7. Toko Suvenir Madam Dahlia

18 10 0
                                    

Lonceng kecil yang digantung di atas pintu toko suvenir Madam Dahlia mengeluarkan suara gemerincing saat aku mendorong pintu tua itu hingga berderit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Lonceng kecil yang digantung di atas pintu toko suvenir Madam Dahlia mengeluarkan suara gemerincing saat aku mendorong pintu tua itu hingga berderit. Aku tidak langsung masuk ke sana alih-alih melongokkan kepalaku ke dalam terlebih dahulu.

Bukannya apa. Tapi, terakhir aku ke sini malam-malam, geng tukang onar yang sering nongkrong di gang Cherryville—Arnold Dunn, Mila Farber, Anita Simon, dan Joshua Hank. Menjebakku untuk datang ke sini lalu memberiku sebuah kejutan yang tidak akan pernah aku lupakan.

Aku nggak mengada-ngada, ketika aku membuka pintu toko malam itu, sebuah boneka voodoo super besar sedang duduk santai di tengah-tengah ruangan. Aku serius ketika mengatakan boneka terkutuk itu besar sekali, tingginya nggak mungkin kurang dari seratus lima puluh senti meter, pokonya, boneka voodo itu sebesar remaja berusia tiga belas tahun yang kebanyakan makan.

Tapi yang membuatku menjerit sampai jatuh terjengkang (kalian tidak bisa berharap banyak terhadap reaksiku) adalah fotoku, yang jelas-jelas diambil saat Festival musim semi RoseWood tahun itu, ditempel di bagian wajah boneka voodoo. Aku nggak perlu menjelaskan detil tentang ekspresi wajahku yang terlihat bodoh dan hidungku yang mengerut karena gatal, atau mulutku yang dipenuhi saus hotdog.

Yang pasti, orang itu sangat pro karena berhasil mengabadikan momen memalukan itu.

Setelah mendengar jeritanku, pasangan tua Perry—yang membuka kios makanan berjarak dua bangunan dari toko suvenir Madam Dahlia, lari terbirit-birit menghampiri asal suara sambil masing-masing memegang sekop besar dan garpu kebun.

Melihat keadaanku yang tergeletak tidak berdaya di beranda toko dengan kepala menggantung di undakan mereka mengira aku sudah mati. Aku bisa merasakan keraguan mereka, antara mencoba membangunkanku atau menguburku di bawah pohon belimbing di samping toko.

Yakin mereka akan mengambil opsi kedua jika aku tidak bangun, akhirnya aku berhasil menahan rasa mualku dan mengeluarkan suara. “belum ... belum mati ... bisa bantu aku ... tolong?”

Merasa mayat tidak bisa berbicara, pasangan Perry membuang alat perkakas mereka dan membantuku duduk.

Nyonya Perry mengusap punggungku. “Syukurlah kami langsung ke sini. Bisa ceritakan apa yang terjadi, sayang?”

Singkatnya, malam itu pasangan Perry mengantarku pulang ke Apartemen. Ibu menelepon Madam Dahlia dan melayangkan keluhan, sementara aku, bisa kalian tebak. Ya. Aku harus melewatkan sekolah selama empat hari karena memar di belakang kepala.

**

Aku mengharapkan pemandangan bertumpuk-tumpuk kotak berisi cendera mata baru, peti-peti yang menyimpan barang-barang antik, atau Madam Dahlia yang sedang sibuk dengan catatan Tuhan-tahu-apa-itu. Tapi, yang kulihat hanya kegelapan yang tidak berujung, alias gelap banget.

Aku menghela napas. Apakah ini geng tukang onar itu lagi?

Seseorang harus memberi tahu Madam Dahlia untuk memeriksa telepon rumahnya lagi, disadap dua kali oleh anak -anak pembuat masalah bukanlah sebuah hal yang bagus.

Amanda Ward : Escape From Black Stone Castle Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang