"Sebab meminta setiap hari baik-baik saja adalah mustahil. Jika ternyata aku tidak kuat dan ingin menangis, tolong buat aku bertahan untuk tidak menangis di keramaian."
_ANESYA TALISHA_
******
Saat itu, batinnya benar-benar tidak lagi kuat. Dia bukan lagi wanita tangguh dengan banyak alasan. Harapannya untuk mendapat kasih sayang dari ayah untuk waktu yang lebih lama benar-benar gugur. Gugur bersama tubuh kaku laki-laki yang memilih untuk menyudahi segala kesakitan yang ia pendam selama ini.
Bed yang harusnya menjadi tempat mereka berdua menghabiskan malam, kini dibawa keluar oleh petugas medis.
Dokter Lwi dengan segala kecewa yang terlukis diraut wajahnya melihat betapa kehilangannya orang-orang itu, tak bisa berkata apa-apa. Yang ia lakukan hanyalah sebatas menolong, untuk kejadian berikutnya itu adalah urusan Sang Khalik yang mempunyai kuasa.
"Pasien harus segera dibawa ke ruang operasi untuk tindakan lebih lanjut." Ucap Dokter Lwi.
Seketika permintaan Vico yang sebelumnya tertulis jelas dalam dokumen itu terlintas dalam ingatan Sri. Permintaan bahwa setelah kematiannya, salah satu ginjalnya akan didonorkan kepada putrinya. Bagaimanapun ia harus tetap terlihat kuat. Meskipun sebenarnya kekacauan didalam dirinya melebihi serpihan kaca yang memaksa masuk untuk menyayat-nyayat seluruh isi hati.
Ia merangkak, menggapai tangan gadis itu yang masih terduduk dengan lemasnya. Seperti tulangnya rapuh begitu saja. Matanya yang begitu sembab, sangat mewakili bagaimana lusuhnya penampilan gadis itu sekarang.
Sri tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya mengulurkan tangannya berharap ada balasan.
Gadis itu lantas melirik dengan anak matanya namun tidak memberikan tangannya.
Yosua segera mengambil dokumen dari tas ransel miliknya serta menyerahkan kepada Anesya untuk segera ia baca.
Anesya menaikkan pandangnya. Menatap lirih kepada Yosua yang menganggukkan kepalanya. "Kakak baca yah.." hanya itu ucapan yang terlontar.
Dengan tangan gemetar, Anesya meraih dokumen itu dan mulai membaca isinya.
Bohong jika ia katakan ia baik-baik saja setelah membaca dokumen itu. Bohong jika air mata dan tangisnya tidak pecah pada saat batinnya membaca klimaks dari dokumen itu.
Semakin ia perhatikan, semakin teriris jiwanya. Semakin besar celah pisau yang masuk untuk menyayat hatinya. Samakin besar peluang tombak masuk menembus raganya.
Yosua dan Sri segera mendekapnya dengan erat. Tidak ada kata yang bisa mewakili. Hanya bisu dan isak tangis yang dominan.
"Harus kuat ya,Nak. Mama tau apa yang kamu rasain.."
"Harap menyusul segera" Dokter Lwi mendahului.
Saat itu juga tepat jam 02.20, Vico mendonorkan ginjalnya kepada Anesya. Ruangan yang familiar dengan benda-benda tajam dan bau dari obat bius serta anestesi.
____________
Aziel selalu memperhatikan jam dinding yang berputar tanpa henti. Semalaman dirinya tak bisa tidur. Entah keresahan apa yang menghampirinya, untuk sedetik pun matanya enggan untuk menutup. Banyak hal yang muncul dalam otaknya namun ia tidak tau spesifiknya hal semacam apa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKU, KAMU DAN TUHAN [END]✔
Novela Juvenil[SEDANG DALAM TAHAP REVISI] " Sebuah REALITA yang dipatahkan paksa oleh SEMESTA. Sebuah hubungan kasih yang runtuh hanya karena tidak Se-IMAN" __________ " PAPA MAU NAMPAR NESYA? TAMPAR PA TAMPAR! GAUSAH KHAWATIRIN MUKA NESYA YANG UDAH PENUH BEKAS...