A collaboration project with sourycandi
***
"Itu tangan kenapa?"
Jean itu capek. Baru pulang photoshoot, niat hati kembali ke rumah mau berendam air hangat terus binge watching series Netflix sama Naka sambil makan sushi yang rencana nya bakal dia pesan lewat Gofood. Eh malah dia lihat adiknya selonjoran di paha abang mereka, dengan tangan kanan yang dibebat. Jadi sekarang di sofa besar itu ada dua orang cedera yang saling mendusal. Buat Jean menghela napas kasar.
"Kekilir waktu angkat galon."
"Nggak usah ngarang, dispenser di rumah bottom load semua. Lagian kenapa lo yang ngangkat?"
"Ya orang cuma ada gue? Nggak liat si abang mau boker aja ditolongin. Gimana mau disuruh angkat galon. Terus lo pikir aja, emang galon bisa jalan sendiri dari depan?"
"Kan bisa minta tolong yang kerja."
"Cuma ada mbak-mbak doang, masa iya gue tega nyuruh perempuan angkat."
"Ada mang Adi, Na. Jangan alesan, bilang itu kenapa?"
"Beneran kekilir pas angkat galon, Jeaaaan. Mang Adi mendadak pulang. Ditelpon sodaranya ada yang meninggal. Di rumah cuma ada gue, abang sama mbak yang kerja. Menurut lo siapa yang bisa dimintain tolong? Hm?"
Jean menghela napas. Berdebat dengan Naka tidak akan ada ujung nya. Kesal setengah mati sama pekerjaan Zayn yang tiba-tiba dibebankan padanya. Sama dirinya sendiri juga karena lebih memilih melipir ke kafe mas-nya dibanding langsung pulang. Kan tidak akan begini jadinya kalau dia tadi ada di rumah. Sekarang, tangan Naka buat angkat sendok saja susah. Untung Naka ambidekstritas, jadi masih bisa pakai tangan yang lain buat aktivitas. Tapi tetap saja kan, tidak maksimal.
Jean mendelik pada kakaknya yang sedari tadi cuma diam melihat perdebatan keduanya. Zayn yang merasa dihakimi tentu tidak terima. Dia sudah larang Naka kok tadi, tapi dasar adik bungsunya itu bebal jadi mau dilarang bagaimanapun ya susah.
"Apa? Dia yang ngotot mindahin sendiri. Udah dilarang kok, emang batu aja anaknya."
Jean melengos, tidak mau mendengar pembelaan kakaknya.
"MBAK!" Jean memalingkan wajah dan teriak panggil salah satu pegawai di rumah. Seorang wanita usia tiga puluhan berlari tergopoh menghadap.
"Ini kenapa galon habis nggak diisi dari pagi? Tangannya Naka luka tuh gara-gara angkatin galon."
Sudah dibilang kan, Jean itu paling anti marah pada Naka. Jadilah seringnya memarahi orang lain atas nama adiknya.
"Aduh Kak, Mbak minta maaf. Kemarin tukang galon yang biasanya libur. Jadi baru dateng hari ini. Mbak juga udah bilang sama si adek biar nanti aja Mbak yang bawa ke dalem, tapi adeknya maksa. Maaf ya, Kak." melihat pekerja wanitanya minta maaf sampai membungkuk begitu Jean juga jadi merasa bersalah. Tapi sekali lagi, dia cuma sedang lampiaskan kesal yang tidak bisa ditujukan pada adiknya. Dalam hati Jean minta maaf pada si mbak yang sudah bekerja pada keluarganya sejak mereka pindah ke rumah ini.
"Yaudah nggak apa-apa. Tapi lain kali tolong jangan kecolongan lagi. Tegur aja dianya kalau maksa. Marahin, daripada luka."
Enak sekali Jean bicara begitu. Dia yang kakaknya saja tidak tega marahi adiknya, terus malah suruh asisten rumah tangga buat negur Naka. Tapi ya si mbak bisa apa, selain manut saja.
"Iya, Kak. Sekali lagi Mbak minta maaf, ya."
"Saya juga minta maaf udah marahin Mbak. Mbak balik kerja lagi aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Delicate
Teen FictionTuhan tutup aibmu, tapi kamu membukanya sendiri. Sempurna mungkin nampak, tapi busuk tercium baunya. Kamu terlihat baik-baik saja tapi hatimu lebur sampai jadi serpihan. Tapi kamu selalu punya sesuatu untuk bertahan, meski itu sangat rentan. - Deli...