#15 Membisu.

17 6 3
                                    

Sunyi dekapan malam membuat gadis berambut merah muda itu membisu, di tengah kesunyian gelap api kecil menyala mendampingi butanya saat itu. Pucuk lentera terbungkus rapih dengan kertas minyak, nyalanya begitu indah mata gadis itu yang selalu kosong mengakui hangat dan indahnya lentera dalam genggaman nya. Sekeliling tak ada satu pun kehidupan, ia mengasingkan diri ke pesisir kecil pelabuhan, membuatnya menangis tanpa rasa malu selama ini hanya membisu dalamnya lautan yang ada di dirinya sendiri.

"Mama..." Ucap gadis bernama Rose, bulir-bulir bening mulai berjatuhan tak terbendung mengalir terus melewati pipinya, dingin nya malam itu membuatnya menginginkan pelukan hangat itu sekali lagi, ingatan masa lalunya seketika menghampiri benaknya.

...

"Rose.." Panggil suara lembut penuh kehangatan dan kasih sayang.

"Mama! Kapan kau kembali" saut Rose gadis kecil yang tengah duduk di pekarangan rumahnya, ia menghampiri Kathrina dan memeluknya erat-erat. 

"Belum lama aku kembali, kau begitu merindukan mama ya" Kathrina menekukan kakinya dan perlahan mulai memeluk putri kecilnya.

...

"Meski hangat itu hilang dalam hal-hal yang tak pernah aku mengerti, aku harap satu kali saja dalam hidupku merasakan namanya kehangatan"-Rose.

Ia pun menerbangkan lentera itu, melihatnya mengapung semakin tinggi bersama gemerlap cahaya harapan lain. Benda aneh melesat dari udara menghantam dasar laut, ombak besar seketika tersaksikan di depan matanya. Gemerlap harapan orang-orang seakan padam malam itu di ikuti banyak anggota tubuh yang terhanyut sampai ke pesisir pantai, Rose yang selamat dari terjangan ombak dan mulai menapakan kakinya.

...

Arus menghanyutkan sisa-sisa kejadian malam itu, tanda-tanda orang selamat tak nampak sedikit pun Aiden yang belum lama tiba di atas pasir, masih terkejut seakan matanya sedang membohonginya dengan apa yang terjadi. Membisu memandangi air yang penuh kayu dan darah, nafasnya terengah-engah raut wajahnya begitu kosong matanya tak lagi menampak kan cahaya, tersungkur tak berdaya melihat sekelilingnya. Ia mengerang begitu keras sampai-sampai burung terbang menjauh.

"ARHHH!!" Ia nampak begitu terpukul, tak menerima apa yang terjadi sekarang. Pukulan-pukulan di layangkan ke pasir-pasir yang menahan berat tubuhnya. 

Dari kejauhan suara yang menusuk telinga kian mengeras, Rose yang mendengar erangan orang itu perlahan berjalan menghampiri asal suara yang mengusik telinga. Angin malam berhembus kencang menusuk rusuk-rusuk tulang, Rose yang berjalan tiba-tiba kehilangan asal suara yang tadi ia dengar, benda aneh hanyut menghampiri menyentuh kakinya Rose yang menyadarinya pun menoleh melihat apa yang berada di bawah kakinya. Jari-jemari aneh dan tulang belulang terinjak di lain sisi kakinya.

"Ledakan besar barusan, apa ada yang merancanakan semua ini" ucap Rose dalam hatinya sambil berjalan pergi mencari suara tadi. Jauh mata memandang nampak seorang laki-laki tersungkur lemas, ia pun berlari menghampirinya mendapati jika laki-laki itu pingsan membuatnya terkejut.

"Ia orang yang tadi berada di festival. Apa yang sebenarnya terjadi" bisik Rose dalam dirinya. Ia pun membawa laki-laki itu ke tempat yang aman.

...

Terik cahaya menyilau menyoroti kedua mata sang pria yang tengah terbaring, perlahan kelopak mata milih sang pria terbuka menampakan bola mata berwarna merah bagaikan darah. Ia terbangun mendudukan dirinya dan pandangan nya terjatuh pada gadis yang berada dihadapan nya. Pakaian yang menyelimuti tubuh sang gadis cukup mewah juga menawan. Rahang yang tegas, kulit yang pucat pasi juga bola mata berwarna merah muda pekat membuat siapapun mengetahui bahwa gadis itu bukan gadis dari khalangan biasa.

Side Of QuartzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang