Chapter 8

2.8K 350 119
                                    

•••

Malam terasa panjang untuk Sasuke. Setelah kembali ke penthouse, dia tidak bisa membawa dirinya untuk santai atau beristirahat seperti yang teman-temannya lakukan mengingat ini sudah lewat tengah malam.

Bahkan Vivian sudah lebih dulu menjemput mimpi begitu ia menyentuh kasur.

Sasuke merasa suntuk bahkan untuk alasan yang ia tidak tahu persis kenapa. Dia hanya menyadari bahwa sejak pertangkarannya dengan Hinata, mood-nya mulai memburuk.

Di tengah keheningan, ia dibuat terkejut oleh suara dentingan ponsel milik kekasihnya. Kebetulan benda itu tepat berada di sampingnya. Awalnya Sasuke ingin mengabaikannya, tapi begitu suara itu berdenting bertubi-tubi, membuatnya penasaran lalu menyambarnya.

Ada 6 pesan yang baru saja diterima dari nomor yang tidak dikenal. Sasuke tidak akan peduli jika itu teman Vivian, tapi deretan angka dengan kode nomor Jepang membuatnya penasaran. Dia yakin kalau Vivian tidak bertukar dengan nomor dengan siapa pun selama di sini.

Tanpa berpikir panjang, Sasuke membuka pesannya lalu menemukan hal yang tidak terduga.

Hey, it's me Nick.

I know I shouldn't do this but ... I can not stop think about you, Sweety.

Sasuke langsung menoleh pada kekasihnya yang sedang terlelap. Dia mengumpat di dalam hatinya.

Berengsek. Apa-apaan ini?

Sasuke tidak ingin berburuk sangka pada siapa pun tapi sesuatu menyulut kemarahannya. Dan bertengkar sekarang bukan pilihan yang bijaksana. Dia memejamkan mata, mencoba menenangkan diri dan meredam kekesalannya. Dia tidak boleh berpikir pendek. Vivian bukan wanita seperti itu. Setidaknya itu yang dia yakini. Dia harus berpikir rasional.

Setelah berkutat dengan pikirannya, pria itu memutuskan untuk mengambil air dingin di lantai bawah. Tetapi saat ia keluar, dirinya tidak sengaja melihat Hinata yang juga keluar dari dalam kamarnya. Langkah Sasuke terhenti beberapa saat sampai Hinata berbelok di tangga.

Melihat Hinata membuatnya ingat akan sosok pria yang tadi bersamanya.

.
.
.
.

"Ada apa, Sai?"

Pria itu menoleh dan memperhatikan Hinata yang berdiri di sampingnya sembari memandangi laut yang saat itu sedikit berkilau karena pantulan sinar bulan.

"Apa aku mengganggu waktu istirahatmu?" tanyanya.

Hinata menggeleng. Dia memejamkan mata saat angin menerpa wajah cantiknya. Meski dalam sinar temaram, Sai masih bisa menemukan kecantikan pada sosok wanita itu. Membuatnya sedikit lupa soal alasan mengapa ia mengajak Hinata bicara.

"Apa kau benar-benar berkencan seperti yang Tenten bilang?" tanyanya tanpa tedeng aling-aling.

Hinata menatapnya bingung. "Dan kau percaya itu?" balasnya dengan pertanyaan lain.

"Tidak," jawabnya. "Tapi aku berharap itu tidak benar," sambungnya cepat.

Hinata menelan ludah dan membuang pandangannya ke depan. Di mana laut masih pekat seperti langit malam. Ucapan yang dilontarkan Sai seolah membawa kembali ingatan yang terjadi dua tahun yang lalu. Di mana seharusnya semuanya sudah berlalu.

Tapi apa yang terjadi sekarang? Apa yang ingin Sai ucapkan?

"Apa maksudmu?" Hinata mencoba tenang. Berpura-pura tidak tahu.

"Hinata, kau membuatku menjadi seseorang yang tidak tahu diri." Sai kembali bicara. Masih berputar-putar.

"Sai, aku tidak mengerti apa yang kau katakan."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FRIENDSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang