"Ayah, siapa wanita ini?" Jean bertanya dengan kilatan marah di matanya. Dadanya naik turun menahan gejolak yang ada.
"Dia istri ke dua Ayah. Ibu kamu juga, beri salam, Jean."
Jean mendekus. Memalingkan wajahnya dari hadapan sang ayah, "Ayah selingkuh?"
"Ayah nggak selingkuh. Ayah ketemu sama dia jauh sebelum ayah ketemu sama buna kamu. Jadi ini nggak bisa dibilang selingkuh kan?"
Masih mencoba tenang, Jean menahan segala emosi yang rasanya ingin pecah di kepalanya. Bagaimana bisa ayahnya berbicara seperti itu jika kenyataannya ayah memamg selingkuh dari bundanya.
"Terus dia siapa?" Tunjuk Jean pada seorang anak remaja yang berdiri tidak jauh dari ayahnya.
"Dia adik kamu, Jean."
Kemudian suara pecahan vas terdengar memekakkan telinga. Pelakunya tentu saja Jean. Anak Itu sudah seperti kesetanan, menghambur beberapa pajangan yang ada di atas lemari kecil yang tidak jauh darinya.
"AYAH GILA? AYAH PUNYA ANAK DARI WANITA JALANG INI? SUDAH BERAPA LAMA AYAH KHIANATI BUNA, HA?"
"Jaga mulut kamu Jean! Mana sopan santunmu. Jangan bicara sembarangan!"
"BUAT APA BICARA SOPAN SAMA JALANG KAYAK DIA!" teriak Jean sambil menunjuk-nunjuk wajah wanita yang ada disamping ayahnya. Matanya memerah, dengan sedikit lelehan air mata di sana. Hatinya sakit bukan main saat ayah dengan mudahnya memperkenalkan wanita lain sebagai istrinya
"AYAH BILANG JAGA MULUT KAMU!"
Satu tamparan mendarat mulus di pipi Jean. Meninggalkan bekas kemerahan yang dalam beberapa waktu ke depan mungkin akan jadi memar. Jean tersenyum remeh. Lihat kan, bahkan ayahnya sendiri berani menamparnya di depan wanita asing ini. Seumur hidup, ayah tidak pernah meninggikan suaranya apalagi sampai main tangan. Tapi ini apa? Hanya gara-gara wanita ular ini, ayah sampai memukulnya? Luar biasa.
"Ayah bahkan tega mukul aku demi dia?" Jean melemah. Suaranya lirih terdengar. Matanya menatap sendu ke arah ayahnya yang terpaku.
"Maaf, Nak. Ayah nggak bermaksud, Ayah hanya—"
"Cukup, Yah. Aku kecewa sama Ayah. Ayah tahu? Ayah itu panutan nomor satu dalam hidup ku. Aku bahkan bercita-cita ingin jadi lelaki kayak Ayah yang menyayangi anak dan istrinya. Yang masih berusaha meluangkan waktu untuk keluarga meskipun kerjaan padat. Aku mau kayak Ayah. Tapi kalau begini? Aku ternyata dikhianati ekspektasi."
Jean mendecih. Tampilkan senyum miring di wajahnya,"Aku nggak tau kalau Ayah sebrengsek ini. Kemana hati Ayah saat Ayah ngelakuin ini? Apa kurangnya buna, Yah? Kenapa Ayah tega?" isakan kecil mulai terdengar pilu. Sejauh ini seorang Rajendra itu adalah gambaran lelaki yang kuat, tidak pernah menunjukkan betapa sedihnya dia dengan air mata. Tapi hari ini, ayah berhasil membuatnya menangis hingga terisak.
"Jean denger dulu."
"Apalagi yang harus aku denger? Alasan Ayah kenapa bisa selingkuh sama jalang ini? Aku nggak butuh, Yah. Apapun alasannya, Ayah udah buat buna sakit. Ayah hianati buna. Ayah nggak mikir gimana perasan kita? A-aku harus bilang apa sama Naka?"
"Jean, bukan begitu, Nak."
Wanita yang dibawa ayahnya mendekat, mencoba meraih lengan Jean. Namun segera ditepis dengan kasar membuatnya terhuyung ke belakang dan hampir jatuh.
"JANGAN SENTUH GUE DENGAN TANGAN KOTOR LO ITU, SIALAN!"
Lagi, satu tamparan yang lebih keras mendarat di pipi bagian kiri Jean hingga membuat luka robek di ujung bibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate
Teen FictionTuhan tutup aibmu, tapi kamu membukanya sendiri. Sempurna mungkin nampak, tapi busuk tercium baunya. Kamu terlihat baik-baik saja tapi hatimu lebur sampai jadi serpihan. Tapi kamu selalu punya sesuatu untuk bertahan, meski itu sangat rentan. - Deli...