Tagging sourycandi before heading up to the story :)
***
Misteri tentang waktu memang tak pernah bisa terpecahkan. Saat ditunggu, satu jam terasa setahun. Tapi jika abai, sehari bisa berlalu terlalu cepat. Pesta perusahaan Danuraja diadakan di akhir pekan. Selepasnya semua orang seperti kelelahan dan menghabiskan libur dengan beristirahat penuh di rumah. Sampai tak terasa bahwa mereka harus kembali bertemu dengan Senin.
Jilan duduk sendirian di pojok kantin, tempat di mana biasanya para cucu Danuraja berkumpul. Tapi hari ini keempatnya kompak tidak menunjukkan batang hidung mereka di sana karena ada urusan yang entah apa. Isi pesan yang barusan Naka kirim hanya mengatakan kalau dia boleh duduk di tempat mereka. Sebagai informasi, hampir tidak ada siswa yang berani menempati meja khusus itu kecuali diundang sendiri oleh cucu pemilik sekolah.
Makanya, saat ada seseorang yang tiba-tiba meletakkan nampan di hadapannya membuat dahi Jilan mengkerut heran. Helaan lelah dihembuskan saat melihat seniornya di klub tersenyum mengejek menatapnya, "Kenapa lihatin gue begitu? Nggak suka?"
Dua orang di belakang Haris mencoba menariknya menjauh, "Udah, Ris jangan digangguin."
"Gue nggak ganggu, cuma numpang duduk di sini."
"Tapi ini mejanya Jean CS," sahut temannya lagi, mulai merasa tidak nyaman. Meski dongkol melihat keberadaan Jilan di tempat ekslusif itu, mereka tidak mau mencari masalah dengan geng yang paling ditakuti seantero sekolah.
"Halaah sama Jean doang takut. Lagian ya, ini tuh tempat umum. Lo pada terlalu berlebihan, tau nggak? Lihat, si anak baru ini aja boleh duduk di sini. Kenapa kita nggak boleh? Oh, gue lupa. Dia pasti udah ngerasa spesial gara-gara bisa deket sama cucu yang punya sekolah. Yoi nggak, Ji? Masuk basket aja hasil ngejilat, ya?"
Sepertinya masalah Haris terhadap Jilan tidak pernah berubah. Masih soal dia yang bisa masuk tim inti padahal masih terhitung baru, sementara dirinya harus menunggu hampir tiga tahun untuk bisa diakui di klub. Sebetulnya, kesalnya Haris bukan pada Jilan melainkan Jean sebagai kapten tim. Sejak mereka di kelas sepuluh, Haris selalu mencoba mendekati circle cucu Danuraja tapi tidak pernah berhasil. Tuntutan dari ayahnya yang adalah kolega perusahaan mereka, menginginkan putranya untuk setidaknya bisa menjalin hubungan baik dengan para pewaris tersebut harus pupus karena keempat saudara sepupu itu termasuk pemilih dalam berteman.
Makanya, Haris merasa dipermalukan. Terlebih sejak awal dia bergabung, selalu gagal dalam seleksi pemain inti. Puncaknya, saat dia harus kalah tanding one on one dari Jilan yang membuat harga dirinya runtuh sampai kepingan. Meski Jean masih berbaik hati memberikannya posisi di tim, karena melihat dedikasi nya selama hampir tiga tahun, Haris merasa si sulung kembar itu terlalu pilih kasih. Tapi karena tidak mampu mengkonfrontasi Jean, maka sasarannya beralih pada Jilan.
Jilan sama sekali tidak peduli dan tetap melanjutkan makannya. Total abai dengan keberadaan Haris yang sebenarnya mengganggu. Dia bahkan memukul tangan kanan Jilan yang terangkat di depan mulut sampai nasi dan lauk pauk di atasnya tercecer.
"Oy, Dek. Yang sopan, dong. Diajak ngomong sama kakak kelas kok nggak nyaut," katanya mencoba memancing emosi yang lebih muda. "Sorry, Kak. Tapi gue rasa omongan lo nggak butuh jawaban," jawabnya tanpa terdengar takut sedikitpun.
Dua orang kawannya yang masih berdiri menganggap itu tontonan seru. Mereka yang awalnya ragu turut mendudukkan diri di samping Jilan, menertawakan si anak kelas satu menatap datar makanannya yang berceceran mengotori meja. Dia masih punya cukup banyak sabar untuk tidak menimbulkan keributan di tempat umum kecuali keadaan yang memaksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate
Teen FictionTuhan tutup aibmu, tapi kamu membukanya sendiri. Sempurna mungkin nampak, tapi busuk tercium baunya. Kamu terlihat baik-baik saja tapi hatimu lebur sampai jadi serpihan. Tapi kamu selalu punya sesuatu untuk bertahan, meski itu sangat rentan. - Deli...