[4] one day we could be more than two lost souls just passing by

59 12 3
                                    






Gue baru sadar kalau kelaparan ketika gue berhenti ngetik dan ngelihat tangan gue gemetaran, juga dibarengi dengan perut gue yang protes. Sekarang udah jam tujuh malam, yang berarti gue udah ngerjain tugas-tugas ini nonstop selama nyaris lima jam dari pulang kuliah tadi.

Jujur, gue udah mau nangis putus asa nyari referensi materi buat pembahasan tugas kuliah, ditambah lagi dengan kondisi kulkas gue yang nyaris kosong, cuma ada air minum. Stok indomie juga habis.

Akhirnya, sambil scrolling GoFood, gue berusaha nahan laper dengan minum air dulu. Nggak tau kenapa, malam ini susah banget cari makanan di aplikasi online satu ini. Entah itu makanannya itu-itu aja, nggak ada promo, atau kejauhan. Mau cari makan di luar sebenernya males banget kalau sendirian.

Sampai akhirnya gue mutusin untuk nyerah dan memilih tidur aja, sebelum handphone gue bunyi gara-gara telepon masuk dari Sean.

"Bi?"

Sapanya dari seberang, yang hanya gue balas dengan bergumam lesu, seperti nggak punya semangat hidup.

"Lari, yuk. Di GBK."

"Haaah? Sejam lagi kan tutup, tuh."

Sean tertawa. "Nggak apa-apa, kan? Lari setengah jam udah cukup. Besok kelas lo juga cuma satu doang, sore lagi. Nggak perlu khawatir kecapekan."

Gue tau, Sean hobi banget lari di GBK. Katanya karena gratis, terus banyak orang yang juga lari di sana, Tapi yang gue nggak paham, dia selalu nyeret gue untuk ikut.

"Tapi sekarang gue laper. Kalo lo ajak lari bisa pingsan, sih."

"Emang belum makan?"

"Belum."

"Kok gitu?"

"Ga ada yang menarik tuh di GoFood. Bosen."

"Jangan bilang lo mau langsung tidur habis ini?"

"Ng...ga tuh......"

"Kedengeran banget bohongnya. Ya udah, ayo makan dulu. Di warteg biasa. Daripada entar lo kurang gizi."

Gue belum sempat ngejawab Sean, tapi keheningan yang ada malah dimanfaatkan Sean untuk menghasut gue lagi.

"Ada ayam goreng, sayur asem. Ih, sayur asem pasti enak tuh. Bakwan jagung juga ada. Kesukaan lo lengkap, tuh."

Perut gue mengkhianati diri gue sendiri ketika mendengar Sean nyebut makanan-makanan itu.

"Nanti gue bisa usus buntu kalo olahraga habis makan." Otak gue masih bersikukuh.

Tawa Sean terdengar di ujung telepon. "Alasan doang lo. Nggak langsung olahraga, kan jalan dulu nurunin makanan. Gue tunggu di depan apartemen lo, ya?"

"Nggak."

"Ini gue udah deket."

"Terserah lo."











Nyatanya, gue lagi-lagi kalah sama Sean.

Di sinilah gue, duduk di luar stadium GBK sambil ngos-ngosan. Air yang gue beli di Indomaret barusan sudah tinggal setengah.

Sean duduk di sebelah gue. Kakinya lagi diselonjorin.

"Ayam goreng sama sayur asem yang tadi gue makan rasanya udah ngilang dari perut gue."

Mendengar keluhan gue, Sean tertawa. "Habis ini kita jajan, deh."

"Ngapain lari kalo gitu, Se," sindir gue.

you, not anybody else (sungjin x iu)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang