04. Sepertinya Dendam

0 1 0
                                    

~Selamat Membaca~

Aku membuka mataku perlahan. Wajah indah menyambut, sedetik, dua detik hingga sepuluh menit aku memandangnya. Cantik sekali, aku bisa gila jika seperti ini terus.

Berusaha bangkit walau sebenarnya tak rela. Sebelum pergi membersihkan diri, aku melihat bagian bawah wanita di samping tempat tidur ini. Kemudian senyum ku kembangkan. Tangan ku mengantung tidak jadi memegangnya. Tidak, aku tak punya hak untuk semua ini. Berniat bangkit, namun jemariku segera tertaut oleh genggaman lembut.

"Sentuh saja, dia pasti merindukan mu." Halus, suaranya begitu halus memasuki Indra pendengaranku.

"Bangunlah, aku akan membuat makanan lezat." Aku mau tapi rasanya tidak ada ketentuan. Lebih baik mengalihkan pembicaraan.

Dia menggeleng. "Aku yang akan memasak, kau pasti lelah," katanya.

"Tapi—," ku lihat matanya berkaca. Huft, bagaimana bisa aku menolak jika sudah begini. Akhirnya aku mengalah, membiarkan dia menyentuh dapur sepertinya tidak semenyeramkan yang ku bayangkan.

Mandi pagi juga bisa menenangkan  selain melihat tawa perempuan yang aku cintai.
Makanannya yang di masaknya pasti sangat enak, aku tidak sabar kembali makan bersama, walau kami dalam keadaan tidak aman, setidaknya dia tidak perlu khawatir. Aku selalu bersa ... manya.

Dor

Apa itu?

Buru-buru aku menyelesaikan mandiku. Memakai baju secara acak, dan menghampiri dia.

Deg

"Ada ap—," kalimat ku mengantung. Yang ku lihat saat ini di luar nalar ku.

Tidak, tidak mungkin!

"TIDAK!" Kelopak mataku terbuka lebar. Suara ku mengema seluruh ruangan. Menelisik tempat, bagaimana bisa aku ada di ranjang?

Ku sibakkan selimut yang menghalangi tubuhku. Rasanya tulangku seperti mau patah. Ah, aku teringat kemarin bersama Adeena seharian tanpa istirahat, pantas saja. Namun, mimpi itu ... Kenapa muncul lagi?

Aku membuka tudung yang ku kenakan, mengacak rambut frustasi. Kepala ku serasa ingin meledak, sangat kacau.

Tunggu.

Di mana Adeena? Apa gadis itu sedang di ruang makan. Dengan cepat aku keluar kamar, pasal kenapa aku tidur di ranjang Adeena akan ku selidiki nanti, terpenting keberadaan Adeena.

Nihil, tidak ada satu orang pun di ruang makan. Lanjut, mencarinya ke tempat lain. Dapur, taman, ruang tamu, ruang olahraga. Dan hasilnya tetap sama. Aku terlambat, mungkin saja dia sudah ke sekolah, atau ke tempat aneh lainnya yang tidak ku ketahui.

Biarlah, toh dia akan pulang, aku berharap. Di pikir-pikir sebaiknya aku menenangkan pikiranku terlebih dulu.

Ku genggam air yang melebur berjatuhan. Kolam, sudah lama tidak ke sini setelah aku sangat ketat mengawasi Adeena. Rasanya air di kolam tetap jernih, padahal melihat tuan rumah menggunakannya saja tidak pernah.

Hiasan bunga menambahkan kesan hidup halaman rumah Adeena. Sayang sekali, rumah sebesar bak istana hanya sebagai pajangan, kelihatannya Adeena tidak peduli dengan tempat ini, lebih lagi sikapnya kepada Maid aneh sekali.

Sayup-sayup aku mendengar suara dari arah kanan. Perempuan dengan rok hitam perpaduan putih tengah menyiram tanaman. Dia Rumi. Setelah selesai Rumi mengendap-ngendap memperhatikan sekitar agar tetap aman. Lalu menuju sebuah rumah tua, astaga aku baru memperhatikannya.

Berniat mengikutinya. Mungkin saja aku bisa mendapatkan sesuatu. Aku masuk bersamaan lilin di nyalakan oleh Rumi.

Apa-apaan ini?

***

Kening ku berkerut memikirkan kejadian rumah tua halaman belakang tadi. Tambah sulit rupanya, yang membuatku lebih berpikir, Adeena di mana? Gadis itu tidak menunjukkan batang hidungnya hingga malam ini. Apa dia baik-baik saja, aku tidak tahu, perempuan tersebut sangat pintar bersandiwara.

Kursi goyang bagaikan pikiranku. Mudah goyah, entah yang mana kebenarannya. Sampai kapan aku harus mencari tahu semua ini. Rumit, rasanya tidak ada celah bagiku. Aduh, sempit sekali pemikiran ku.

Bangkit, setidaknya di ruangan kebesaran Adeena ada hal yang bisa menjadi bukti kuat bukan. Mengelilinginya, mencari celah yang sulit aku dapatkan.

Ku akui kamar Adeena memang tampak menyeramkan. Desainnya gelap dengan gambar tengkorak bagian atas kasurnya. Barang-barang serta perabotan yang ia punya juga kebanyakan berwarna gelap sehingga terasa penggap, lebih lampu berwarna kuning remang.

Tuk

Sesuatu tak sengaja terkena kaki ku. Sebuah kotak kecil. Aku menggoyangkannya. Padat, dengan rasa penasaran segera ku buka.

Ternyata hanya lipatan kertas berulang. Dia menjaga sampah dengan baik rupanya. Sebentar, tulisannya rapi juga. Ku lihat beberapa deretan tulisan tangan.

'Biarkan mereka berbicara banyak, tunjukkan kesombongan itu sebelum pisau yang ada ditangan membungkamnya.'

Bukan cuma lisan, tulisan pun dia sangat sarkas dan tegas. Adeena pasti punya dendam, itu yang ku tangkap. Mereka? Berarti cukup banyak. Orang yang di hutan? Bisa saja, tiga manusia jahat di gudang? Itu kandidat terkuat menurutku. Lalu siapa lagi? Ah taman belakang sekolah, pria yang menginginkan Adeena.

Ingin ku buka beberapa lembar lagi, tapi suara pintu mengalihkan fokus ku.

Brak

Adeena sedang tidak baik-baik saja!



Assalamualaikum, hi
Apa kabar? Semoga sehat

Part kali ini? Kalau ada koreksi boleh benget komen eh jangan lupa vote juga. See u next part...

Mr. Black Hood (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang