17. Tidak Berdaya

0 1 0
                                    

~Selamat Membaca~

Semua kewalahan mencari keberadaan Adeena. Bahkan mereka sampai menelpon pihak keamanan. Aku pusing bukan main. Kenapa bisa? Gadis yang nekat diculik. Berbagai nama mulai memenuhi pikiranku. Berlari ke beberapa hari lalu saat melihat Rumi di siksa, aku mengidik ngeri. Lalu saat Adeena pulang dengan keadaan berantakan, menyiksa dirinya.

Sesuatu itu bisa saja terjadi. Orang lain yang mencelakainya atau dirinya sendiri yang menghancurkannya.

Ku hentikan kursi goyang menggunakan kaki jenjangku. Kemudian bangkit, mencari di sekitar rumah tidak ada gunanya. Mana ada orang yang menculik tuan rumah di tempat itu sendiri. Tujuanku sekarang menuju rumah megah tersebut.

Berjalan sedikit terburu-buru. Jaraknya memang lumayan jauh. Namun, keberanian ku diselimuti bayangan Adeena yang kesakitan.

Lamanya aku berjalan ditemani awan yang menghitam, tak lama setelah menatap langit. Air turun deras dari sana. Mau tidak mau, aku mencari tempat aman. Sebuah penunggu transportasi, aku berteduh di sana. Ku eratkan tudung ciri khasku. Hawa dingin masuk hingga ke tulang rusuk.

Kau di mana Adeena?

Aku jadi berpikir apakah saat aku mengiyakan ajakan Nurma untuk pulang. Maka kisah Adeena selesai, berarti saat aku menolak. Gadis itu akan kembali bukan? Ayolah, aku sangat berharap. Dia berhak menyelesaikan masalahnya, namun tidak dengan cara menghilang seperti ini.

Mengamati jalan, banyak para pengendara motor yang ikut berteduh dan duduk pada salah satu bangku di sana. Hujan nampaknya tidak ingin reda. Lebih dari sejam aku menunggu, tidak ada perubahan.

Dari arah kanan sebuah mobil menghantam genangan air, menciprat beberapa orang. Merasa marah mereka meneriakinya. Seseorang turun dari mobil dengan menggunakan payung. Seorang pria paruh baya, tersenyum canggung. Memberi permohonan maaf pada orang-orang di sana.

Setelah menyelesaikan perdebatan akhirnya dia kembali melaju. Rasa penasaran ku membuncah, paruh baya tersebut rasanya pernah ku jumpai. Dari diriku sendiri, ku ikuti mobil tersebut. Sedikit berlari karena kecepatannya kian cepat.

Aku memelankan kakiku. Heran, dengan tempat tujuan paruh baya tersebut. Dia membuka pintu mobil bagian belakang, dan jelas terpampang Adeena yang tak sadarkan diri. Tercengang, hal yang ku takutkan benar-benar terjadi. Memar, luka, lebam dan banyak siksaan.

Ingat, paruh baya itu adalah orang yang juga menyiksa wanita di gubuk tua. Brengsek!

Dan mengapa, ia membawa Adeena kembali ke rumahnya. Tidak takutkah jika seandainya, para maid melaporkan pihak keamanan. Besar sekali nyalinya, pria licik.

Tidak habis pikir, kenapa Adeena yang aku tahu rapuh, memiliki banyak orang yang tidak menyukainya. Ancaman, kekerasan dan perdebatan mendominasi dalam hidupnya. Dia bukan remaja biasa yang menikmati hidup, lingkungannya jauh dari itu semua.

Lelaki tua tersebut tidak menaruh Adeena di kamar melainkan, sebuah gudang dekat dapur. Ku lihat wajah para maid terkejut, tapi anehnya mereka sama sekali tidak melawan. Wajah semuanya takut.

"Jangan ada yang keluarin dia dalam gudang itu!" titahnya kemudian pergi.

Buru-buru aku menjumpai Adeena yang terkapar tak berdaya. Sesulit ini kah jalan cerita mu? Aku saja lelah dengan semua ini, bagaimana dirimu yang bermain dari awal skenario hingga detik ini. Mengelus singkat pipi yang tak mulus. Rambutnya acak-acakan, kedua kaki dan tangan yang diikat. Ku yakini akan membekas jika dilepas.

Aku mulai membuka ikatan tersebut. Mengatur surainya, ku ambil sapu tangan Nurma yang selalu ku simpan dari awal. Membelai lembut bagian yang terluka. Sayangnya tidak ada air, jadi aku hanya meng-lap kering saja.

Ku bersihkan satu spot menggunakan tangan. Mengambil karung yang ada di sana lalu menidurkannya lembut. Walau begitu setidaknya posisi tidurnya sedikit lebih nyaman. Aku ikut berbaring di sampingnya. Menatap lamat sang empu. Kapan aku bisa melihatnya tertawa sebahagia dia bercerita kepadaku. Untuk selamanya, bukan cuma sebagai pelampiasan dan penutupan keresahan.

Ia menggeliat, segera aku menepuk singkat kepalanya agar ia melanjutkan tidur. Matanya kembali terpejam, aku bernapas lega, setidaknya aku masih bisa melihatnya menunjukkan reaksi.

"Haus," lirihnya dalam mata tertutup.

Aku melirik. Ternyata tepukan tanganku tidak mempan. Buktinya dia sudah duduk sepenuhnya sembari bersandar pada dinding.

"Akan ku coba bawakan minum," ujar ku.

Bersusah payah mengambilkannya minum. Mengendap-ngedap agar maid tidak melihat gelas melayang. Ku berikan segelas kepada Adeena. Dia meneguknya dalam sekali tegukan.

"Bersandar." Ku tepuk bahu ku, menyuruh kepalanya berbaring. Dia mengikuti, tidak banyak bicara dan membantah.

"Terima kasih, maaf gue nyusahin lo," katanya.



Assalamualaikum/hi
Apa kabar?

Bagaimana part ini? Silahkan beri masukan dan vote, see u next part...

Mr. Black Hood (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang