Ratu dan selir agung menjenguk Gulf hari ini. Rao berpura-pura menopang Gulf untuk duduk.
"Tidak perlu memaksakan diri duduk menyambut kami nak, kau masih sakit." Ujar ibu ratu.
"Tidak..s-sopan i-ibu.." Gulf melirik Rao untuk menjelaskan.
"Pangeran juga perlu berlatih duduk dan berkala merubah posisi tubuhnya agar lebih cepat membaik Yang Mulia." Jelas Rao.
"Putraku yang malang." Ibu ratu meraih wajah Gulf, mengusap dahi dan pipinya dengan ibu jarinya. Gulf merindukan sentuhan seperti ini. Jika bukan karena ia masih harus berpura-pura untuk masih sakit ingin rasanya ia menggenggam tangan lembut yang kini membelainya.
"Bagaimana perkembangannya sekarang? Kulihat menu makanannya sudah seperti biasa." Tanya selir agung yang duduk di sebelah ratu, memperhatikan nampan yang baru separuh Gulf habiskan. Ia sengaja datang di tengah jam makan Gulf.
"Dengan sedikit bantuan, pangeran sudah bisa duduk seperti sekarang, bisa perlahan mengunyah makanannya juga, pangeran menolak makan makanan halus lagi karena tidak terlalu suka dengan teksturnya, meski butuh waktu lebih lama, pangeran makan lebih banyak, itu lebih penting."
Ibu ratu mengangguk mengerti.
"Bagaimana perasaanmu sekarang nak?." ibu ratu ganti bertanya.
"Bosan.." jawab Gulf lirih merengutkan wajahnya. Gulf ingin Rao membawanya ke taman untuk mendapatkan udara segar tapi kakaknya melarangnya untuk keluar kamar hingga benar-benar sembuh.
"Apa kau tidak nyaman disini? Ingin aku bicara dengan kakakmu?" Tanya Ratu lembut.
"Ehm.." selir agung berdeham, tidak setuju dengan ratu yang masih sering kelepasan memakai bahasa informal dengan pangeran ketiga.
Gulf menggelengkan kepala. "Terimakasih, Y-Yang M-Mulia Ratu dan Selir Agung sudah m-memberikan perhatian."
"Bersyukurlah Putra Mahkota mengasihimu meskipun hingga berlebihan seperti ini." Jawab selir agung. "Kurang-kurangi bersikap tidak tahu terima kasih." Ucapnya tajam namun dengan senyum cukup elegan.
"Ham-ba tidak b-berani." Jawab Gulf menunduk.
Ratu kembali meraih wajah Gulf, membawa rahangnya agar wajahnya kembali terangkat manatapnya. Kemudian mengusap kepalanya. "Putra mahkota pasti memiliki alasan, dan aku yakin demi kebaikanmu." Ucapnya menenangkan.
"Ehm." Gulf memberikan senyuman mengerti.
Ratu tidak ingin mengganggu istirahat dan masa pemulihan Gulf lebih lama lagi, segera keduanya kembali ke paviliun masing-masing setelah memastikan keadaan Gulf sekali lagi.
"Selidiki kasus ini dengan seksama, aku tidak ingin ada satu bukti maupun pengakuan merepotkan yang akan menjatuhkan reputasi pihak kita." Perintah selir agung sesampainya di kediamannya pada orang kepercayaannya.
"Kau benar-benar tidak melakukannya?" Tanya Menteri Luar Negeri yang sedari tadi sudah menunggu kehadiran selir agung.
"Ayah pikir aku akan segegabah ini? Anak pelayan itu benar-benar tidak akan menghirup udara segar lagi saat aku sudah memutuskan untuk melakukannya." Jawabnya dengan penuh tatap keyakinan.
*
"Phi Gulf!!!!!" Seketika Gulf mendapatkan pelukan erat.
Kali ini Thanya datang menjenguk setelah beberapa hari kedatangan ibu ratu. "Kakak pertama melarangku datang dan baru mengizinkanku hari ini, aku sangat khawatir Phi! Kupikir aku akan kehilanganmu.." Rengeknya dengan mata berkaca-kaca.
"Sekarang kau percaya?" Suara Max menyusul masuk ke ruangan Gulf berada.
"Ehm." Jawab Thanya mantap. "Kakak jahat sekali memisahkan aku dan Phi Gulf!!" Protes tanya mengerucutkan bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Gulf
Fiksi PenggemarGulf merupakan pangeran termuda yang terlahir dari dayang biasa, ibunya meninggal saat melahirkannya. Kerajaan Ning memiliki tiga Pangeran dan dua Putri. Max Pangeran pertama sekaligus Putra Mahkota, kemudian lahir putri Fai keduanya dari Ibu Ratu s...