1. Hanya Permulaan Saja

95 40 32
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



🔮🔮🔮

Kalau ada yang mengatakan SMA itu menyebalkan, aku akan repot-repot mengajaknya tos atau setidaknya menciumnya kalau dia ganteng.

Serius, deh! Sekolah itu nggak keren sama sekali. Apalagi jika kau berada di sekolah yang standar kerennya payah banget! Begitulah kira-kira SMA Charlotte Cavis menurutku.

Walaupun disinyalir sebagai sekolah menengah jempolan kota Pinnella Pass bahkan konon katanya sekolah favorit Sang Walikota sendiri, sekolah ini tetap saja mempunyai hal-hal yang aku benci.

Misalnya, pemandu sorak super berisik, guru biologi yang terobsesi pada hewan amfibi dan kios kafetaria yang jarang punya kembalian.

Aku enggan bilang ini tapi aku sedikit menyesal telah menolak tawaran ibu untuk bersekolah di Akademi Wanita Wellington

Masalahnya, aku benci sekolah asrama.

Menurut pengalamanku sewaktu menjadi siswi kelas tujuh Akademi Westphalia: Untuk Anak Muda Berkarakter, bisa dikatakan aku agak trauma.

Sini kuceritakan.

Tempatnya sih, oke-oke saja. Kalau tentang penghuninya, jangan tanya.

Gampang kalau kau suruh aku mendeskripsikannya, pokoknya tempat itu berisikan kumpulan remaja yang benci deodoran.

Tag nama tidak diperlukan di Akademi Westphalia: Untuk Anak Muda Berkarakter. Kau bisa dengan mudah menebak siapa gerangan yang baru saja berjalan dua meter di belakangmu hanya dengan mencium bau khas yang mereka miliki.

Menjijikkan, bukan?

Selain itu, saat orang tuamu menandatangani formulir pendaftaran, di sana tidak secara langsung tertera perjanjian berupa: 1) siswi A siap menerima keadaan tanpa privasi. Mencakup teman sekamar yang akan mendokumentasikan wajah siswi A yang penuh iler saat tidur.

2) Kaus kaki dan barang pribadi yang tertukar.

3. Malam tanpa tidur akibat teman sekamar yang mendengkur layaknya erupsi gunung merapi.

Itu sih tidak seberapa buruk jika dibandingkan dengan punya teman sekamar yang kebetulan sangat populer. Sebutkan saja, penasihat cinta? Duta masker organik? Kritikus film romantis abal-abal? Mari kuperkenalkan Dania Bunetta.

Dengan penampilan yang dipercaya secantik dewi Aphrodite¹ lekas membuat gadis berambut cokelat menawan itu mengira ia memiliki hak untuk menjadikan kamar no.38—kamar kami— sebagai ruang kosultasi.

Setidaknya setiap tiga kali seminggu lusinan anak-anak perempuan canggung berbaris di luar kamar kami demi mendapatkan sesi curhat dengan Bunetta sembari membawa sesembahan berupa cokelat Hoppi-Petti, soda Bro Coma, atau bungkusan besar keripik kentang. Apakah Dania Bunetta dengan baik hati memberiku sedikit saja Hoppi-petti yang menggunung di kasurnya? Nggak, tuh! Aku Cuma kebagian membersihkan remah-remahnya saja.

Amanda Ward : Escape From Black Stone Castle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang