang tak bisa Raiden terima. Wanita itu harus menerima ganjaran yang setimpal.
~~~
Matahari dilangit tak bisa menjalankan tugasnya, sinar panas yang seharusnya membalut bumi terhalang oleh awan mendung kelabu, secelah pun sinar mentari tak bisa menembus awan gelap itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
RESILIUNT
No FicciónRaiden yang memendam kekesalan akan kekasihnya yang ternyata telah menduakannya dengan pria lain, akhirnya menerima permintaan mamanya untuk pergi kesebuah desa terpencil untuk mengawasi pembangunan pesantren yang didanai oleh Bundanya tersebut. Nam...