10. Aku Nyata

1 1 0
                                    

~Selamat Membaca~

"Senang bisa ketemu sama lo," ujarnya.

"Hah?"

Aku terperangah, dia berbicara dengan siapa. Melihat ke kanan dan ke kiri, tidak ada orang sama sekali. Tubuhku spontan bangkit saat Adeena ingin menggapai tanganku, apa dia bisa melihatku. Aku terkejut bukan kepalang.

"Kau bisa melihatku?" Ragu-ragu aku bertanya. Berharap bahwa ini hanyalah ilusi. Bukan tidak mau hanya saja, aku belum siap.

Tidak menjawab dia malah mengulurkan tangan mulusnya. "Gue Adeena," katanya.

Kepala ku serasa mau pecah sekarang. Bagaimana bisa, sejak kapan, dan aku harus merespon dengan cara apa. Sungguh hal tak terduga, aku mau tapi tidak begini caranya. Bukan hanya kaget aku bahkan tidak percaya.

"Sejak kapan?" Akhirnya aku kembali angkat bicara.

Tidak menjawab tangan yang belum sempat ku sambut masih mengantung. Perlahan aku menerima. Kami benar-benar bersentuhan secara nyata, dia merasakan sentuhan ku. Aku menjadi manusia asli di hadapannya.

"Mr. Black hood, bantu gue layaknya cerita yang gue baca." Adeena mengeratkan genggamannya, tatapan itu seakan menghipnotis ku, matanya berkaca. Meminta pertolongan seperti anak kecil.

Aku mundur beberapa langkah, tempat ini sepi sekali. Jika banyak orang Adeena pasti akan terlihat seperti orang gila yang tengah berbicara sendiri. Gadis itu nekat ingin membuka masker serta tudung hitam yang ku kenakan, sigap aku menghalanginya.

Dia mendongak, karena jarak tinggiku dan dengannya tak setara. Kenapa, tatapan redupnya terlihat sangat lembut, aku jadi tidak bisa berbuat apa-apa.

"Kenapa?" tanyanya tersirat nada kecewa di sana.

"Belum waktunya. Kau tahu, dalam kisahku aku akan menunjukkan fisik ketika perempuan hamil itu benar-benar bahagia. Mungkin tujuan keduaku adalah, membuat sejarah baru tentangmu," jelasku. Entah ini adalah sebuah janji atau kata penenang semata.

***

Setelah beberapa jam wujud asliku yang bisa dilihat oleh Adeena. Kini aku mengasingkan diri sekejap, aku sulit mencerna semua ini. Pertanyaan di otakku selalu, bagaimana, bagaimana dan bagaimana.

Di kamar sebelah, yang biasanya tidak ku kunci kini aku menguncinya. Takut sewaktu Adeena tiba-tiba masuk dan kembali membuatku kaget dan pusing diwaktu bersamaan.

Aku mengambil barang bukti yang ku simpan, memperhatikan. Begitu terus, aku harus siap membulatkan semua upayaku untuk membantu Adeena. Ya, walau aku tau ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Toh, Rumi dan Satria akan sering ku jumpai.

Jujur, diriku harus butuh kepastian. Di mana tanda tanya besar, terpecahkan dan membuatku yakin bahwa aku adalah orangnya. Aku sedikit menyesal kenapa tidak menyimpan lipatan kertas yang ku temui di kolong kasur Adeena kemarin. Buktiku hanya ini, tidak mungkin aku berjalan tanpa persiapan yang kuat.

Ceklek

Jantungku serasa mau copot, kala pintu terbuka dan menampilkan seseorang yang sedang ku hindari. Dia sepertinya baru bangun tidur, terlihat rambut acak-acakan dan mata sembabnya.

Ia duduk di kasur, tepat di sampingku. Gugup? Tentu saja. Yang ku heran adalah kenapa Adeena tidak terkejut, padahal harusnya dia bisa saja pingsan melihat orang asing ada di rumahnya.

"Waktu gue sakit, itu semua karena lo," lirihnya. Matanya sangat dalam menatap.

"Karena aku?" Pastiku.

Menaik-turunkan kepalanya sebagai jawaban. Aku mengernyitkan alisku tanda bertanya, apa maksudnya. Aku tidak pernah menyakiti gadis ini, dia sendiri yang menyakiti dirinya aku melihat dengan jelas itu.

"Awalnya gue masuk kamar mandi mau ambil ponsel gue yang ketinggalan. Taunya gue lihat cowok model penculik, gue syok. Pingsan deh." Bahasanya memang kurang ku pahami tetapi semenjak bersama Adeena aku mulai belajar sedikit demi sedikit.

Ternyata dia bukan takut pada serangga, tapi diriku. Pantas saja ketika aku menjenguknya ia selalu drop. Jadi penyebab utamanya aku.

"Cerita Lo menarik. Gue mau jadi Nurma, ditolong, dihormati, dibela, diperhatikan, semuanya deh!" katanya berbinar.

Aku menyugingkan senyuman ku. Adeena yang lucu. Bak anak kecil yang baru saja bertemu ayahnya.

"Makasih banyak, ya. Udah mau tolongin gue. Satu saat gue akan cerita apa yang gue hadapi," cemoohnya.

Kepala ini mengangguk, setidaknya Adeena tidak canggung berbicara denganku. Hanya sungkan, namun itu wajar sebab aku layaknya orang baru yang masuk ke dunianya. Lagipula, lambat laun semua pasti akan terbongkar. Aku percaya proses itu karena Nurma dan Adeena.

Gadis cantik itu membaringkan tubuhnya. Ia memejamkan mata tenang, aku meneliti setiap inci sudut wajahnya. Tidak ada kekurangan, dia sempurna di mataku. Yang ku rasa adalah jiwanya yang hilang ditelan masalah.

"Lelah, maka dari itu bantu gue," lirihnya.

Ya, Adeena benar-benar membutuhkan bantuan. Dan aku berusaha untuk membantu dan menyelesaikannya.



Assalamualaikum/hi
Apa kabar? Semoga baik

Gimana dengan part ini?
Akhirnya Si Mr. Udah nyata di mata Adeena.
Jangan lupa saran dan votenya, see u next part...

Mr. Black Hood (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang