🍁🍁Dia lagi?🍁🍁

2 1 0
                                    

"Jika engkau terus mengingat dia,
Berarti engkau mencintainya"

Muhammad Arya Saputra

_________________________________
_________________________
_____________

🕊🕊🕊

Jam pulang sekolah akhirnya tiba. Para siswa maupun siswi berhambur keluar kelas untuk pulang menuju kerumah mereka masing masing.

Namun tidak bagi seorang Putra, ia tidak langsung pulang menuju kerumahnya. Melainkan menuju kedanau tempat favoritnya untuk melihat senja di sore hari ini.

"Gue duluan, ya!" Pamit Putra kepada para sahabatnya.

"Tempat biasa?" Tanya Andre dan hanya di angguki oleh Putra.

"Awas lo ketempelan Put, udah tempatnya sepi, serem lagi. Iiiiihhh merinding gue,"

"Dasar penakut, dasar lo nya aja kayak cibi cibi!" Jawab Yogi tentang perkataan Andre sebelumnya.

"Cibi cibi , iku opo toh yo?" Kini Tian yang bertanya dengan kepolosan yang ia bawa dari desa. (Cibi cibi itu apa sih?).

Teman temanya langsung tertawa mendengar pertanyaan temanya yang polos dari desa ini. Mereka semua tertawa, terkecuali Wildan yang notabenya dingin dan cuek, ia hanya mengulas senyum singkat yang hampir tidak terlihat.

"Lo, memang kocak An, yang biasanya Wildan ga pernah senyum, gue liat tadi diasenyum. Memang humor lo ga ada tandinganya An," seru Geo berbicara sambil tertawa.

"Nyong serius, nyong ora ngerti opo iku cibi cibi!" (Aku serius, aku gak ngerti apa itu cibi cibi!).

Mendengar perkataan Tian lagi, membuat mereka tertawa. Kali ini tempat tongkrongan mereka menjadi seperti pasar karena tawa yang mereka timbulkan akibat ulah Tian.

"Oke oke, dah sakit perut gue. Cibi cibi itu cewek yang lebay, alay, dan semacamnya lah!" Kali ini Yogi yang menjelaskan.

Tian hanya ber 'oh' ria memdengarkan penuturan dari Yogi.

"Ngerti?" Tanya mereka Putra, Andre, Yogi, dan Geo berbarengan. Kecuali Wildan.

"Ora," jawaban yang begitu entengnya di keluarkan oleh Tian. Dengan di sertai sunggingan senyum yang lebar. Seketika para sahabatnya di buat pusing oleh jawabanya. (Enggak).

"Udah lah! Gue mau berangkat dulu. Bisa eror lama lama gue disini!" Pamit Putra langsung berangkat pergi menggunakan sepeda motornya meninggalkan para sahabatnya yang masih nongkrong di tempat tongkrongan biasa mereka.
.
.
.
.

Tam butuh waktu lama, kini ia telah sampai di sebuah danau yang cukup luas. Tempat di mana ia biasa memandang senja, menikmati cahayanya, dan juga mengagumi keindahan ciptaan Allah yang satu ini.

Di lihatnya jam tangan yang menunjukan pukul 16.55, membuat ia mengeluarkan ide untuk membuat sebuah puisi.

Putra langsung mengeluarkan sebuah buku yang lumayan tebal. Dan isi buku itu adalah, karya karya puisi dia yang ia tulis sejak kelas 2 SMP.

Senja...
Cahayamu menerangi jiwa
Warnamu membuat terkesima
Hadirmu membuat istimewa

Tak ada yang tau kapan hadirmu
Tak ada yang tau kapan pergimu
Hanya ada rindu
Yang menyelimuti hatiku

My SunshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang