"Pikirmu dengan beberapa orang memanjakanmu aku akan lunak juga padamu? Kau, karenamu kakakmu bekerja lebih keras karena harus mengurusmu beberapa waktu terakhir, apa kau tidak sadar?"
Gulf terdiam berharap yang dikhawatirkannya tidak terjadi.
"Ada yang ingin kau katakan sebelum hukumanmu dimulai?"
Gulf mendongak ke arah suara, melihat ayahnya yang sudah berdiri di hadapannya dengan cambuk di tangannya.
"Aku.. berharap ini segera berakhir, kumohon ayah melakukannya dengan lebih cepat." Ucapnya mengeratkan genggaman pada kedua sisi pakaiannya.
Selayaknya orang yang mendapatkan hukuman yang sama, kebanyakan akan meminta untuk menunda beberapa cambukan untuk sekedar mendapatkan jeda dari rasa sakitnya. Permintaan putranya barusan membuatnya berfikir kalau Gulf ingin menunjukkan sikap memberontak padanya.
"Baiklah." Raja menyanggupi.
Pelayan mulai menggulung kain yang menutupi kaki bawah Gulf, kemudian memberikan gulungan kecil kain lainnya untuk Gulf gigit. Sebisa mungkin tidak gemetar, Gulf mengulurkan tangan, menerima alat untuk menahan teriakannya tersebut.
Cambukan demi cambukan diterima Gulf. Rao yang mendengar erangan tertahan tuannya hampir mencoba masuk dalam ruangan Raja juga jika bukan karena Tharn menghentikannya.
"Kau hanya akan memperburuk hukumannya, raja sedang tidak dalam kondisi suasana hati yang baik." Jelas Tharn, meski ia sendiri juga entah kenapa tidak kalah terbawa hati ingin menghentikan suara kesakitan Gulf.
"Tuanku tidak bersalah, ia korban di sini, dan pelakunya belum ditemukan, tidakkah kau merasa ini sangat tidak adil?" Rao yang sudah berusaha sekuat tenaga melepaskan pergelangan tangannya dari genggaman Tharn tidak juga berhasil. Dalam hati ia berjanji untuk lebih keras lagi berlatih.
"Hati-hati dengan ucapanmu, mempertanyakan Raja bisa membawamu kepada hukuman gantung."
"Aku tidak peduli." Tegas Rao. "Tuanku lebih penting, lebih dari nyawaku."
Tharn memuji Rao dalam hati.
"Kau mungkin tidak peduli pada dirimu sendiri, tapi tidak dengan tuanmu, pikirmu kalau terjadi sesuatu padamu apa yang akan terjadi padanya?" Rao menahan rasa sakit dalam hatinya. Selang beberapa waktu berlalu ia semakin khawatir karena suara tuannya yang kian lirih.
Kulit putih yang terlihat lembut dari kaki putranya ternyata cukup kuat, ia bahkan sempat meragukan kekuatannya sendiri. Hasil cambukan yang diberikannya tidak memberikan luka bertubi yang seharusnya meski Raja sudah menambah kekuatan cambukannya. Yang melihatnya dari jauh mungkin tidak akan menyadarinya karena banyaknya darah yang keluar dan merembes keluar. Tapi Raja jelas melihatnya, beberapa luka terbuka yang dibuatnya di awal cambukan berangsur pulih, berubah hanya kemerahan pada ujung-ujungnya, sebelum ujung cambuk yang berasal dari kulit kembali memberikan luka di tempat yang sama.
"Tuan.." setelah keributan singkat terdengar penjaga Gulf pun masuk ke dalam. Tharn menahan diri tetap berada di luar pintu, namun kali ini pintu tetap terbuka, Rao tidak terpikir sopan santun untuk menutupnya kembali.
Bruk, disaat yang sama Gulf ambruk setelah genap 100 cambukan. Raja menangkapnya dari depan sebelum Gulf jatuh ke lantai. Ia memandang wajah putranya yang pucat dan penuh keringat yang kini dalam dekapanya, wajah polos yang familiar, mengingatkannya pada ibu Gulf, serta kesedihan karena ia tidak berhasil melindunginya.
"Gulf.." ucap Max khawatir. Ia reflek melepas jubahnya ingin menyelimuti Gulf.
"Tuan!!" Rao pun ikut mendekat. Namun beberapa pengawal pribadi Raja menahannya. Darah menetes dari pedang yang kini menggores lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Gulf
FanfictionGulf merupakan pangeran termuda yang terlahir dari dayang biasa, ibunya meninggal saat melahirkannya. Kerajaan Ning memiliki tiga Pangeran dan dua Putri. Max Pangeran pertama sekaligus Putra Mahkota, kemudian lahir putri Fai keduanya dari Ibu Ratu s...