aku yang lebih memilih mengakhiri hidupku malah kembali hidup dizaman abad pertengahan.
Rasanya selalu berteriak ingin mati namun selalu hidup.
"Apa dia anakku?"
"Sudah kubilang bukan seperti itu."
"jangan ganggu singa betina yang lagi menyusui ana...
Perhatian! Mengandung kata-kata kasar, menyiksa diri, dan sebagainya. Jika ada kesamaan kata, Nama, Latar, sama sekali tidak ada hubunganya dengan dunia nyata.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tuk
Tuk
Tuk
Ku benturkan kepalaku berkali kali.
Suara benturan kepalaku ini membuatku semakin mengingat kejadian semalam.
Tolong selamatkan harga diriku.
Kuharap ini mimpi saja.
Aku meratap lenganku yang dengan lancangnya memeluk pria tak dikenal.
BAIKNYA KUPOTONG SAJA!
"Ugh..."
Yah sudahlah tak usah dipedulikan.
ARGHH BAGAIMANA BISA TAK DIPEDULIKAN BODOH?!
aku jadi berdebat sendiri dengan pikiranku.
"apa kau mendengarkan?"
"Huh?" Aku kembali sadar karna suara lilian.
"Apa kau punya masalah?."
"Entahlah~" aku terbujur lesu diatas meja.
aku sedang bersama dengan rekan kerja rahasiaku. Minum bir. Diam-diam. Memakai penutup mulut hingga hidung saja sih. Rambut kami digerai seperti biasa dan memakai baju lusuh pejuang wanita pembunuh bayaran. Kami sekarang tidak membunuh kok.
"nona-nona, ingin bermain dengan kami?"
aku menyesap birku sekali teguk tak peduli dengan godaan para pria yang sepertinya adalah seorang ksatria pengawal dari seragamnya.
Lihatlah, kenapa aku tidak mabuk saat aku meminum segelas bir penuh. Ah aku ingin mabuk melupakan masalahku.
Apa penyihir itu memasukan sesuatu ke gelasku?
Salah satu ksatria hampir menyentuh milik Jisabeth.
Kuperhatikan ketiga rekan kerjaku, mereka sedang menyalak tajam kearah mereka.
Aku tak sadar terkekeh kecil melihat pengawal kerajaan yang mulai ciut satu persatu.
"Beraninya wanita rendahan seperti kalian-" wajah angkuhnya sangat menyebalkan.