10. Sebagian dari Kebenaran

954 174 0
                                    

••

Ini adalah interogasi, dengan Joana tersangka, Oretha dan Kayana adalah petugas. Mau tidak mau, Joana tidak bisa kabur.

Bel masuk serta bel untuk jam mata pelajaran berikutnya sudah berbunyi, tapi tiga orang ini tidak ada tanda-tanda kembali ke kelas.

Oretha menyeret Kayana dan Joana ke Cafe yang berada di samping sekolah. Ini adalah lokasi interogasi pilihan Oretha. Ditempat ini semua harus jelas.

"Jadi, lo ada hubungan apa sama Philio?" Kayana yang bertanya, karena tidak yakin pada Oretha. Dilihatnya gadis itu hanya diam.

"Philio sahabat kecil gue. Satu-satunya sahabat buat gue, yang udah gue anggap kakak."

Oretha menatap Joana tidak percaya karena, baru kali ini dia mendengar fakta itu. Dia tau segalanya tentang Philio, karena mantan pacarnya itu yang dengan buka-bukaan menceritakan kehidupannya.

Dari cerita Philio, tidak pernah ada dia menyinggung Joana. Sama sekali tidak ada, jadi haruskah dia percaya pada Joana?

"Teman kecil Philio bukan cuman Zefanya doang?" Kayana bertanya karena bingung. Sesuai gosip yang dia dengar, Philio hanya punya satu sosok sahabat yang menemani masa kecilnya dan itu hanya Zefanya.

Selebihnya hanya teman biasa untuk anak kecil itu saat itu.

Joana terkekeh. Untuk pertama kalinya dia tertawa didepan manusia nyata. Biasanya hanya laptop dan komputer yang selalu mengkonsumsi manisnya tawa Joana.

"Oh, gue benar-benar udah nggak dianggap ya, ternyata." Kata-kata itu terdengar menyakitkan, tapi Joana malah dengan santai mengucapkannya.

"Mau dengar cerita, ngga?" tawar Joana dengan senyum manis. Dua gadis berponi dan bob hair itu diam, kaku melihat ekspresi Joana yang baru pertama kali terlihat mereka.

Mereka kira, Joana hanya bisa berekspresi kaku. Ah, apa juga yang mereka tau tentang Joana yang baru beberapa hari mereka kenal.

Menanggapi keterdiaman keduanya, Joana anggap iya. Dia akan menceritakan hubungan Joana Ludira dan Philio dimasa lalu. Tidak pernah ada niatan dia menyembunyikannya.

Joana kecil saat itu berusia sekitar 5 tahun. Dia menangis dibawah pohon berdahan lebat yang letaknya berada diarea terbengkalai mension.

Pohon itu adalah tempat favorit Joana. Setiap hari ia sendirian di sana. Meratapi nasib lalu akan menangis seja-jadinya.

Tapi hari itu, untuk pertama kalinya dia tidak sendiri.

Seorang anak kecil yang berusia sama dengan kakaknya berjongkok didepannya. Menatapi ia dan memberikan sapu tangan untuk menghapus air matanya.

Anak itu Philio. Yang dia sebut Pilo setelahnya.

"Aku kesasar, rumah ini gede bangat."

"Aku kira tadi yang nangis itu setan. Hampir aja aku lari karena takut."

"Ternyata bukan setan. Kamu bidadari, ya?"

"Jangan nangis."

Philio tidak berhenti berceloteh. Anak itu bahkan duduk di samping Joana. Tanpa tau, ucapannya membuat perasaan Joana menghangat.

Mereka kenal lama. Hubungan mereka erat layaknya dua saudara. Bukankah hubungan itu sidah di jenjang lebih dari sahabat.

Saat usia Joana 14 tahun, muncul problem yang akhirnya membuat Joana pergi dari Philio.

Joana tersenyum menanggapi ketidak percayaan dua temannya. Tidak masalah, jika mereka tidak percaya padanya. Dia juga tidak butuh kepercayaan seseorang.

"Kenapa lo ninggalin Philio?" Sepertinya, meski tidak percaya, Kayana tetap penasaran dengan cerita Joana.

"Ada sebuah problem yang buat gue benar-benar kecewa sama dia."

"Apa itu?" Oretha menimpali.

"Kalau gue kasih tau, nama Philio di kalian bakal buruk. Mau gimanapun, gue nggak mau sahabat kecil gue dicap buruk orang lain."

Bohong! Joana bahkan tidak peduli. Dia hanya tidak mau semakin banyak rahasia yang terbongkar, lalu akan berimbas padanya nantinya.

"Kalian kayaknya masih nggak percaya, ya." Mereka kontan menggeleng.

"Percaya, kok!"

••

Untuk kesekian kalinya Nadra menghela nafas, menanggapi diamnya Philio yang sepertinya akan berkepanjangan.

Rega dan Aren sudah bingung harus bagaimana. Disisi lain, Aren penasaran dengan tindakan tiba-tiba Philio, tapi takut mau bertanya apa lagi melihat wajah Philio yang sangat gelap.

Sedangkan Orion. Seperti biasa, dia hanya diam membaca buku, seolah tidak peduli dengan kejadian tadi yang jelas-jelas menyakiti adiknya.

"Bos, lo nggak ada mau jelasin apa-apa, gitu?" Akhirnya, Rega memberanikan diri. Sungguh, butuh persiapan mental untuk berurusan dengan Philio yang suram seperti ini.

Philio hanya melirik, lalu kembali menatap ke depan dengan kosong. "Joana sahabat gue. Dia orang berharga buat gue, sayangnya gara-gara gue dia pergi ...."

Tidak ada yang merespon. Bukan berarti tidak berniat, hanya mereka tau masih ada kelanjutan untuk cerita ini, dan tentu saja mereka mengerti attitude, tidak menyela pembicaraan orang lain.

"Makanya, pas lihat dia gue nggak bisa ngendaliin diri gue buat nggak meluk dia."

Philio menatap pada Orion. "Maaf Or, gue nggak ada maksud sama sekali nyakitin Oretha."

"Gue cuman terlalu excited, karena akhirnya bisa ketemu sahabat gue yang tiba-tiba hilang sampai tiga tahun."

"Hah, Joana hilang tiga tahun kemana aja?" Aren kontan bertanya dengan tidak percaya.

Philio merespon dengan gelengan. "Gue nggak tau, setelah dia di usir— ah, bukan. Dia sendiri yang milih keluar dari rumahnya. Dari situ gue udah nggak berhubungan lagi sama dia, jangankan tau dia ada dimana, keadaan dia aja gue nggak tau."

"Gue mau tanya dia tadi, tapi keburu ditarik kalian," sungutnya tidak terima. Apalagi pada Aren yang berperan besar menyeretnya kesini, dia kebagian tatapan paling tajam dari Philio.

Aren meringis. Tidak tau apa yang akan terjadi padanya dimasa depan. Berdoa sama itu bukan sesuatu yang buruk.

"Eh, tapi bukannya lo nggak ada sahabat kecil lain selain si Zefanya, bos?" Pertanyaan Rega setidaknya mengalihkan Philio dari Aren dan itu membuatnya pria itu menghela lega.

"Kata siapa?"

"Lah, salah? Gosip tentang lo ngada-ngada nih, berarti."

Philio mengernyit, tapi kemudian dia langsung berseru. "Mereka ngomong gitu karena nggak tau kalau ada anak lain dari Ignatius yang jadi sahabat gue."

Nadra, Rega, serta Aren melongo. Otaknya tiba-tiba tidak bisa konek. Barulah setelah tebakan Orion yang kelewat masuk akal mereka mulai mengerti.

"Joana salah satu anggota keluarga Ignatius?"

Philio berdehem pelan membenarkan. "Tepatnya dia adik kandung Zefanya."

••
To Be Continued

JOANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang