4. Archblood, beep-beep atau bukan?

48 37 8
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku tak perlu menunggu bel istirahat berhenti berbunyi untuk segera menyeret Joy keluar dari kelas 10-7. Melewati lorong yang masih kosong, menaiki undakan dan berbelok demi memasuki tempat terakhir yang ingin aku datangi. Toilet di belakang gedung SMA Charlotte Cavis.

Maksudku, ini dihitung sebagai masalah hidup dan mati, kan? Kau tidak akan menemukan tempat sempurna untuk menyimpan rahasia selain kamar mandi setengah terbengkalai serta berbau selokan.

Ketika kudorong pintu kamar mandi yang penuh karat, engsel pintu berderit dengan suara kencang persis seperti di film-film horor. Tapi jika kau sudah tinggal di Rosewood selama sepuluh tahun, kau juga akan menganggap suara barusan sama remehnya dengan suara kentut yang dikeluarkan saudaramu.

Aku jejalkan Joy Bishop ke dalam kamar mandi yang luar biasa lembab itu. Dia tampak tersinggung tetapi aku keburu menutup pintu sebelum gadis itu dapat melarikan diri.

“Kau nggak mungkin serius,” ungkapnya tak percaya.

“Kau nggak sedang berpikir mengajakmu kemari untuk bertamasya, kan?”

“Setidaknya cari tempat yang... higienis?” keluhnya.

Aku sudah menduga dia akan keberatan soal tempat pilihanku. Tapi aku tak ingin percakapan kami berpotensi bocor.

“Memangnya kau tahu tempat yang lebih baik?” tantangku padanya.

Joy terlihat masam tapi aku tahu dia tidak akan protes lagi. “Ya sudah. Jadi bagaimana?”

“Itu yang ingin kutanyakan padamu. Bagaimana?” tukasku.

Joy melotot padaku. “Kau bercanda, ya? Ini kan idemu.”

“Tapi kau jelas lebih jago dalam hal ini daripada aku.”

“Tahu dari mana?” tanya Joy.

Aku menghela nafas. Kembali mengingat kenangan musim panas lalu yang ingin sekali kumusnahkan dari otakku. “Kita secara harfiah menguntit James Cameron selama satu bulan penuh, Joy. Kau tidak pura-pura lupa, kan?”

Joy langsung salah tingkah seolah ingin menyangkal tapi tahu ia tak bisa. “Nggak usah mengungkitnya, dong! Lagi pula semua upaya itu tak menghasilkan apa-apa. James tetap tak kunjung mengajakku berkencan.”

Aku sedikit bersimpati. Tapi Joy gadis cerdas yang akan segera melupakan naksir tak pentingnya ini, dan menemukan seseorang yang lebih baik. Lebih layak.

“Mari kembali ke topik. Kau pernah melakukan sesuatu yang dapat menguak identitas seseorang tanpa menguntit? Aku akan mengapresiasinya banget kalau kau punya satu,” tanyaku pada si rambut merah.

“Nggak ada,” jawabnya cepat, dengan keyakinan penuh. “Kita tanyai saja orang-orang di sekitarnya, gampang.”

Aku buru-buru menyanggah. “Begitu saja? Tanpa konteks apa pun? Wajahku sudah tercoreng akibat insiden tadi pagi, dan kau ingin aku menanyai orang di sekitarnya seperti gadis yang terobsesi?”

Amanda Ward : Escape From Black Stone Castle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang