[3] Love floats around the night dizzily, fly away and softly come true

95 13 14
                                    







Bianna.





Gue mau pulang.





Entah sudah berapa kali kata-kata itu mondar-mandir di kepala gue sejak dua jam yang lalu. Tapi, sampai sekarang gue masih ada di selasar Fakultas Ekonomi Bisnis bersama lima orang lain yang kebetulan adalah anggota sekelompok gue.


Gue melirik ke ujung kanan bawah laptop gue, semakin sedih ketika gue tau sekarang sudah jam delapan malam. Jelas aja perut gue meronta-ronta minta diisi. Sejak tadi siang, gue belum makan apa-apa lagi.

"Guys, gimana kalo kita lanjut lagi besok? Kita kan lagi cari data buat mendukung analisis, besok pas ketemu lagi kita langsung aja diskusi pembahasan dari data-data yang udah kita dapet."

Akhirnya gue bersuara, karena sudah benar-benar kelaparan.

"Besok gue nggak bisa, nih. Jumat sore aja gimana?"

"Jumat oke, tuh."

"Boleh. Tapi gue nyusul, ya. Pas ada kelas jam tiga."

Untungnya, anggota kelompok gue kali ini kelihatannya bisa diajak kerja sama. Jadi, akhirnya kami menyudahi kerja kelompok hari ini.


Gue nggak tahu kenapa barang-barang gue bisa nyebar ke sana kemari yang jadi salah satu alasan lama banget gue ngeberesinnya. Padahal, yang lain kayaknya tinggal masukin laptop dan udah selesai gitu. Langsung berdiri, pamit dan pergi. Sedangkan gue selesai nutup tas, eh, muncul buku catatan gue yang ternyata nyempil di belakang gue belum masuk. Buku catatan udah masuk, gue udah berdiri, baru kelihatan charger laptop gue masih nancep. Sampai akhirnya ketika gue udah yakin semua barang udah masuk ke tas dan siap pulang, petir tiba-tiba menyambar dan hujan turun.


Lucu. Seakan-akan semesta mau ngerjain gue dulu.


"Bia!"


Atau mungkin semesta sengaja menghambat gue supaya ketemu manusia satu ini, yang kebetulan punya payung.


"Se!" Kelegaan terdengar jelas dalam suara gue. Tanpa membuang waktu lagi, gue langsung lari ke arah Sean.

"Licin! Jangan lari-la—tuh, kan apa gue bilang."

Lutut gue nyaris sungkem sama paving kalau aja Sean nggak gesit nahan lengan atas gue.

"Hati-hati," tegur Sean. "Lagian gue nggak bakal ke mana-mana, lo nggak perlu lari, Bi."

"Hehehe."

"Lo habis nugas?" Tanya Sean sambil jalan ke arah halte bus.

Gue mengangguk. "Laper banget gara-gara kebanyakan mikir, nih."

Langkah Sean yang terhenti jadi buat gue ikutan berhenti.

"Pegang," katanya sambil menyodorkan payung yang langsung gue ambil. Sean kemudian membuka tasnya dan mengeluarkan sebuah Onigiri yang kentara sekali dibelinya di Indomaret.

"Nih. Isinya tuna mayo."

Baru ngelihat Onigiri aja, perut gue langsung bunyi lagi. Jadi, tanpa pikir panjang dan sambil berterima kasih, gue langsung menyambar makanan itu.

Payung sudah kembali ke tangan Sean, kami juga lanjut jalan ke halte.

"Lo ngapain masih di kampus semalem ini?" tanya gue sambil mengunyah.

"Habis nugas juga."

"Tadi latihan sama anak-anak?" Gue melirik ke pundak Sean di mana case gitarnya bertengger.

"Sama Brian doang. Nggak latihan, sih."

Sampai di halte, Sean menutup payungnya. Gue ngelihat ke arah Sean, sambil ngunyah Onigiri dan menunggu Sean yang sepertinya masih ingin melanjutkan kata-katanya tadi.

you, not anybody else (sungjin x iu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang