Setelah kejadian tadi, aku, bibi, dan Arron pun segera pergi dari rumah, tapi aku tidak mau karena aku tidak mau meninggalkan papa ku sendirian dirumah. Walaupun dia sering memperlakukanku dengan kasar, tapi dia tetap ayahku. Dimobil, aku melihat bibi sedang menelfon suaminya dirumah sakit, bahwa nanti kita akan pergi kesana. Arron sedang memimpin jalan, supaya Pak Tomy tahu arah tujuannya. Sedangkan aku, aku hanya menatap jendela dangan mata kosong dan berkaca-kaca. Tidak tahu kenapa, tapi tiba-tiba saja aku menangis dan itu pun ketahuan oleh bibi. Bibi pun menegur Pak Tomy untuk memberhentikan mobilnya dan menelpon Arron untuk menepi sebentar.
Arron memakai airpod, jadi dia bisa menelpon tanpa menggunakan hp. Arron pun yang mendengar penjelasan mamanya langsung mengiyakan. Arron berhenti dan mobil pun berhenti, aku pun bingung dan langsung bertanya ke bibi.
"Kenapa berhenti bi?"tanya ku sambil melihat ke arah bibi.
"Bibi rasa, kamu sama Arron perlu waktu untuk berbicara" jelas bibi sambil mengajak Pak Tomy untuk keluar dari mobil dan memberi waktu untuk aku dan Arron berbicara sebentar.
Aku bisa melihat Arron diluar sambil menaruh helm motornya dan perlahan berjalan ke arah mobil. Karena aku gugup, jadi aku memutuskan untuk melihat ke jendela mobil lagi. Pintu mobil pun dibuka, dan dia duduk disebelahku. Suasana pun hening.
"Kamu gapapa?"tanya Arron sambil tidak melihatku.
"Aku gapapa kok" jawabku sambil melihat kearahnya.
"Gak usah bohong, gua tahu lo habis nangis kan?" tanya dia lalu melihatku.
"Kok tahu?"
"Keliatan dari mata, sedikit bengkak"
Aku pun diam lalu melihat ke arah jendela lagi.
"Papa mu serem juga ya..,lebih serem dari pada guru MTK dulu waktu SMP"
"Waktu SMP?,maksudnya?" dengan penasaran. Aku pun melihat dia tiba-tiba tersenyum.
"Lo itu gak nyadar ya?, dulu kita pernah satu sekolah dan yang mengejutkan adalah kalo gue itu dulu temen sebangku lo"
Aku pun mengingat kembali semasa SMP, awalnya aku pernah duduk bersama seorang laki-laki, tapi aku gak pernah ngobrol dengannya karena dia lebih suka menyendiri, tapi gak mungkin kan kalo cowok itu adalah Arron?
"Nih,buktinya" katanya sambil mengeluarkan headphone.
Rasanya aku pernah melihat headphone nya, dan itu mirip dengan cowok disebelahku waktu SMP. Dia itu..,aku pun kaget dan ternyata kalo cowok itu ternyata Arron.
" dah inget skarang?"tanya nya sambil tersenyum.
"Iya,aku inget. Jadi, selama ini cowok yang duduk disebelah aku itu kamu, yaampun..beda banget astaga" jawabku semangat.
" Kan namanya juga glow up" sambil tertawa.
"Iya deh"
"Terus kenapa kamu nangis?" tanyanya lagi
Aku pun langsung diam dan merubah raut wajahku menjadi lesu. Tapi pada akhirnya aku pun berusaha menceritakan semuanya pada Arron karena cuma dia yang bisa membantu aku. Di setiap aku cerita, dari mukanya terlihat muka serius dan sedikit penasaran dan darisitu kelihatan kalo dia sungguh-sungguh mendengar ceritaku. Ditengah - tengah cerita, mataku sudah mulai berkaca-kaca dan Arron yang melihatnya, dia langsung memelukku. Dia membuat aku nyaman dan tenang, dia menegurku dengan kata-kata yang membangun membuat aku itu semakin berani dan mengerti alasannya.
" Gua gak mau, sahabat gue menderita sendirian, inget lo gak sendirian ada gue dibelakang lo, yang mau buat kamu berdiri, yang mau ngebuat lo nyaman, yang selalu buat lo ketawa terus." jelasnya dengan tulus.
"Sahabat?"
"Iya, dari dulu Fia, dari SMP gua itu berusaha buat jadi temen lo. Gua tahu segala tentang lo, maupun itu buruk maupun itu enggak, lo tetep sahabat gue" jelasnya sambil tersenyum. " Mulai sekarang, lo ada bantuan yaitu gue, pelindung hidup kamu."
"Janji?" sambil mengangkat jari kelingking ku kehadapannya.
"Iya,janji. katanya sambil mengait jari kelingkingnya ke kelingkingku.
Sudah, 2 bulan setelah kejadian itu, aku dan Arron selalu bersenang-senang dihalaman rumah opungnya. Opung nya Arron sudah tua, sekitar umur 70-an keatas, walaupun tua tapi dia orang baik dan murah hati sekali. Dia tinggal sendirian, suaminya meninggal 9 tahun yang lalu, sungguh malang. Jadi, Arron memutuskan mengajak mamanya dan aku untuk tinggal sementara dirumah opungnya sekalian mengunjunginya juga.
Sadar akan hal itu, aku juga rindu terhadap papaku. Bagaimana kabarnya dirumah?, apa dia makan dengan teratur?, apa dia sakit atau enggak?,semua itu terlintas dipikiranku. Wajarlah setiap anaknya khawatir dengan orang tuanya,karena walaupun tidak dirawat dengan baik, tetapi mereka sudah membesarkan kita dari kecil sampai besar nanti.
Tak lama, malampun tiba, aku pun makan malam dengan keluarga Arron,mereka terlihat sangat bahagia dan harmonis, terkecuali aku. Nafsu makanku tiba-tib saja menghilang setelah melihat mereka semua, aku sedikit iri kepada mereka karena mereka selalu bersama. Tapi, tidak dengan ku, andai saja papa ada disini.
tok..tok..tok
Terdengar suara dari pintu luar dan itu membuyarkan obrolan kita semua. Bibi dan Arron melihat satu sama lain lalu mereka tersenyum kepadaku. Aku pun bingung kenapa tiba-tiba mereka melihatku seperti itu.
"Kayaknya hadiahnya Sofia udah dateng tuh" ejek Arron
"Mungkin pintu itu hanya perlu dibukakan khusus untuk Sofia" jelas Bibi sambil mengelus tanganku.
" Kesana, udah ditungguin tuh" kata Arron sambil tersenyum.
Aku pun berdiri dan berjalan perlahan menuju pintu. Awalnya aku gugup, aku terus menghembuskan nafas karena sangking gugupnya. Aku pun memegang gagang pintu itu, lalu membukanya perlahan. Saat pintu itu terbuka, dengan terkejutnya aku melihat papaku yang menangis dan aku pun juga ikut menangis lalu memeluknya erat. Aku pun menangis sederas-derasnya,sampai aku kembali tenang. Aku pun melepaskan pelukannya lalu menatap muka papaku sebentar lalu memeluknya kembali. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan, aku pun merasa bahagia sekarang, hidupku terasa lengkap dan damai. Orang yang aku rindukan selama ini, sudah ada didepanku sekarang. Beberapa menit kemudian, kita pun sudah tenang lalu aku mengajak papaku untuk kedalam untuk bertemu dengan keluarga Arron.
Saat memasuki ruang makan, aku bisa melihat mereka sudah tersenyum dan berdiri untuk menyambut papaku hangat. Sebelum duduk, aku pun berlari ke arah Arron lalu memeluknya erat, aku pun bisa merasakan tangganya jug ikut memelukku. Aku pun beralih ke telingannya untuk mengatakan sesuatu.
"Makasih ya" ucapku senang
" Iya,sama-sama" katanya dengan tulus.
Setelah berpelukan, aku pun mengajak papa untuk makan malam bersama. Malam itu adalah malam terbaik yang pernah aku rasakan, malam yang dipenuhi dengan penuh sukacita, tertawa,bahagia. Penuh senyuman yang hangat dan penuh arti untuk kehidupanku dan membuat hidupku semakin lengkap. Nah, para readers..gimana ceritanya?, bagus gak?..,jadi dari cerita ini memiliki kesimpulan juga loh.. kesimpulannya adalah kita tidak boleh menjadi orang yang egois ya..seperti papanya Sofia, gak mau kan nanti kita dijauhin sama banyak orang..,dan kita juga tidak boleh mengkhianati sahabat kita sendiri, karena setiap apa yang kita lakukan bersama dengan sahabat kita, pasti hasilnya akan dibagi rata dan semuanya mendapatkan bagiannya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Penolong hidupku
Literatura faktu"Kita sahabat, dan aku gak mau sahabat aku itu menderita" kata Arron kepadaku. Aku menangis dipelukannya, ditenangkan, dia itu seperti malaikat pelindung yang setiap hari aku kagumi. Bagaimana perasaan kamu ketika melihat sahabatmu menderita sendi...