30. Prajurit Berkuda

4 2 0
                                    

~Selamat Membaca~

Cuaca seakan tahu maksud sebuah kabar yang menimpa Adeena. Namun, ini tidak menguntungkan bagi kami dalam membawa Nyonya Selviana. Derasnya hujan dan kecepatan saling beriringan. Sekarang Adeena sangat panik, rencana yang awalnya kami susun buyar. Yang terpenting hari ini adalah membebaskan Nyonya Selviana sebelum kami tertinggal selangkah dari para musuh.

Aku bisa menangkap bahwa Nyonya Friska dan Tuan tua yang merencanakan semua ini, dan selebihnya mereka hanyalah perantara dalam permainan. Rumi sudah jelas ia kambing percobaan, semua kesalahanpaham yang mengikut sertakan kedua anaknya Satria dan Setyon-Oyon aku baru mengetahui nama aslinya saat Adeena bercerita, mungkin itu salah satu bentuk penyamaran.

Sama halnya dengan keluarga Rumi, Leora juga hanya kelinci putih polos yang menjadi jahat karena tak kunjung menemukan ibunya. Benar-benar permainan licik dan kotor. Mereka rela mengorbankan banyak orang demi harta.

Setelah menempuh perjalanan yang sulit karena mobil yang diterpa air deras dari langit. Akhirnya kami sampai, tanpa memikirkan dirinya lagi Adeena segera turun diikuti diri ku. Hujan menguyur badan kami berdua. Memasuki kawasan hutan yang tidak jauh. Sesampainya Adeena mendobrak pintu, dan langsung menghampiri Nyonya Selviana.

"Kita pulang," ajak Adeena. Dia tergesa-gesa membuka ikatan. Selanjutnya merapikan penampilan Nyonya Selviana. Dengan sekuat tenaga ia mengendong sang ibu, menaruhnya di belakang punggung.

Belum genap dua langkah keluar dari gubuk tua tersebut. Suara sirine berbunyi mengelilingi area ini. Aku menatap Adeena, kami melupakan sesuatu bahwa GPS di badan Nyonya Selviana belum ditemukan. Gawat, kita sama sekali tidak mempersiapkan orang lain untuk melawan banyaknya pasukan.

Langkah kaki bersorak menuju ke sini. Aku mencari celah, mengitari mata ku. Walau panik, sebisa mungkin aku tetap tenang. Adeena mondar-mandir, dia terlihat sedang berpikir jua.

"Keluar lewat pintu belakang!" seru ku saat tak sengaja manik keabuanku mendapatkan jalan lain.

Buru-buru Adeena yang sedang mengendong sang ibu berlari. Maaf, aku tidak bisa membantu banyak. Payah sekali.

Para pengawal mulai berdatangan. Mereka mencari ke seluruh penjuru ruangan. Aku menggeleng dan mulai mengikuti Adeena yang berlari sekuat tenaga.

"ITU MEREKA, SERBU!!" Salah satu pengawal berteriak menggunakan pengeras suara.

Di lain sisi, pengawal dari arah berlawan mengejar kami. Adeena berbalik, tidak ada sama sekali celah sekarang. Kita di kepung, ku lihat Adeena sangat terpaksa menurunkan Nyonya Selviana. Berlutut di hadapan ibunya, dan menangis ditengah hujan yang tak berhenti.

Lima menit, hingga mobil berwarna hitam masuk, terparkir rapi di sebelah Adeena. Sepatu pantofel hitam berdiri di hadapan Adeena. Gadis cantik tersebut mendongkak, menatap senyuman kemenangan dari ayahnya.

Prok

Prok

Prok

Orang dari mobil keluar, lima orang. Ya, mereka pemeran utama permainan ini. Nyonya Friska, Rumi, Leora, Satria dan Setyon. Aku mengepal tanganku kuat saat mereka tersenyum sama seperti tuan tua. Sepertinya kami tak berhasil menjemput kemenangan.

Aku malu pada diriku yang seakan hanya menjadi penonton dalam kisah Adeena. Bahkan aku melihat Adeena dipermalukan di hadapan seluruh pengawal dan musuhnya.

Tuan tua berjongkok. Mensejajarkan posisinya dengan Adeena. Menggengam bahu Adeena lalu kemudian menaikkan dagu gadis itu. Matanya memerah, dia menangis dalam diam. Menangis menanggung malu dan berakhir dalam kekecewaan. Tidak tinggal diam Nyonya Friska menghampiri Nyonya Selviana. Keduanya bertemu, satu sama lain menyorot kebencian.

Adeena dan Selviana adalah orang baik namun cerita hidupnya tak berjalan semulus itu, mereka dikelilingi orang yang sesat akan kekuasaan dan kemegahan.

"Bagaimana, mau siap lihat ibu mu mati sekarang?" Nyonya Friska menatap Adeena mengejek.

"Bunuh gue!" titahnya.

Tidak, kenapa kau menyerah Adeena. Kita masih punya cara, walau keadaan begini cobalah berpikir tenang. Aku menggeleng, kau selalu termakan omongan mu sendiri dan hal tersebut sangat berdampak kembali pada dirimu.

"Akan tetap di bunuh. Tapi, tunggu nyonya kita yang paling cantik dan baik ini menghembuskan nafas terakhirnya." Itu Ayahnya.

"Gue menyerah, bunuh gue. Setidaknya gue ga menyaksikan nyokap gue mati terlebih dulu," lirihnya.

Mereka semua saling menatap. Nyonya Friska mengadahkan tangannya guna meminta sesuatu kepada Rumi. Segera dikabulkan, Rumi memberikan pedang.

Nyonya Friska membuka pedang tersebut menimbulkan bunyi yang memekikan telinga. Dia tersenyum sinis, dan mulai mendekati Adeena.

Aku menutup mata tak siap jika harus melihatnya. Bukan ini yang aku mau, kami harus menang. Siapapun tolong bantu Adeena aku mohon. Apapun balasannya aku sedia demi kemenangan. Jika harus meninggalkan Adeena dari waktu perkiraan ku, akan ku lakukan sebisa mungkin.

Saat benda tajam akan mengenai kulit mulusnya. Tiba-tiba saja tehentikan oleh suara tapak kaki kuda yang mengema kawasan hutan. Aku memutar badan ku mencari sumber suara. Semuanya tampak hening, melakukan hal yang sama denganku.

"SERANG!"

Dari seluruh arah datang prajurit yang banyak menggunakan kuda sebagai alat pacuan mereka. Melibas satu persatu para pengawal. Para musuh Adeena panik, sementara Adeena berdiri dan membantu ibunya.

Sret

Sring

Sring

Sring

Suara pedang dan pertumpahan darah terjadi. Hingga aku melihat jelas terakhir kalinya seseorang bernapas, merenggut nyawa.



Assalamualaikum/hi
Apa kabar? InsyaAllah baik

See u last part... Hehe

Mr. Black Hood (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang